Mengupas UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 1 UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), adalah setiap perbuatan terhadap seorang terutama perempuan, yang berakibat kesengsaraan/penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman melakukan perbuatan, pemaksaan, perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga.
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilakukan berdasarkan asas penghormatan hak asasi manusia, keadilan serta kesetaraan gender, nondiskriminasi hingga perlindungan korban. Selain itu, penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan untuk mencegah segala bentuk KDRT, melindungi korban KDRT, menindak pelaku KDRT hingga memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis serta sejahtera.
Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2004 menjelaskan, setiap orang dilarang melakukan KDRT terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual hingga penelantaran rumah tangga.
Korban KDRT berhak mendapat perlindungan dari pihak keluarga, polisi, kejaksaan, pengadilan, advokat hingga lembaga sosial, pelayanan kesehatan, penanganan khusus yang berkaitan dengan kerahasiaan korban, pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum di setiap tingkat proses pemeriksaan hingga pelayanan bimbingan kerohanian. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab dalam pencegahan KDRT.
Setiap orang yang mendengar hingga mengetahui terjadinya KDRT, maka dapat melakukan upaya dengan batas kemampuannya untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberi perlindungan dan pertolongan kepada korban, membantu proses pengajuan. Korban KDRT bisa melaporkannya secara langsung kepada kepolisian, baik di tempat korban maupun di tempat kejadian perkara. Korban juga dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain guna melaporkan KDRT.
Guna memberikan perlindungan kepada korban, polisi dapat menangkap pelaku dengan bukti awal yang cukup lantaran telah melanggar perintah perlindungan. Penangkapan dapat dilanjutkan dengan penahanan yang disertai surat perintah penahanan dalam waktu 1x24 jam.
Masih berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004, pelaku yang melakukan KDRT diancam dengan hukuman pidana. Berikut ragam hukuman pidana berdasarkan bentuk kekerasan yang dilakukan.
1. Kekerasan Fisik
Seseorang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dapat dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000. Apabila menyebabkan korban jatuh sakit hingga luka berat, dapat dipidana penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000. Kemudian apabila mengakibatkan korban meninggal dunia dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000.
Lalu apabila kekerasan fisik dilakukan oleh suami kepada istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit/halangan untuk melakukan pekerjaan/mata pencaharian/kegiatan sehari-hari dapat dipidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000.
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilakukan berdasarkan asas penghormatan hak asasi manusia, keadilan serta kesetaraan gender, nondiskriminasi hingga perlindungan korban. Selain itu, penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan untuk mencegah segala bentuk KDRT, melindungi korban KDRT, menindak pelaku KDRT hingga memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis serta sejahtera.
Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2004 menjelaskan, setiap orang dilarang melakukan KDRT terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual hingga penelantaran rumah tangga.
Korban KDRT berhak mendapat perlindungan dari pihak keluarga, polisi, kejaksaan, pengadilan, advokat hingga lembaga sosial, pelayanan kesehatan, penanganan khusus yang berkaitan dengan kerahasiaan korban, pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum di setiap tingkat proses pemeriksaan hingga pelayanan bimbingan kerohanian. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab dalam pencegahan KDRT.
Setiap orang yang mendengar hingga mengetahui terjadinya KDRT, maka dapat melakukan upaya dengan batas kemampuannya untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberi perlindungan dan pertolongan kepada korban, membantu proses pengajuan. Korban KDRT bisa melaporkannya secara langsung kepada kepolisian, baik di tempat korban maupun di tempat kejadian perkara. Korban juga dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain guna melaporkan KDRT.
Guna memberikan perlindungan kepada korban, polisi dapat menangkap pelaku dengan bukti awal yang cukup lantaran telah melanggar perintah perlindungan. Penangkapan dapat dilanjutkan dengan penahanan yang disertai surat perintah penahanan dalam waktu 1x24 jam.
Masih berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004, pelaku yang melakukan KDRT diancam dengan hukuman pidana. Berikut ragam hukuman pidana berdasarkan bentuk kekerasan yang dilakukan.
1. Kekerasan Fisik
Seseorang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dapat dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000. Apabila menyebabkan korban jatuh sakit hingga luka berat, dapat dipidana penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000. Kemudian apabila mengakibatkan korban meninggal dunia dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000.
Lalu apabila kekerasan fisik dilakukan oleh suami kepada istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit/halangan untuk melakukan pekerjaan/mata pencaharian/kegiatan sehari-hari dapat dipidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000.