Evolusi Perilaku Manusia Diperlukan untuk Atasi Masalah Sampah Plastik di Indonesia

Kamis, 18 November 2021 - 16:33 WIB
loading...
Evolusi Perilaku Manusia Diperlukan untuk Atasi Masalah Sampah Plastik di Indonesia
Webinar bertema Plastik dan Evolusi Perilaku Manusia belum lama ini menghadirkan para pembicara berkompeten. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Timbunan sampah di Indonesia pada 2020 mencapai 67,8 juta ton per tahun dan diperkirakan akan meningkat 5% setiap tahun. Dari jumlah tersebut, 15 persennya merupakan sampah plastik.

Di Pulau Jawa saja, sebanyak 88,17 persen sampah plastik masih diangkut ke TPA atau berserakan di lingkungan. Untuk itu, pemerintah menargetkan angka pengurangan sampah hingga 30% pada 2025, diiringi dengan dicanangkannya berbagai regulasi dan gerakan yang menegaskan pentingnya kolaborasi dari seluruh pihak untuk mengurai permasalahan sampah.

Perencana Madya Direktorat Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Erik Armundito memaparkan, ada lima hal terkait penanganan dan pengelolaan sampah yang menjadi kunci agar terjadi perubahan sosial serta perilaku masyarakat. Pertama, peraturan perundangan dan turunannya. Kedua, peningkatan pemahaman terhadap masyarakat.



Lalu yang ketiga tokoh panutan, yaitu mereka yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan sampah. Keempat, penyediaan fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah dan yang kelima penegakan hukum.

"Kelima poin tersebut sudah ada dalam rencana pembangunan jangka menengah kita di tahun 2020-2024 dan sudah masuk di rencana pembangunan nasional jangka panjang. Dalam merealisasikannya, tentu kolaborasi seluruh pihak sangat dibutuhkan," kata Erik dalam webinar bertema Plastik dan Evolusi Perilaku Manusia, Selasa (16/11/2021).

Menyikapi permasalahan tersebut, PT Unilever Indonesia berinisiatif menggandeng para pakar di bidang ilmu sosial untuk menggali lebih dalam dan mencari solusi permasalahan sampah plastik dari berbagai kajian humaniora melalui diskusi bersama belum lama ini.

“Merupakan tanggung jawab dan komitmen jangka panjang kami untuk turut membantu mengatasi permasalahan sampah, terutama sampah plastik di Indonesia. Kami percaya bahwa plastik memiliki tempatnya di dalam ekonomi, tetapi tidak di lingkungan kita," kata Maya Tamimi, Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation, pada kesempatan yang sama.

Masyarakat juga memiliki peran yang sangat penting dalam penanggulangan sampah. Berdasarkan data, 37,3% sampah yang terkumpul pada 2020 berasal dari rumah tangga. Bahkan dari 175.000 ton sampah yang dihasilkan Indonesia per hari, didominasi hingga 60% oleh sampah rumah tangga.



Antropolog dan Pengajar LPEM FEB UI Dr. Yosefina Anggraini, S.Sos, M.Si menerangkan, perilaku masyarakat terhadap sampah dapat dipahami melalui pendekatan materialisme budaya dari Marvin Harris. Pendekatan ini memandang bahwa kebudayaan merupakan produk hubungan antara benda-benda, di mana manusia menciptakan kebudayaan tertentu karena dianggap sesuai dengan lingkungan alam sekitar.

Dalam prosesnya, tiap kelompok masyarakat memiliki siasat untuk menghadapi berbagai tekanan geografis dan ancaman lingkungan sebagai bentuk strategi adaptasi.

“Berdasarkan pendekatan ini, untuk dapat membangun sebuah kebudayaan bijak sampah, dibutuhkan tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu infrastruktur, suprastruktur dan struktur. Ketiga komponen tersebut memiliki keterkaitan dengan industri," kata Dr. Yosefina.

Dalam komponen infrastruktur, industri harus menggunakan teknologi yang mendukung kelestarian ekologi dan populasi manusia. Sementara suprastruktur mencakup beragam ide, gagasan atau cara pandang ketika manusia harus hidup berdampingan dengan sampah sebagai konsekuensi dari industri.

"Untuk menciptakan perilaku bijak sampah, diperlukan pula dukungan dari struktur, yaitu organisasi yang ada dalam struktur masyarakat untuk meregulasi dan menata pengelolaan sampah, serta menerapkan perilaku bijak sampah sebagai nilai budaya baru dalam kehidupan sehari-hari," ujar Dr. Yosefina.



Sementara dari sisi sosiologi, penanaman kesadaran kolektif untuk bijak sampah plastik dapat dilakukan melalui banyak pendekatan. Namun, semua harus diawali dengan membangun kultur bijak sampah plastik, yaitu kesadaran individual untuk mengubah persepsi mengenai sampah plastik, serta peranan mereka dalam mengatasi permasalahan tersebut.

“Masyarakat harus terlebih daulu mengubah persepsi mengenai lingkungan, bahwa lingkungan harus dijaga agar kualitas kehidupan tetap baik untuk masa kini dan masa mendatang. Hal ini berhubungan pula dengan cara kita memandang sampah plastik sebagai bagian dari masalah lingkungan, bahwa sampah plastik bukan hal yang menjijikkan atau tidak bermakna, melainkan bagian dari keseharian yang jika mampu dikelola dan dikendalikan akan meningkatkan kualitas hidup," pungkas Dr. Arie Sujito, S.Sos, M.Si, Sosiolog dan Pengajar Fisipol Universitas Gadjah Mada.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1480 seconds (0.1#10.140)