Order Anjlok, UMKM Kuliner Bertahan Karena Pesanan Online
loading...

Andalkan teknologi, para UMKM ini tetap bertahan di tengah pandemi dan beri penghidupan bagi banyak orang,
A
A
A
JAKARTA - Di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia, pelaku UMKM yang bergerak dibidang makanan mengandalkan pendapatan dari Layanan Pesan-antar Makanan. Tantangan yang dihadapi memang berbeda-beda, tapi mayoritas mengalami penurunan pendapatan signifikan. Bahkan sebagian sepenuhnya bertumpu pada layanan online.
Lembaga pemeringkat Moody’s, misalnya, memprediksi perekonomian Indonesia pada 2020 akan melambat hingga 3 persen. Dampak Covid-19 terhadap ekonomi memang masif.
Pelanggan, misalnya, tak lagi bisa menikmati hidangan di tempat seperti biasa. Beberapa usaha kuliner harus membatasi jumlah pengunjung dan mengurangi jam operasional. Teknologi menjadi cara efektif untuk menjangkau pelanggan dalam situasi pembatasan sosial.
Strategi tersebut dilakukan UMKM yang tergabung di GrabFood di Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan.
JUMLAH TRANSAKSI MENURUN DRASTIS

Muhammad Muhlis, Manager Pemasaran Wingz O Wingz yang menjual menu daging ayam di Bandung menyebut bahwa dampak paling terasa pada transaksi makan hanya tinggal 5 persen.
”Sesuai imbauan pemerintah, kami membatasi kunjungan pelanggan untuk makan di tempat. Lebih mengutamakan layanan take away atau order memakai aplikasi,” ujarnya. Wingz O Wingz beroperasi sejak 2011 dan memiliki 250 orang karyawan.
Menurut Muhlis, produk Wingz O Wingz saat ini sangat mengandalkan pemesanan lewat aplikasi. ”Aplikasi Grab sangat membantu bisnis kami untuk bertahan. Juga, ikut membantu pengemudi ojek online,” ujarnya.
Ayam Bakar Primarasa yang berdiri sejak 1993 di Surabaya juga terkena dampak Covid-19. “Kita dihadapkan pada sejumlah opsi. Misalnya menutup layanan makan di tempat; atau tutup total tanpa layanan makan di tempat dan take away; atau tetap beroperasi,” beber Edwin Sugiaurto, 29, generasi kedua pengelola Ayam Bakar Primarasa.
Ia mengaku memilih untuk beroperasi seperti biasa supaya karyawan tetap memperoleh gaji utuh setiap bulan. ”Tentu dengan meningkatkan standar kebersihan dan melakukan prosedur pengecekan kesehatan. Total kami punya sekitar 100 karyawan yang tersebar di tujuh cabang,” tutur Edwin.
Pendapatan bisnis utama Ayam Bakar Primarasa memang berasal dari pelanggan yang makan di tempat. Namun sekarang, sekitar 50 persen total transaksi datang dari pesanan online.
Lembaga pemeringkat Moody’s, misalnya, memprediksi perekonomian Indonesia pada 2020 akan melambat hingga 3 persen. Dampak Covid-19 terhadap ekonomi memang masif.
Pelanggan, misalnya, tak lagi bisa menikmati hidangan di tempat seperti biasa. Beberapa usaha kuliner harus membatasi jumlah pengunjung dan mengurangi jam operasional. Teknologi menjadi cara efektif untuk menjangkau pelanggan dalam situasi pembatasan sosial.
Strategi tersebut dilakukan UMKM yang tergabung di GrabFood di Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan.
JUMLAH TRANSAKSI MENURUN DRASTIS

Muhammad Muhlis, Manager Pemasaran Wingz O Wingz yang menjual menu daging ayam di Bandung menyebut bahwa dampak paling terasa pada transaksi makan hanya tinggal 5 persen.
”Sesuai imbauan pemerintah, kami membatasi kunjungan pelanggan untuk makan di tempat. Lebih mengutamakan layanan take away atau order memakai aplikasi,” ujarnya. Wingz O Wingz beroperasi sejak 2011 dan memiliki 250 orang karyawan.
Menurut Muhlis, produk Wingz O Wingz saat ini sangat mengandalkan pemesanan lewat aplikasi. ”Aplikasi Grab sangat membantu bisnis kami untuk bertahan. Juga, ikut membantu pengemudi ojek online,” ujarnya.
Ayam Bakar Primarasa yang berdiri sejak 1993 di Surabaya juga terkena dampak Covid-19. “Kita dihadapkan pada sejumlah opsi. Misalnya menutup layanan makan di tempat; atau tutup total tanpa layanan makan di tempat dan take away; atau tetap beroperasi,” beber Edwin Sugiaurto, 29, generasi kedua pengelola Ayam Bakar Primarasa.
Ia mengaku memilih untuk beroperasi seperti biasa supaya karyawan tetap memperoleh gaji utuh setiap bulan. ”Tentu dengan meningkatkan standar kebersihan dan melakukan prosedur pengecekan kesehatan. Total kami punya sekitar 100 karyawan yang tersebar di tujuh cabang,” tutur Edwin.
Pendapatan bisnis utama Ayam Bakar Primarasa memang berasal dari pelanggan yang makan di tempat. Namun sekarang, sekitar 50 persen total transaksi datang dari pesanan online.