5 Kuliner Khas Jawa Barat yang Penuh Filosofi, Cita Rasa Melegenda

Senin, 07 Maret 2022 - 13:24 WIB
loading...
5 Kuliner Khas Jawa Barat yang Penuh Filosofi, Cita Rasa Melegenda
Jawa Barat memiliki kuliner khas yang penuh filosofi budaya. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan lima kuliner tersebut sebagai warisan budaya tak benda. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Jawa Barat memiliki kuliner khas yang penuh filosofi budaya. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun telah menetapkan lima kuliner khas tersebut sebagai warisan budaya tak benda (WBTB).

Mulai dari empal gentong hingga dodol ketan Kasepuhan Banten Kidul. Sementara untuk urusan rasa, kelezatan kuliner istimewa ini sudah melegenda.

Tertarik untuk mencicipinya? Berikut kuliner khas Jawa Barat yang penuh filosifi seperti dirangkum dari berbagai sumber, Senin (7/3/2022).


1. Dodol Ketan Kasepuhan Banten Kidul

5 Kuliner Khas Jawa Barat yang Penuh Filosofi, Cita Rasa Melegenda


Kampung Adat Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu aspek penting dalam kawasan Geopark Ciletuh di Kabupaten Sukabumi. Kasepuhan yang masih mempertahankan adat Kasepuhan Banten Kidul ini juga memiliki kuliner yang khas. Namanya, dodol ketan Kasepuhan Banten Kidul.

Kuliner ini biasanya disajikan dalam berbagai acara adat dan hiburan rakyat, seperti acara seren taun. Makanan yang memiliki tekstur kenyal dan manis ini kerap dihidangkan untuk para tamu yang datang. Dodol terbuat dari campuran beras putih, beras ketan hitam, santan, dan gula aren.

Gula aren tak hanya membawa rasa manis, tetapi juga menambah aroma dari panganan ini. Cara membuatnya, semua bahan dicampur kemudian dimasak di atas wajan yang dipanaskan oleh bara api. Bahan-bahan tersebut kemudian diaduk selama 5-6 jam hingga mencapai adonan yang diinginkan.

2. Moci

5 Kuliner Khas Jawa Barat yang Penuh Filosofi, Cita Rasa Melegenda


Kue dari beras ketan seukuran kelereng ini menjadi salah satu kuliner dan buah tangan khas Kota Sukabumi. Moci sendiri merupakan makanan dari Jepang. Konon, moci di Sukabumi hadir pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Ketika itu, banyak keluarga di Sukabumi yang bekerja pada Jepang, sehingga menyerap ilmu membuat kue moci.

Tetapi, beberapa sumber sejarah lain menyebutkan bahwa moci pertama kali dikenalkan oleh orang-orang keturunan Tionghoa pada 1960-an. Saat itu, mereka tidak diperkenankan bekerja oleh pemerintah, sehingga membuat moci untuk menyambung nyawa.

Terlepas dari sejarah asal-usulnya, saat ini, moci telah menjelma menjadi oleh-oleh paling masyhur dari Sukabumi. Bahkan, seiring berjalannya waktu, kulit moci dan isiannya berkembang. Tak hanya isian kacang, namun juga cokelat, pandan, selai stroberi, teh hijau hingga keju.


3. Galendo

5 Kuliner Khas Jawa Barat yang Penuh Filosofi, Cita Rasa Melegenda


Berkunjung ke Kabupaten Ciamis tak lengkap rasanya kalau pulang tanpa membawa galendo. Kuliner yang terbuat dari saripati minyak kelapa ini rasanya manis dan gurih di mulut. Galendo bisa disantap langsung atau jadi campuran masakan khas Ciamis lainnya, seperti dage atau colok gebrug.

Proses pembuatan galendo memakan waktu yang cukup lama. Awalnya, ratusan butir kelapa dikupas dan diparut menggunakan mesin. Hasil parutan kemudian disaring dan diambil saripatinya dan diendapkan beberapa jam.

Saripati kemudian dimasak dengan menggunakan tungku yang bahan bakarnya berasal dari batok kelapa. Perlu stamina ekstra di sini. Sebab, proses memasak memakan waktu hingga empat jam dengan terus mengaduk saripati, agar tidak gosong.

Proses tersebut bertujuan untuk memisahkan saripati dan minyak kelapa. Galendo yang telah terpisah dari minyak, kemudian dikeringkan untuk memastikan minyaknya benar-benar hilang. Setelah itu, galendo baru bisa disajikan. Banyak toko cinderamata di Ciamis yang menjajakan galendo, baik dalam bentuk batang maupun bubuk.

4. Bubur Suro

5 Kuliner Khas Jawa Barat yang Penuh Filosofi, Cita Rasa Melegenda


Bubur suro adalah kuliner istimewa yang biasa tersaji saat upacara selamatan, khususnya saat memasuki Tahun Baru Islam yang jatuh pada 1 Muharram dalam kalender hijriah atau tanggal 10 Suro dalam penanggalan Jawa.

Bubur suro terbuat dari bubur beras, santen kelapa, dan lauk pauk. Lauk pauknya seperti sambal goreng, dendeng daging sapi suwir, ayam suwir, ikan asin jambal, ebi, serundeng kuning, kacang tanah goreng, buah delima pretel, buah jerus gede suwir, daung kemangi, dan bahan lainnya.

Selain itu, bubur suro juga disajikan bersama aneka hasil bumi, seperti kacang-kacangan, kelapa, umbi-umbian, dan buah-buahan. Dalam pembuatannya, bubur suro mengandung filosofi, yakni agar senantiasa bersyukur dan bersedekah.

Pasalnya, bahan-bahan pembuatan bubur ini berasal dari sukarela masyarakat dan diolah di Bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon. Untuk penyajiannya, bubur suro ditempatkan di wadah yang terbuat dari daun klutuk yang dibentuk seperti perahu sebagai pengingat Nabi Nuh.

Biasanya sebelum disajikan, terdapat beberapa upacara adat yang lebih dulu digelar di lingkungan Keraton Kanoman Cirebon.


5. Empal Gentong

5 Kuliner Khas Jawa Barat yang Penuh Filosofi, Cita Rasa Melegenda


Empal gentong merupakan sajian kuliner istimewa khas Cirebon. Sekilas, kuliner ini mirip dengan gulai. Padahal, dari cara pembuatan dan penyajiannya berbeda. Pada awalnya, empal gentong dibuat dari daging kerbau. Salah satu keunikannya, daging kerbau tersebut dimasukkan ke dalam gentong yang terbuat dari tanah kemudian dimasak dengan menggunakan kayu asam.

Empal gentong awalnya diciptakan oleh masyarakat Desa Battembat pada 1950-an. Kala itu, jumlah kerbau ternak di desa itu sangatlah banyak, sehingga para wanita desa ditantang untuk menyajikan kuliner lezat dari daging kerbau.

Namun, lambat laun, bahan dasar empal gentong tak melulu menggunakan daging kerbau, beralih ke daging sapi karena memasuki 1980-an, daging kerbau mulai sulit didapatkan. Para peternak saat itu dikisahkan mulai beralih beternak sapi.

Sumber lainnya menyebutkan bahwa empal gentong sedianya telah hadir sejak abad ke-15 di Cirebon. Kuliner ini merupakan produk akulturasi dari empat budaya, yakni budaya Arab, China, India dan Indonesia. Kala itu, Cirebon ibarat menjadi persinggahan pedagang dari Jalur Sutra.
(dra)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1515 seconds (0.1#10.140)