Mengenal Gangguan Kesehatan Hipotiroid Kongenital, Kemenkes: Bisa Cebol hingga Gangguan Kognitif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hipotiroid kongenital merupakan rendahnya hormon tiroid pada bayi saat baru lahir. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bayi yang memiliki gangguan kesehatan hipotiroid kongenital, berpeluang besar mengalami gangguan tumbuh kembang atau cebol hingga gangguan kognitif.
Menurut Direktur Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan Ni Made Diah anak dengan hipotiroid kongenital akan berbeda dengan anak yang normal.
"hipotiroid kongenital ini adalah gangguan tumbuh kembang bahkan sampai gangguan dari kognitif. Artinya kurang lebih gangguan tumbuh kembang bisa seperti seperti cebol, kemudian juga bisa rendah artinya berpotensi begitu di masa depan dari anak ini nanti kualitasnya tidak seperti anak normal," ujar Ni Made Diah dalam Media Briefing bersama Kementerian Kesehatan secara online, Jumat (7/10/2022).
Dengan ini Kemenkes, melaunching Skrining Hipotiroid Kongenital yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi berusia minimal 48 sampai 72 jam dan maksimal 2 minggu. Dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan Kesehatan Ibu dan Anak (baik FKTP maupun FKRTL), sebagai bagian dari pelayanan neonatal esensial.
Darah bayi akan diambil sebanyak 2-3 tetes dari tumit bayi kemudian diperiksa di laboratorium. Apabila hasilnya positif, bayi harus segera diobati sebelum usianya 1 bulan agar terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang,
keterbelakangan mental dan kognitif.
"Setetes darah tumit menyelamatkan hidup anak-anak bangsa. Karena begitu kita tahu kadar tiroidnya rendah langsung kita obati. Pengobatannya bisa berlangsung seumur hidup supaya mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal,” ujar Wakil Menteri Kesehatan, dr Dante Saksono Harbuwono dalam Sehat Negeriku dikutip, Jumat (7/10/2022).
Perlu diketahui, Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah skrining/uji saring yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita Hipotiroid Kongenital (HK) dan bayi yang bukan penderita.
Kemudian sebagian besar kasus kekurangan Hipotiroid Kongenital tidak menunjukkan gejala, sehingga tidak disadari oleh orang tua. Gejala khas baru muncul seiring bertambahnya usia anak.
Menurut Direktur Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan Ni Made Diah anak dengan hipotiroid kongenital akan berbeda dengan anak yang normal.
"hipotiroid kongenital ini adalah gangguan tumbuh kembang bahkan sampai gangguan dari kognitif. Artinya kurang lebih gangguan tumbuh kembang bisa seperti seperti cebol, kemudian juga bisa rendah artinya berpotensi begitu di masa depan dari anak ini nanti kualitasnya tidak seperti anak normal," ujar Ni Made Diah dalam Media Briefing bersama Kementerian Kesehatan secara online, Jumat (7/10/2022).
Dengan ini Kemenkes, melaunching Skrining Hipotiroid Kongenital yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi berusia minimal 48 sampai 72 jam dan maksimal 2 minggu. Dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan Kesehatan Ibu dan Anak (baik FKTP maupun FKRTL), sebagai bagian dari pelayanan neonatal esensial.
Darah bayi akan diambil sebanyak 2-3 tetes dari tumit bayi kemudian diperiksa di laboratorium. Apabila hasilnya positif, bayi harus segera diobati sebelum usianya 1 bulan agar terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang,
keterbelakangan mental dan kognitif.
"Setetes darah tumit menyelamatkan hidup anak-anak bangsa. Karena begitu kita tahu kadar tiroidnya rendah langsung kita obati. Pengobatannya bisa berlangsung seumur hidup supaya mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal,” ujar Wakil Menteri Kesehatan, dr Dante Saksono Harbuwono dalam Sehat Negeriku dikutip, Jumat (7/10/2022).
Perlu diketahui, Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah skrining/uji saring yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita Hipotiroid Kongenital (HK) dan bayi yang bukan penderita.
Kemudian sebagian besar kasus kekurangan Hipotiroid Kongenital tidak menunjukkan gejala, sehingga tidak disadari oleh orang tua. Gejala khas baru muncul seiring bertambahnya usia anak.
(hri)