Mengenal Coronaphobia, Fobia Baru Terkait Virus Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Coronaphobia adalah jenis fobia baru yang secara khusus terkait dengan virus corona baru. Setelah mengamati dan mempelajari banyak penelitian, para ilmuwan mendefinisikan coronaphobia sebagai respon yang dipicu secara berlebihan karena takut tertular virus yang menyebabkan COVID-19.
Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran berlebihan yang disertai gejala fisiologis, stres yang signifikan terkait kehilangan pribadi dan pekerjaan, peningkatan kepastian, keamanan hingga menghindari tempat umum. Ini membuat kehidupan sehari-hari orang dengan coronaphobia terganggu.
Dilansir dari Times of India, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Asian Journal of Psychiatry pada Desember 2020 menyebut, para ahli telah menemukan tiga karakteristik utama dari kecemasan yang muncul dari COVID-19. Di antaranya kekhawatiran terus-menerus yang menyebabkan jantung berdebar-debar, kehilangan nafsu makan, dan pusing.
Terlalu banyak berpikir yang terus-menerus akan memicu ketakutan dan kekhawatiran. Lalu muncul rasa takut untuk menghadiri pertemuan dan acara publik. Semacam perilaku anti-sosial yang dapat memfasilitasi masalah kecemasan dan isolasi lebih lanjut.
Menurut laporan terbaru yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Global Women's Health, gejala insomnia, depresi, dan kecemasan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Dengan laporan akhir serupa dalam penelitiannya, Dr. Lily Brown PhD, Direktur Penn Center for the Treatment and Study of Anxiety percaya, wanita lebih rentan terhadap kecemasan daripada pria, mengingat kekhawatiran terkait anggota keluarga yang sakit atau diri mereka sendiri yang menyebarkan virus ke orang lain.
Di samping itu, Brown juga menemukan bahwa orang yang lebih muda telah mengalami peningkatan kecemasan karena virus serta jenis pandemi yang terjadi belakangan ini.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) telah menyarankan berbagai cara untuk mengatasi masalah kecemasan dan stres. Ini membantu menjaga kesehatan fisik seseorang dan juga bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, terapi perilaku kognitif (CBT) terbukti dapat mengatasi kecemasan secara efektif dan efisien.
Sementara dengan kemunculan vaksin, kecemasan mungkin sedikit berkurang, tetapi ketakutan dan fobia masih membayangi kepala. Satu-satunya cara Anda bisa mengatasinya adalah dengan pengendalian diri serta menjaga rasa tenang.
Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran berlebihan yang disertai gejala fisiologis, stres yang signifikan terkait kehilangan pribadi dan pekerjaan, peningkatan kepastian, keamanan hingga menghindari tempat umum. Ini membuat kehidupan sehari-hari orang dengan coronaphobia terganggu.
Dilansir dari Times of India, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Asian Journal of Psychiatry pada Desember 2020 menyebut, para ahli telah menemukan tiga karakteristik utama dari kecemasan yang muncul dari COVID-19. Di antaranya kekhawatiran terus-menerus yang menyebabkan jantung berdebar-debar, kehilangan nafsu makan, dan pusing.
Terlalu banyak berpikir yang terus-menerus akan memicu ketakutan dan kekhawatiran. Lalu muncul rasa takut untuk menghadiri pertemuan dan acara publik. Semacam perilaku anti-sosial yang dapat memfasilitasi masalah kecemasan dan isolasi lebih lanjut.
Menurut laporan terbaru yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Global Women's Health, gejala insomnia, depresi, dan kecemasan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Dengan laporan akhir serupa dalam penelitiannya, Dr. Lily Brown PhD, Direktur Penn Center for the Treatment and Study of Anxiety percaya, wanita lebih rentan terhadap kecemasan daripada pria, mengingat kekhawatiran terkait anggota keluarga yang sakit atau diri mereka sendiri yang menyebarkan virus ke orang lain.
Di samping itu, Brown juga menemukan bahwa orang yang lebih muda telah mengalami peningkatan kecemasan karena virus serta jenis pandemi yang terjadi belakangan ini.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) telah menyarankan berbagai cara untuk mengatasi masalah kecemasan dan stres. Ini membantu menjaga kesehatan fisik seseorang dan juga bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, terapi perilaku kognitif (CBT) terbukti dapat mengatasi kecemasan secara efektif dan efisien.
Sementara dengan kemunculan vaksin, kecemasan mungkin sedikit berkurang, tetapi ketakutan dan fobia masih membayangi kepala. Satu-satunya cara Anda bisa mengatasinya adalah dengan pengendalian diri serta menjaga rasa tenang.
(tsa)