Aktivitas Masyarakat Kembali Bergeliat, Sejumlah Rumah Makan di Singapura Sempat Kewalahan
loading...
A
A
A
SINGAPURA - Banyak rumah makan atau restoran yang turut terimbas pandemi Covid-19. Hal ini tidak terjadi di Indonesia saja, tetapi juga global, salah satunya adalah Singapura.
Selama pandemi Covid-19 mendera, banyak rumah makan yang terpaksa harus mengurangi pekerjanya lantaran tidak sanggup untuk menggajinya.
"Banyak orang yang telah dilepaskan dari pekerjaannya karena banyak dari mereka (rumah makan) tidak mampu untuk membayar gaji pekerja," ucap Budianto Widjaja, seorang staf sebuah restoran di Jurong East, Singapura, saat berbincang dengan SINDOnews, beberapa waktu lalu.
Baca juga: 3 Penyebab Kolesterol Tinggi di Usia Muda, Wajib Dihindari sejak Dini
Kala itu, dikarenakan segala aktivitas masyarakat dilakukan dari rumah, maka rumah makan hanya melayani penjualan online atau take away.
Namun, kondisi tersebut berubah ketika kasus Covid-19 mulai melandai dan Pemerintah Singapura memberikan kelonggaran pada warganya.
"Seiring berjalannya waktu, keadaan perlahan semakin membaik, pelan-pelan semua diperbolehkan untuk kembali seperti biasa. Namun masih ada beberapa peraturan yang harus diikuti. Seperti tidak semua orang kantor boleh masuk seluruhnya, mungkin hanya 50% dan bergilir," terang pria yang akrab disapa Budi itu.
Selain itu, pusat perbelanjaan tidak boleh penuh, apabila terlalu penuh, maka pengunjung harus mengantre untuk masuk dan bergantian.
"Ada juga mall yang membolehkan masuk tergantung dengan nomor IC-nya (Identity Card atau semacam KTP). Kalau nomor IC-nya berakhir dengan angka genap hanyak boleh masuk di hari tertentu dan begitu juga sebaliknya, untuk yang ganjil. Ini supaya tidak terlalu penuh," jelasnya.
Menariknya, ketika mobilitas masyarakat mulai kembali normal, tidak sedikit rumah makan yang justru agak kewalahan. Pasalnya, mereka kekurangan karyawan imbas pengurangan pekerja lantaran pandemi.
"Iya, sangat amat berbeda (setelah pandemi mereda). Banyak tempat rumah makan saat ini yang mengalami kekurangan pekerja," ucap Budi, yang sudah cukup lama menetap di Singapura.
Di sisi lain, untuk rumah makan, diterapkan aturan pembatasan atau pemberian jarak 1 meter antara satu meja dan kursi dengan meja dan kursi yang lainnya.
"Pemerintah juga membentuk kelompok untuk mengontrol semua ini. Ketika ada perusahaan atau rumah makan tidak memenuhi peraturan yang sudah diterapin, maka mereka akan didenda, atau bahkan ditutup beberapa hari atau bahkan beberapa minggu," jelas pria yang banyak melewatkan masa kecilnya di Surabaya ini.
Sementara itu, saat Singapura membuka penuh gerbang internasionalnya, apakah hal ini berpengaruh terhadap jumlah pengunjung?
Menurut Budi, jumlah pengunjung, baik dari Singapura maupun turis asing, sama-sama cukup banyak. "Namun, itu tergantung pada lokasinya. Ya, tergantung di daerah mana, karena Singapura kan punya banyak tempat kuliner," ujarnya.
Baca juga: Seperti di Indonesia, Mobilitas Masyarakat di Singapura Kembali Meningkat ketika Covid-19 Melandai
Dia pun mengingatkan bahwa para pengunjung harus memenuhi salah satu syarat yang penting, yakni sudah mendapatkan 3 kali vaksin Covid-19.
Selama pandemi Covid-19 mendera, banyak rumah makan yang terpaksa harus mengurangi pekerjanya lantaran tidak sanggup untuk menggajinya.
"Banyak orang yang telah dilepaskan dari pekerjaannya karena banyak dari mereka (rumah makan) tidak mampu untuk membayar gaji pekerja," ucap Budianto Widjaja, seorang staf sebuah restoran di Jurong East, Singapura, saat berbincang dengan SINDOnews, beberapa waktu lalu.
Baca juga: 3 Penyebab Kolesterol Tinggi di Usia Muda, Wajib Dihindari sejak Dini
Kala itu, dikarenakan segala aktivitas masyarakat dilakukan dari rumah, maka rumah makan hanya melayani penjualan online atau take away.
Namun, kondisi tersebut berubah ketika kasus Covid-19 mulai melandai dan Pemerintah Singapura memberikan kelonggaran pada warganya.
"Seiring berjalannya waktu, keadaan perlahan semakin membaik, pelan-pelan semua diperbolehkan untuk kembali seperti biasa. Namun masih ada beberapa peraturan yang harus diikuti. Seperti tidak semua orang kantor boleh masuk seluruhnya, mungkin hanya 50% dan bergilir," terang pria yang akrab disapa Budi itu.
Selain itu, pusat perbelanjaan tidak boleh penuh, apabila terlalu penuh, maka pengunjung harus mengantre untuk masuk dan bergantian.
"Ada juga mall yang membolehkan masuk tergantung dengan nomor IC-nya (Identity Card atau semacam KTP). Kalau nomor IC-nya berakhir dengan angka genap hanyak boleh masuk di hari tertentu dan begitu juga sebaliknya, untuk yang ganjil. Ini supaya tidak terlalu penuh," jelasnya.
Menariknya, ketika mobilitas masyarakat mulai kembali normal, tidak sedikit rumah makan yang justru agak kewalahan. Pasalnya, mereka kekurangan karyawan imbas pengurangan pekerja lantaran pandemi.
"Iya, sangat amat berbeda (setelah pandemi mereda). Banyak tempat rumah makan saat ini yang mengalami kekurangan pekerja," ucap Budi, yang sudah cukup lama menetap di Singapura.
Di sisi lain, untuk rumah makan, diterapkan aturan pembatasan atau pemberian jarak 1 meter antara satu meja dan kursi dengan meja dan kursi yang lainnya.
"Pemerintah juga membentuk kelompok untuk mengontrol semua ini. Ketika ada perusahaan atau rumah makan tidak memenuhi peraturan yang sudah diterapin, maka mereka akan didenda, atau bahkan ditutup beberapa hari atau bahkan beberapa minggu," jelas pria yang banyak melewatkan masa kecilnya di Surabaya ini.
Sementara itu, saat Singapura membuka penuh gerbang internasionalnya, apakah hal ini berpengaruh terhadap jumlah pengunjung?
Menurut Budi, jumlah pengunjung, baik dari Singapura maupun turis asing, sama-sama cukup banyak. "Namun, itu tergantung pada lokasinya. Ya, tergantung di daerah mana, karena Singapura kan punya banyak tempat kuliner," ujarnya.
Baca juga: Seperti di Indonesia, Mobilitas Masyarakat di Singapura Kembali Meningkat ketika Covid-19 Melandai
Dia pun mengingatkan bahwa para pengunjung harus memenuhi salah satu syarat yang penting, yakni sudah mendapatkan 3 kali vaksin Covid-19.
(nug)