Duka Lingkungan dan Masyarakat Akibat TPA Cipeucang
loading...

Protes warga terhadap adanya TPA Cipeucang di wilayah mereka yang mengakibatkan rusaknya lingkungan. Foto/Walhi Jakarta
A
A
A
TANGSEL - Bagi warga Tangerang Selatan, terutama Kelurahan Kademangan, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cipeucang ibarat tong sampah besar.
Pasalnya, TPA yang beroperasi sejak Juni 2012 dan memiliki luas 2,4 hektare itu dapat menerima kiriman sampah 300 ton setiap hari.
Namun, memasuki usia delapan tahun beroperasi, terjadi longsoran sampah ke sungai akibat jebolnya turap yang menopang TPA Cipeucang.
Sebagian sampah sudah terbawa arus sehingga memenuhi sepanjang aliran sungai dan sisanya masih menumpuk di badan sungai. Tumpukan sampah ini menghambat arus sungai sehingga daerah pemukiman akan rawan banjir jika hujan turun.
Longsornya sampah ini juga menyebabkan polusi udara karena bau menyengat dari tumpukan sampah yang mengandung gas metana.
Akibatnya, menimbulkan penyakit pernapasan, serta mengancam kualitas air sungai yang dimanfaatkan oleh PDAM Tirta Benteng untuk disalurkan ke rumah-rumah warga.
Belum lagi dampak dari air lindi yang meresap ke tanah dan mengancam sumur – sumur sekitar TPA Cipeucang.
Sejak awal banyak dilakukan penolakan oleh warga sekitar karena lokasi TPA Cipeucang persis berada di sempadan Sungai Cisadane.
Menurut Peraturan Menteri PUPR No. 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, bahwa lokasi TPA tidak boleh berada di kawasan lindung.
Sementara TPA Cipeucang hanya berjarak kurang lebih 50 meter dari pemukiman warga, tetapi pemerintah Kota Tangerang tetap melanjutkan penetapan lokasi TPA Cipeucang tanpa mengindahkan dampak buruk terhadap lingkungan.
Pasalnya, TPA yang beroperasi sejak Juni 2012 dan memiliki luas 2,4 hektare itu dapat menerima kiriman sampah 300 ton setiap hari.
Namun, memasuki usia delapan tahun beroperasi, terjadi longsoran sampah ke sungai akibat jebolnya turap yang menopang TPA Cipeucang.
Sebagian sampah sudah terbawa arus sehingga memenuhi sepanjang aliran sungai dan sisanya masih menumpuk di badan sungai. Tumpukan sampah ini menghambat arus sungai sehingga daerah pemukiman akan rawan banjir jika hujan turun.
Longsornya sampah ini juga menyebabkan polusi udara karena bau menyengat dari tumpukan sampah yang mengandung gas metana.
Akibatnya, menimbulkan penyakit pernapasan, serta mengancam kualitas air sungai yang dimanfaatkan oleh PDAM Tirta Benteng untuk disalurkan ke rumah-rumah warga.
Belum lagi dampak dari air lindi yang meresap ke tanah dan mengancam sumur – sumur sekitar TPA Cipeucang.
Sejak awal banyak dilakukan penolakan oleh warga sekitar karena lokasi TPA Cipeucang persis berada di sempadan Sungai Cisadane.
Menurut Peraturan Menteri PUPR No. 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, bahwa lokasi TPA tidak boleh berada di kawasan lindung.
Sementara TPA Cipeucang hanya berjarak kurang lebih 50 meter dari pemukiman warga, tetapi pemerintah Kota Tangerang tetap melanjutkan penetapan lokasi TPA Cipeucang tanpa mengindahkan dampak buruk terhadap lingkungan.