Gaya Hidup Hustle Culture Bisa Dihindari, Terapkan Cara Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kalangan muda memiliki kecenderungan mengadopsi gaya hidup hustle culture hingga menjadi tren dewasa ini.
Menurut Ketua Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DPP Pemuda Partai Perindo Nuke Azwita, gaya hidup hustle culture diadopsi oleh mereka yang workaholic karena merasa harus terus bekerja keras dan hanya perlu meluangkan sedikit waktu untuk istirahat. Namun perlu diingat, suatu yang berlebih juga bukan hal yang baik. Sama halnya dengan hustle culture ini yang dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental.
Biasanya mereka yang terjebak dalam hustle culture menganggap jalan menuju kesuksesan dan kesejahteraan hanya dengan bekerja. Alhasil, jam kerja pun sering kali melebihi waktu normal. Lembur sudah jadi makanan harian.
"Karena hustle culture ini, anak muda sering kali mengalami insecure yang membuat dirinya merasa tidak percaya diri," kata Nuke Azwita dalam Podcast Aksi Nyata bertajuk Fenomena Hustle Culture di Kalangan Generasi Muda, Selasa (4/10/2022).
Nuke menambahkan, salah satu faktor penyebab hustle culture adalah toxic positivity, di mana seseorang punya tujuan sendiri untuk menjadi sukses.
"Ada orang yang mau sukses biar dilihat orang, ada yang karena generasi sandwich, maksudnya tulang punggung keluarga, mereka bekerja untuk memiliki tambahan uang, dan ada juga yang untuk menutupi utang karena membeli kebutuhan demi gaya hidup," tuturnya.
Beruntung, hustle culture masih bisa dihindari. Salah satunya dengan mengontrol diri dan melihat kapasitas diri.
"Kalau merasa lelah jangan dipaksa. Sesuatu yang berlebihan itu nggak baik. Kerjakan pekerjaan sesuai porsi tubuh kita. Kalau capek ya istirahat dulu, ambil libur. Karena kadang orang yang terlalu ambisius justru nggak dapat apa-apa," tuntasnya.
Lihat Juga: Usung Konsep Affordable Indulgence, Perusahaan Gaya Hidup LDS Group Siap Berekspansi di 2025
Menurut Ketua Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DPP Pemuda Partai Perindo Nuke Azwita, gaya hidup hustle culture diadopsi oleh mereka yang workaholic karena merasa harus terus bekerja keras dan hanya perlu meluangkan sedikit waktu untuk istirahat. Namun perlu diingat, suatu yang berlebih juga bukan hal yang baik. Sama halnya dengan hustle culture ini yang dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental.
Biasanya mereka yang terjebak dalam hustle culture menganggap jalan menuju kesuksesan dan kesejahteraan hanya dengan bekerja. Alhasil, jam kerja pun sering kali melebihi waktu normal. Lembur sudah jadi makanan harian.
"Karena hustle culture ini, anak muda sering kali mengalami insecure yang membuat dirinya merasa tidak percaya diri," kata Nuke Azwita dalam Podcast Aksi Nyata bertajuk Fenomena Hustle Culture di Kalangan Generasi Muda, Selasa (4/10/2022).
Nuke menambahkan, salah satu faktor penyebab hustle culture adalah toxic positivity, di mana seseorang punya tujuan sendiri untuk menjadi sukses.
"Ada orang yang mau sukses biar dilihat orang, ada yang karena generasi sandwich, maksudnya tulang punggung keluarga, mereka bekerja untuk memiliki tambahan uang, dan ada juga yang untuk menutupi utang karena membeli kebutuhan demi gaya hidup," tuturnya.
Beruntung, hustle culture masih bisa dihindari. Salah satunya dengan mengontrol diri dan melihat kapasitas diri.
"Kalau merasa lelah jangan dipaksa. Sesuatu yang berlebihan itu nggak baik. Kerjakan pekerjaan sesuai porsi tubuh kita. Kalau capek ya istirahat dulu, ambil libur. Karena kadang orang yang terlalu ambisius justru nggak dapat apa-apa," tuntasnya.
Lihat Juga: Usung Konsep Affordable Indulgence, Perusahaan Gaya Hidup LDS Group Siap Berekspansi di 2025
(tsa)