Cegah Paparan Pornografi di Internet pada Anak, Orangtua Perlu Lakukan Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tingginya aktivitas digital masyarakat turut membuka terjadinya potensi buruk, mulai penipuan, pencurian akun, hingga paparan pornografi terhadap anak. Terkait pornografi, orangtua memiliki peran penting untuk mencegah paparan hal tersebut pada si buah hati.
We Are Social mencatat, pada 2021 pengguna internet di Tanah Air mencapai 202,6 juta atau sekitar 61,8% dari total populasi Indonesia. Sementara menurut survei Literasi Digital di tahun yang sama, indeks atau skor literasi digital di Indonesia berada pada angka 3,49 dari skala 1-5. Skor tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi digital di Indonesia masih dalam kategori "sedang".
Sebagai respons untuk menanggapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi serta mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, secara daring pada 6 Juli lalu. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada 2024.
Wakil Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi Sulselbar Alem Febri Sonni mengatakan, tingginya aktivitas digital masyarakat turut membuka terjadinya potensi buruk, mulai penipuan, pencurian akun, hingga paparan pornografi terhadap anak. Pemahaman orangtua akan literasi digital merupakan kompetensi utama yang harus dimiliki dari sisi keamanan bagi anak di dunia maya.
Menurut dia, orangtua juga harus mampu mengembangkan keterampilan anak yang dikaitkan dengan pemanfaatan teknologi digital.
“Orangtua harus paham bagaimana meliterasi anak-anak tentang hal apa saja yang masuk dalam bahaya digitalisasi, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengamankan seluruh saluran dan jalur yang bakal digunakan oleh anak. Orangtua harus paham apa saja sih yang sedang diakses atau dikonsumsi anak ketika menggunakan internet,” papar Alem dalam webinar bertema Mencegah Anak Terpapar Pornografi tersebut.
Terkait budaya di dunia digital, Pandu Digital Madya Indonesia Kominfo RI dan Jawara Internet Sehat ICT Watch Agus Andira yang juga menjadi pembicara dalam webinar menjelaskan, peran keluarga sangat penting untuk membimbing anak memperoleh manfaat positif internet sekaligus menangkal dampak negatif teknologi digital.
Menurut dia, pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi landasan dalam kecakapan bermedia digital, sehingga nilai tersebut akan menjadi panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital. Setiap orangtua dan keluarga punya peran strategis untuk membangun budaya digital ini bagi anak-anak. Misalnya dengan menjaga komunikasi dengan anak serta terus membekali diri dan belajar akan perkembangan teknologi digital.
“Orangtua dapat memanfaatkan aplikasi parental control yang dapat membantu dalam proses pendampingan akan segala sesuatu yang diakses anak pada gawainya. Orangtua juga bisa membuat aturan bersama penggunaan internet dan tegakkan konsekuensinya, serta menjadi teman dan ikuti anak dalam akun media sosialnya,” beber Agus.
Sementara itu, Dosen Universitas Sriwijaya dan Anggota Indonesian Association of Public Administration Anang Dwi Santoso menambahkan, paparan pornografi pada anak cukup berbahaya bagi perkembangan otaknya.
Dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 disebutkan hal-hal yang termasuk dalam bagian dari pornografi itu bisa berupa gambar, ilustrasi, sketsa, foto, tulisan, suara, gambar bergerak atau animasi, percakapan, gerak tubuh, serta pesan-pesan lain yang memuat kecabulan dan eksploitasi seksual. Alasan utama anak mengakses pornografi umumnya karena kejenuhan, merasa kesepian, stres, dan lelah.
“Hal-hal yang perlu dihindari terkait dengan pelanggaran pornografi misalnya hindari memuat foto atau gambar dengan tampilan busana yang minim, hindari merekam suara atau membuat suara yang mengeksploitasi seks diri dan orang lain, tidak boleh juga untuk membuat serta mengedarkan materi-materi pornografi dalam berbagai media komunikasi,” papar Anang.
Hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital ini diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan menciptakan komunitas cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Lihat Juga: Sandiaga Ajak Santri di Lombok Barat Perkuat Kreativitas dan Inovasi dengan Digitalpreneur
We Are Social mencatat, pada 2021 pengguna internet di Tanah Air mencapai 202,6 juta atau sekitar 61,8% dari total populasi Indonesia. Sementara menurut survei Literasi Digital di tahun yang sama, indeks atau skor literasi digital di Indonesia berada pada angka 3,49 dari skala 1-5. Skor tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi digital di Indonesia masih dalam kategori "sedang".
Sebagai respons untuk menanggapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi serta mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, secara daring pada 6 Juli lalu. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada 2024.
Wakil Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi Sulselbar Alem Febri Sonni mengatakan, tingginya aktivitas digital masyarakat turut membuka terjadinya potensi buruk, mulai penipuan, pencurian akun, hingga paparan pornografi terhadap anak. Pemahaman orangtua akan literasi digital merupakan kompetensi utama yang harus dimiliki dari sisi keamanan bagi anak di dunia maya.
Menurut dia, orangtua juga harus mampu mengembangkan keterampilan anak yang dikaitkan dengan pemanfaatan teknologi digital.
“Orangtua harus paham bagaimana meliterasi anak-anak tentang hal apa saja yang masuk dalam bahaya digitalisasi, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengamankan seluruh saluran dan jalur yang bakal digunakan oleh anak. Orangtua harus paham apa saja sih yang sedang diakses atau dikonsumsi anak ketika menggunakan internet,” papar Alem dalam webinar bertema Mencegah Anak Terpapar Pornografi tersebut.
Terkait budaya di dunia digital, Pandu Digital Madya Indonesia Kominfo RI dan Jawara Internet Sehat ICT Watch Agus Andira yang juga menjadi pembicara dalam webinar menjelaskan, peran keluarga sangat penting untuk membimbing anak memperoleh manfaat positif internet sekaligus menangkal dampak negatif teknologi digital.
Menurut dia, pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi landasan dalam kecakapan bermedia digital, sehingga nilai tersebut akan menjadi panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital. Setiap orangtua dan keluarga punya peran strategis untuk membangun budaya digital ini bagi anak-anak. Misalnya dengan menjaga komunikasi dengan anak serta terus membekali diri dan belajar akan perkembangan teknologi digital.
“Orangtua dapat memanfaatkan aplikasi parental control yang dapat membantu dalam proses pendampingan akan segala sesuatu yang diakses anak pada gawainya. Orangtua juga bisa membuat aturan bersama penggunaan internet dan tegakkan konsekuensinya, serta menjadi teman dan ikuti anak dalam akun media sosialnya,” beber Agus.
Sementara itu, Dosen Universitas Sriwijaya dan Anggota Indonesian Association of Public Administration Anang Dwi Santoso menambahkan, paparan pornografi pada anak cukup berbahaya bagi perkembangan otaknya.
Dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 disebutkan hal-hal yang termasuk dalam bagian dari pornografi itu bisa berupa gambar, ilustrasi, sketsa, foto, tulisan, suara, gambar bergerak atau animasi, percakapan, gerak tubuh, serta pesan-pesan lain yang memuat kecabulan dan eksploitasi seksual. Alasan utama anak mengakses pornografi umumnya karena kejenuhan, merasa kesepian, stres, dan lelah.
“Hal-hal yang perlu dihindari terkait dengan pelanggaran pornografi misalnya hindari memuat foto atau gambar dengan tampilan busana yang minim, hindari merekam suara atau membuat suara yang mengeksploitasi seks diri dan orang lain, tidak boleh juga untuk membuat serta mengedarkan materi-materi pornografi dalam berbagai media komunikasi,” papar Anang.
Hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital ini diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan menciptakan komunitas cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Lihat Juga: Sandiaga Ajak Santri di Lombok Barat Perkuat Kreativitas dan Inovasi dengan Digitalpreneur
(tsa)