Sejarah Pawang Hujan di Indonesia, Lengkap dengan Sajen dan Maknanya

Senin, 21 Maret 2022 - 17:37 WIB
loading...
Sejarah Pawang Hujan di Indonesia, Lengkap dengan Sajen dan Maknanya
Pawang hujan Rara Isti Wulandari sedang melakukan ritual untuk menghentikan hujan di Sirkuit Mandalika belum lama ini. Gara-gara Rara, pamor pawang hujan melejit. Foto/Tangkapan Layar YouTube Intens Investigasi
A A A
JAKARTA - Gara-gara Raden Rara Isti Wulandari atau Mbak Rara, pamor pawang hujan melejit. Bukan hanya popularitas positif, tapi komentar negatif pun ramai dilayangkan untuknya.

Perempuan kelahiran Jayapura, Papua, pada 22 Oktober 1983 itu kini benar-benar dirujak netizen. Pekerjaannya dianggap hal klenik dan sangat disayangkan ditampilkan di pagelaran bertaraf internasional yaitu MotoGP Mandalika.



Meski begitu, Rara tidak memusingkan kalau ada pihak yang tidak senang kepadanya. Ia memilih fokus pada apa yang diyakininya dan mengerjakan tugas sebagai pawang hujan secara profesional.

Pamor profesi pawang hujan pun jadi buah bibir sekarang. Banyak orang yang penasaran sebetulnya pawang hujan itu ngapain dan sejak kapan profesi ini eksis di tanah Indonesia.

Dalam jurnal yang diterbitkan di eJournal Universitas Diponegoro, paparan di buku berjudul Drawings of Balinese Sorcery karya Hooykaas (1980) mengklasifikasikan panerangan tolak hujan dan pengujanan panggil hujan dalam kategori keeping watch, change, and defence atau penjaga, pengubah, dan pembela diri.





"Tolak hujan dipadankan dengan the art of clearing the sky atau ilmu membersihkan langit, sedangkan panggil hujan dipadankan dengan the art of making wind and rain atau ilmu membuat angin dan hujan," terang isi jurnal tersebut, dikutip Senin (21/3/2022).

Mantra tolak dan panggil hujan merupakan gabungan antara mantra dan sarana teks. Sarana di sini dimaksud dengan sesajen dan rerajahan gambar yang biasanya terdiri atas huruf atau figur.

Untuk menolak hujan, dapat digunakan figur gambar Bhatara Yama atau dewa penguasa surga yang mengadili roh setelah melewati batas akhir hidup. Atau digunakan gambar Singambara atau singa terbang. Rerajahan gambar berbentuk lingkaran atau persegi juga bisa dipakai.

Soal mantra teks, bisa dipakai rerajahan Bhatara Guru, Bhatara Wisnu, Hanoman kera putih, atau Bhima yang merupakan tokoh sakti dari Pandawa lima. Figur lain yang sering dimunculkan adalah Demung Dodokan atau dewa naga laut, Kalarau, Yuyu kepiting, Kodok kodok, Dewa Langit Arsa Telu, atau Naga Nguyup Matanai.

"Hooykaas menjelaskan di bukunya juga bahwa ritual tolak hujan dapat digunakan sebagai proteksi pertunjukan wayang kulit," terang laporan tersebut.

Seperti apa ritual yang dikerjakan?

Setiap pawang ternyata memiliki cara masing-masing. Ketika Anda tahu bahwa ritual pawang A mengenakan teknik A, maka pawang B mungkin akan menggunakan teknik yang berbeda, tidak harus A.

Tapi, ritual biasa dikerjakan dengan pasa putih atau berpuasa dengan hanya makan nasi tanpa garam dan minum air putih, sebelum 'hajatan' diadakan. Setelah itu, pawang hujan akan datang ke tempat tujuan memasang sepasang janur. Nah, janur ini diikat ke tiang yang menjadi pusat acara.

Jika acara menggunakan panggung, maka janur diikatkan di dua tiang panggung. Jika acara dilakukan di gedung, pawang hujan akan mengikat janur di pintu masuk kanan dan kiri.

Praktik ritual pawang hujan lainnya ialah menggunakan sapu lidi yang ditusuk di atasnya bawang merah, bawang putih, dan cabai. Teknik ini biasa dipakai di acara pernikahan.

Sesajen Pawang Hujan

Dalam menjalankan tugas sebagai pawang hujan, ada beberapa sajen yang mesti disiapkan. Sajen tersebut ternyata memiliki makna tersendiri.

"Ritual penangkal hujan memerlukan sesaji atau sajen. Sajen yang paling penting adalah tumpeng. Tumpeng ini disebut sebagai tumpeng robyong yang mengandung simbol budaya," terang laporan tersebut.

Berikut ini beberapa sesajen yang diminta pawang hujan untuk menolak hujan:

1. Telur yang dilambangkan sebagai wiji dadi (benih), terjadinya manusia.

2. Bumbu megono (gudangan): merupakan lukisan bakal (embrio) hidup manusia.

3. Cambah: benih dan bakal manusia yang akan selalu tumbuh.

4. Kacang panjang: dalam kehidupan semestinya manusia berpikir panjang (nalar kang mulur) dan jangan memiliki pemikiran picik (mulur mungkrete nalar pating saluwir), sehingga dapat menanggapi segala hal dengan kesadaran.

5. Tomat: kesadaran itu akan menimbulkan perbuatan yang gemar maksiat berupaya menjadi jalma limpat seprapat tamat.

6. Brambang: perbuatan yang selalu dengan pertimbangan.

7. Kangkung: manusia semacam itu tergolong manusia linangkung (tingkat tinggi).

8. Bayem: karenanya bukan mustahil kalau hidupnya jadi ayem tentrem.

9. Lombok abang: akhirnya akan muncul keberanian dan tekad untuk manunggal dengan Tuhan.

10. Ingkung: cita-cita manunggal itu dilakukan melalui manekung.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2607 seconds (0.1#10.140)