Nama Jakarta Dinilai Pancarkan Vibrasi yang Tidak Stabil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagai Kota Metropolitan, Jakarta memiliki sejumlah persoalan. Bukan hanya polusi udara dan kemacetan, Ibu Kota tercinta ini juga mempunyai beragam permasalahan lainnya yang mesti terus menerus dibenahi, seperti masalah banjir, tumpukan sampah hingga berbagai masalah sosial dan ekonomi.
Terlepas siapapun pemimpinnya, segala permasalahan itu selalu akrab terjadi. Bahkan, hampir seluruh pemimpin DKI Jakarta telah melakukan segenap kemampuan terbaiknya untuk menuntaskan segala problematika yang selalu hadir tersebut.
Di sisi lain, dalam sejarah namanya, Jakarta sudah mengalami pergantian nama sebanyak 13 kali. Sejauh ini, yang paling sering terdengar adalah Sunda Kelapa dan Jayakarta. Akan tetapi, sejatinya masih terdapat sejumlah nama lainnya seperti Stad Batavia, Gemeente Batavia, Jakarta Toko Betsu Shi, Kota Praja Jakarta, Pemerintah Nasional Kota Jakarta, dan beberapa lainnya.
Pakar transpersonal dan konsultan nama, Ni Kadek Hellen Kristy Winatasari, S.Psi, M.Ed, menganalisa bahwa nama Jakarta memang signifikan menggambarkan betapa semrawutnya kota terbesar di Indonesia ini. Apa yang dialami Jakarta sangat sesuai dengan hasil analisa dari sisi nama.
"Nama Jakarta memancarkan vibrasi yang tidak stabil dan tidak harmonis (negatif). Tingkat stres sangat tinggi terlihat pada beragamnya permasalahan, rintangan, kekacauan, kegelisahan yang berujung pada frustrasi," ungkap pakar yang akrab disapa Heleni itu belum lama ini.
Heleni memaparkan bahwa nama tersebut membentuk berbagai hambatan besar yang dapat berakibat negatif, kegagalan dalam pengelolaan, baik dalam hal manajemen kota maupun keuangan.
"Nama Jakarta juga menunjukkan kurang mampu mengatasi hambatan dan permasalahan, juga kurangnya ketahanan dalam mengatasi berbagai hal negatif. Sebaiknya Jakarta mengganti nama dengan nama yang harmonis," tutup Heleni.
Terlepas siapapun pemimpinnya, segala permasalahan itu selalu akrab terjadi. Bahkan, hampir seluruh pemimpin DKI Jakarta telah melakukan segenap kemampuan terbaiknya untuk menuntaskan segala problematika yang selalu hadir tersebut.
Di sisi lain, dalam sejarah namanya, Jakarta sudah mengalami pergantian nama sebanyak 13 kali. Sejauh ini, yang paling sering terdengar adalah Sunda Kelapa dan Jayakarta. Akan tetapi, sejatinya masih terdapat sejumlah nama lainnya seperti Stad Batavia, Gemeente Batavia, Jakarta Toko Betsu Shi, Kota Praja Jakarta, Pemerintah Nasional Kota Jakarta, dan beberapa lainnya.
Pakar transpersonal dan konsultan nama, Ni Kadek Hellen Kristy Winatasari, S.Psi, M.Ed, menganalisa bahwa nama Jakarta memang signifikan menggambarkan betapa semrawutnya kota terbesar di Indonesia ini. Apa yang dialami Jakarta sangat sesuai dengan hasil analisa dari sisi nama.
"Nama Jakarta memancarkan vibrasi yang tidak stabil dan tidak harmonis (negatif). Tingkat stres sangat tinggi terlihat pada beragamnya permasalahan, rintangan, kekacauan, kegelisahan yang berujung pada frustrasi," ungkap pakar yang akrab disapa Heleni itu belum lama ini.
Heleni memaparkan bahwa nama tersebut membentuk berbagai hambatan besar yang dapat berakibat negatif, kegagalan dalam pengelolaan, baik dalam hal manajemen kota maupun keuangan.
"Nama Jakarta juga menunjukkan kurang mampu mengatasi hambatan dan permasalahan, juga kurangnya ketahanan dalam mengatasi berbagai hal negatif. Sebaiknya Jakarta mengganti nama dengan nama yang harmonis," tutup Heleni.
(nug)