WHO Tetapkan Cacar Monyet Darurat Global, IDI Minta Dokter Waspadai Gejala pada Pasien
loading...
A
A
A
"Selain itu, transmisi secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasental (infeksi Cacar Monyet kongenital) juga dimungkinkan,” tambahnya.
Periode inkubasi cacar monyet berkisar antara 5-21 hari dengan rerata 6-16 hari. Setelah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis berupa demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan rasa lemah yang prominen.
Dalam 1-3 hari setelah demam muncul, pasien akan mendapati bercak-bercak pada kulit, dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh. Bercak tersebut terutama akan ditemukan pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Bercak akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule yang dalam 10 hari akan berubah menjadi koreng.
Pengurus pusat PETRI (Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia) itu juga menerangkan bahwa hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi cacar monyet.
Meski demikian, di masa lalu, vaksinasi terhadap penyakit cacar yang disebabkan oleh karena infeksi virus variola yang dinyatakan telah tereradikasi secara global sejak 1980, dikatakan dapat memberikan efektivitas proteksi sebesar 85 persen untuk mencegah infeksi cacar monyet.
Lebih lanjut dr. Adityo mengingatkan bahwa dengan ditemukannya kasus cacar monyet di Singapura, maka masyarakat juga perlu mewaspadai terhadap kemungkinan masuknya virus ini di Indonesia. Dan hal ini menjadi lebih penting terutama pada populasi khusus oleh karena risiko fatalitas cacar monyet ini dikatakan lebih tinggi pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi).
Sementara itu, Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) mengatakan bahwa pemahaman yang baik terhadap infeksi cacar monyet dan kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa atau outbreak menjadi modal utama dalam aspek pencegahan.
Upaya untuk menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi merupakan kunci pencegahan yang dinilai paling efektif pada saat outbreak, diiringi dengan upaya surveilans dan deteksi dini kasus aktif guna melakukan karantina untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.
Dr Agus juga meminta tenaga Kesehatan baik dokter maupun perawat yang menemukan gejala cacar monyet pada pasien agar segera tes PCR yakni metode pemeriksaan virus cacar monyet dengan mendeteksi DNA virus tersebut. Selain itu, dan segera melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat agar bisa segera dilakukan surveilans.
Periode inkubasi cacar monyet berkisar antara 5-21 hari dengan rerata 6-16 hari. Setelah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis berupa demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan rasa lemah yang prominen.
Dalam 1-3 hari setelah demam muncul, pasien akan mendapati bercak-bercak pada kulit, dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh. Bercak tersebut terutama akan ditemukan pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Bercak akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule yang dalam 10 hari akan berubah menjadi koreng.
Pengurus pusat PETRI (Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia) itu juga menerangkan bahwa hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi cacar monyet.
Meski demikian, di masa lalu, vaksinasi terhadap penyakit cacar yang disebabkan oleh karena infeksi virus variola yang dinyatakan telah tereradikasi secara global sejak 1980, dikatakan dapat memberikan efektivitas proteksi sebesar 85 persen untuk mencegah infeksi cacar monyet.
Lebih lanjut dr. Adityo mengingatkan bahwa dengan ditemukannya kasus cacar monyet di Singapura, maka masyarakat juga perlu mewaspadai terhadap kemungkinan masuknya virus ini di Indonesia. Dan hal ini menjadi lebih penting terutama pada populasi khusus oleh karena risiko fatalitas cacar monyet ini dikatakan lebih tinggi pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi).
Sementara itu, Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) mengatakan bahwa pemahaman yang baik terhadap infeksi cacar monyet dan kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa atau outbreak menjadi modal utama dalam aspek pencegahan.
Upaya untuk menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi merupakan kunci pencegahan yang dinilai paling efektif pada saat outbreak, diiringi dengan upaya surveilans dan deteksi dini kasus aktif guna melakukan karantina untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.
Dr Agus juga meminta tenaga Kesehatan baik dokter maupun perawat yang menemukan gejala cacar monyet pada pasien agar segera tes PCR yakni metode pemeriksaan virus cacar monyet dengan mendeteksi DNA virus tersebut. Selain itu, dan segera melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat agar bisa segera dilakukan surveilans.