Transplantansi Tinja Diklaim Bisa Bantu Obati Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Transplantansi tinja diklaim bisa membantu mengobati Covid-19 . Ini berawal dari sebuah laporan yang menyebut bahwa transplatansi tinja telah membantu dua pasien terhindar dari risiko Covid-19 yang parah.
Kedua pasien baru-baru ini dirawat di rumah sakit di Polandia dengan infeksi bakteri dan diberi transplantasi tinja sebagai pengobatan. Kedua pasien kemudian dites positif Covid-19, tetapi tidak ada yang mengalami gejala parah meskipun memiliki kondisi yang mendasarinya.
"Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa transplantasi tinja, yang diberikan untuk meningkatkan respons kekebalan, mungkin telah mencegah pasien menjadi sangat sakit," tulis para penulis dalam penelitian tersebut dilansir dari Live Science, Rabu (21/7).
Disebut transplantasi mikrobiota tinja (FMT), melibatkan transplantasi tinja orang sehat ke dalam usus pasien yang memiliki kondisi usus, seperti infeksi bakteri clostridium difficile (C. diff). Kotoran ini diperkirakan memiliki campuran bakteri sehat yang dapat membantu tubuh melawan patogen berbahaya yang menyebabkan masalah seperti diare atau sindrom iritasi usus.
Transplantasi tinja telah digunakan untuk membantu meningkatkan efek imunoterapi pasien kanker. Ini bukan pertama kalinya transplantasi tinja diusulkan atau diberikan tanpa masalah pada pasien dengan infeksi bakteri dan Covid-19, tetapi para ilmuwan tidak tahu apakah transplantasi dapat mengobati atau mengurangi keparahan Covid-19.
Kedua pasien dalam studi kasus ini pergi ke rumah sakit karena infeksi bakteri dan tidak menunjukkan gejala Covid-19 sampai mereka telah dirawat dan memulai perawatan transplantasi tinja untuk infeksi bakteri.
Pasien pertama dalam studi kasus ini adalah seorang pria berusia 80 tahun yang pertama kali dirawat di rumah sakit karena pneumonia dan sepsis, atau keracunan darah. Tetapi pria itu juga kebetulan terinfeksi C. diff, yang membuatnya menjalani transplantasi tinja.
Setelah memulai transplantasi, ia juga dinyatakan positif Covid-19 dan memulai pengobatan dengan plasma konvalesen dan obat antivirus yang dikenal sebagai Remdesivir. Remdesivir dapat mengarah pada perbaikan setelah rata-rata 10 hari, dan manfaat plasma konvalesen terbatas.
Namun yang mengejutkan, dua hari setelah diberi transplantasi tinja, gejala Covid-19 sembuh dan radang paru-paru tidak bertambah parah.
Pasien kedua adalah pria berusia 19 tahun dengan penyakit radang usus atau kolitis ulserativa dan sedang dirawat dengan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh. Ia dirawat di rumah sakit setelah infeksi berulang C. difficile. Ia diberi transplantasi tinja dan antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri.
Sekitar 15 jam kemudian, ia mengalami demam dan dinyatakan positif Covid-19. Meskipun ia mengalami gangguan kekebalan dan tidak diberi pengobatan apa pun untuk Covid-19, ia hanya mengalami gejala ringan.
Kedua pasien baru-baru ini dirawat di rumah sakit di Polandia dengan infeksi bakteri dan diberi transplantasi tinja sebagai pengobatan. Kedua pasien kemudian dites positif Covid-19, tetapi tidak ada yang mengalami gejala parah meskipun memiliki kondisi yang mendasarinya.
"Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa transplantasi tinja, yang diberikan untuk meningkatkan respons kekebalan, mungkin telah mencegah pasien menjadi sangat sakit," tulis para penulis dalam penelitian tersebut dilansir dari Live Science, Rabu (21/7).
Disebut transplantasi mikrobiota tinja (FMT), melibatkan transplantasi tinja orang sehat ke dalam usus pasien yang memiliki kondisi usus, seperti infeksi bakteri clostridium difficile (C. diff). Kotoran ini diperkirakan memiliki campuran bakteri sehat yang dapat membantu tubuh melawan patogen berbahaya yang menyebabkan masalah seperti diare atau sindrom iritasi usus.
Transplantasi tinja telah digunakan untuk membantu meningkatkan efek imunoterapi pasien kanker. Ini bukan pertama kalinya transplantasi tinja diusulkan atau diberikan tanpa masalah pada pasien dengan infeksi bakteri dan Covid-19, tetapi para ilmuwan tidak tahu apakah transplantasi dapat mengobati atau mengurangi keparahan Covid-19.
Kedua pasien dalam studi kasus ini pergi ke rumah sakit karena infeksi bakteri dan tidak menunjukkan gejala Covid-19 sampai mereka telah dirawat dan memulai perawatan transplantasi tinja untuk infeksi bakteri.
Pasien pertama dalam studi kasus ini adalah seorang pria berusia 80 tahun yang pertama kali dirawat di rumah sakit karena pneumonia dan sepsis, atau keracunan darah. Tetapi pria itu juga kebetulan terinfeksi C. diff, yang membuatnya menjalani transplantasi tinja.
Setelah memulai transplantasi, ia juga dinyatakan positif Covid-19 dan memulai pengobatan dengan plasma konvalesen dan obat antivirus yang dikenal sebagai Remdesivir. Remdesivir dapat mengarah pada perbaikan setelah rata-rata 10 hari, dan manfaat plasma konvalesen terbatas.
Namun yang mengejutkan, dua hari setelah diberi transplantasi tinja, gejala Covid-19 sembuh dan radang paru-paru tidak bertambah parah.
Pasien kedua adalah pria berusia 19 tahun dengan penyakit radang usus atau kolitis ulserativa dan sedang dirawat dengan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh. Ia dirawat di rumah sakit setelah infeksi berulang C. difficile. Ia diberi transplantasi tinja dan antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri.
Sekitar 15 jam kemudian, ia mengalami demam dan dinyatakan positif Covid-19. Meskipun ia mengalami gangguan kekebalan dan tidak diberi pengobatan apa pun untuk Covid-19, ia hanya mengalami gejala ringan.
(dra)