Tekan Prevalensi Merokok Melalui Pendekatan Alternatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus berupaya turunkan prevalensi merokok , salah satunya melalui strategi pendekatan ekonomi dengan menaikkan tarif cukai.
Namun, upaya tersebut dinilai masih belum cukup efektif. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Satria Aji Imawan menyebutkan, pemerintah berharap konsumsi rokok menjadi turun lewat penetapan tarif cukai.
Sayangnya, kebijakan tersebut tidak cukup efektif, lantaran daya beli terhadap produk tersebut masih tetap tinggi. "Perlu adanya intervensi sosial yang dapat mengubah kebiasaan para perokok ini dengan sebuah insentif sosial ketimbang ekonomi," ujar Satria, Selasa (30/8/2022).
Baca juga: 6 Tempat Wisata di Batam yang Lagi Hits, Nomor Terakhir Cocok Banget Buat Healing
Pemerintah, lanjut dia, perlu melakukan riset untuk memperoleh bukti-bukti penyebab kenapa perokok tetap membeli rokok meski harga dan cukainya tinggi.
Hasil riset kemudian diadvokasikan kepada para pemangku kepentingan. "Pendekatan-pendekatan sosial ini penting sebagai pelengkap pendekatan ekonomi yang sering dilakukan pemerintah selama ini," sambungnya.
Strategi pengurangan jumlah perokok dapat dilakukan dengan masif dan persuasif. Masif, kata Satria, menggunakan media konvensional dan media online. Sementara persuasif lebih bersifat ringan.
"Tidak mendikte dan melibatkan banyak kreator agar kampanye bersifat mengimbau ketimbang melarang," tegasnya.
Dalam kegiatan Global Forum on Nicotine (GFN) 2022 yang belum lama ini diselenggarakan secara daring dari Warsawa, Polandia, membahas tentang produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau dipanaskan, rokok elektrik, dan kantong nikotin, sebagai opsi bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti dari kebiasaan merokok.
Isu tersebut menjadi pembahasan dalam tema "Misinformation: who can we trust?". Salah satu narasumber dalam diskusi tersebut, Cother Hajat, Dokter Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi sekaligus Anggota Royal College of Physicians dan Fakultas Kesehatan Masyarakat di Inggris.
Cother Hajat menyampaikan bahwa produk tembakau alternatif efektif dalam menurunkan prevalensi merokok. Contohnya adalah Swedia. Negara Skandinavia ini mendukung penggunaan kantong nikotin sehingga memiliki prevalensi perokok pria yang terendah di Uni Eropa dengan besaran 5 persen.
Rendahnya angka tersebut juga berkorelasi dengan sedikitnya jumlah kematian yang diakibatkan oleh konsumsi rokok pada pria usia 30 tahun atau lebih. "Swedia telah menunjukkan melalui regulasi, produk tembakau alternatif telah meminimalkan bahaya," ungkap Cother.
Baca juga: Film Until Tomorrow, Angkat Kisah Cinta Alan Tito dan Daslina Sombi yang Menginspirasi
Atas dasar itu, Cother mendorong penggunaan produk tembakau alternatif untuk membantu negara-negara yang selama ini kesulitan dalam menurunkan prevalensi merokok.
Namun, upaya tersebut dinilai masih belum cukup efektif. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Satria Aji Imawan menyebutkan, pemerintah berharap konsumsi rokok menjadi turun lewat penetapan tarif cukai.
Sayangnya, kebijakan tersebut tidak cukup efektif, lantaran daya beli terhadap produk tersebut masih tetap tinggi. "Perlu adanya intervensi sosial yang dapat mengubah kebiasaan para perokok ini dengan sebuah insentif sosial ketimbang ekonomi," ujar Satria, Selasa (30/8/2022).
Baca juga: 6 Tempat Wisata di Batam yang Lagi Hits, Nomor Terakhir Cocok Banget Buat Healing
Pemerintah, lanjut dia, perlu melakukan riset untuk memperoleh bukti-bukti penyebab kenapa perokok tetap membeli rokok meski harga dan cukainya tinggi.
Hasil riset kemudian diadvokasikan kepada para pemangku kepentingan. "Pendekatan-pendekatan sosial ini penting sebagai pelengkap pendekatan ekonomi yang sering dilakukan pemerintah selama ini," sambungnya.
Strategi pengurangan jumlah perokok dapat dilakukan dengan masif dan persuasif. Masif, kata Satria, menggunakan media konvensional dan media online. Sementara persuasif lebih bersifat ringan.
"Tidak mendikte dan melibatkan banyak kreator agar kampanye bersifat mengimbau ketimbang melarang," tegasnya.
Dalam kegiatan Global Forum on Nicotine (GFN) 2022 yang belum lama ini diselenggarakan secara daring dari Warsawa, Polandia, membahas tentang produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau dipanaskan, rokok elektrik, dan kantong nikotin, sebagai opsi bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti dari kebiasaan merokok.
Isu tersebut menjadi pembahasan dalam tema "Misinformation: who can we trust?". Salah satu narasumber dalam diskusi tersebut, Cother Hajat, Dokter Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi sekaligus Anggota Royal College of Physicians dan Fakultas Kesehatan Masyarakat di Inggris.
Cother Hajat menyampaikan bahwa produk tembakau alternatif efektif dalam menurunkan prevalensi merokok. Contohnya adalah Swedia. Negara Skandinavia ini mendukung penggunaan kantong nikotin sehingga memiliki prevalensi perokok pria yang terendah di Uni Eropa dengan besaran 5 persen.
Rendahnya angka tersebut juga berkorelasi dengan sedikitnya jumlah kematian yang diakibatkan oleh konsumsi rokok pada pria usia 30 tahun atau lebih. "Swedia telah menunjukkan melalui regulasi, produk tembakau alternatif telah meminimalkan bahaya," ungkap Cother.
Baca juga: Film Until Tomorrow, Angkat Kisah Cinta Alan Tito dan Daslina Sombi yang Menginspirasi
Atas dasar itu, Cother mendorong penggunaan produk tembakau alternatif untuk membantu negara-negara yang selama ini kesulitan dalam menurunkan prevalensi merokok.
(nug)