Diklaim Beberapa Negara ASEAN, Benarkah Kebaya Pakaian Asli Indonesia?

Sabtu, 26 November 2022 - 18:32 WIB
loading...
Diklaim Beberapa Negara ASEAN, Benarkah Kebaya Pakaian Asli Indonesia?
Permasalahan kebaya belakangan ini kembali mengemuka, setelah 4 negara ASEAN mencoba mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya tak-benda ke UNESCO. / Foto: ilustrasi/dok. SINDOnews/Yulianto
A A A
JAKARTA - Benarkah kebaya itu asli Indonesia? Apakah benar perempuan pertama yang mengenakan kebaya adalah perempuan Indonesia?

Permasalahan kebaya belakangan ini kembali mengemuka, setelah 4 negara ASEAN, yakni Brunei, Malaysia, Singapura, dan Thailand mencoba mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya tak-benda ke UNESCO.

Pengajar Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Indiah Marsaban pun menjelaskan bahwa asal-usul budaya kebaya Indonesia masih diperdebatkan, karena ada pengaruh dari Portugis, Arab, China, dan lain-lain.

Baca juga: Ramai Singapura dan 3 Negara Lainnya Daftarkan Kebaya ke UNESCO, Pegiat Budaya: Bukan Berarti Pengakuan!

"Pengaruh ini melalui sejarah jalur perdagangan di Nusantara," terang Indiah dalam laman kebayaindonesia.org yang dikutip Sabtu (26/11/2022).

Menurutnya, posisi Indonesia yang strategis di jalur perdagangan terutama di Asia Tenggara hingga Timur Tengah membuat Indonesia sebagai salah satu pintu masuk berbagai kebudayaan yang dibawa oleh para pedagang asing. Ya, termasuk budaya berpakaian yang kemudian melebur dan beradaptasi dengan budaya setempat.

"Bahkan, terdapat kemungkinan bahwa berbusana kebaya itu bisa dikategorikan sebagai 'shared culture' bersama negara serumpun di Asia Tenggara, meski memiliki detail yang berbeda pastinya," tutur Indiah.

Hal ini juga tertuang dalam keterangan yang ada di laman resmi Roots Singapura bahwa kebaya secara tradisional dikenakan oleh wanita Asia Tenggara, terutama di Singapura, Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Seiring berkembangnya perdagangan maritim dari waktu ke waktu, kebaya secara bertahap menjadi semakin lazim di komunitas Melayu dan Peranakan, termasuk di Singapura yang merupakan kota pelabuhan multikultural dengan hubungan lintas banyak komunitas di Asia Tenggara dan dunia.

Gaya kebaya secara umum terbagi menjadi dua jenis, kebaya panjang dan kebaya pendek. Kebaya panjang adalah gaun panjang dengan bukaan depan yang secara tradisional diikat dengan kerongsang bros, peniti, atau kancing.

Nah, kalau kebaya pendek itu hanya sampai di pinggul dan dapat dikenali melalui ciri khas ketat membentuk siluet tubuh pemakainya. Gaya kebaya pendek ini amat populer di Singapura, Kuala Lumpur, maupun Penang.

Lebih lanjut, perlu diketahui juga bahwa kata kebaya itu sendiri sejatinya berasal dari bahasa Arab dari kata 'kaba' yang artinya 'pakaian'. Pakaian ini menurut laman Expat, kali pertama dipakai di Indonesia sekitar abad ke-15 hingga ke-16.

Pakaian ini mirip dengan apa yang dikenakan wanita Portugis di abad ke-16 yang tiba di pesisir barat daya Malaysia, tepatnya di seberang Selat Malaka dari Sumatera di barat laut Indonesia.



Di laman yang sama dijelaskan bahwa kebaya memainkan peran yang cukup penting dalam cara berpakaian wanita Eropa di Indonesia. Kebaya dianggap pakaian resmi wanita Eropa di era itu.

"Selama ini kebaya kebanyakan dibuat dari kain mori, tapi kemudian modifikasi dilakukan dengan memperkenalkan kebaya yang terbuat dari bahan sutra dan sulaman untuk menambah desain dan warna," beber keterangan laman Expat.

Bentuk kebaya yang paling dominan dikenakan di Pulau Jawa dan Bali saat ini dapat ditelusuri ke kebaya yang dikenakan di Jawa dan Sunda dari akhir abad ke-19 dan awal abad 20, dan seterusnya.

Dijelaskan juga bahwa banyak dari ciri-ciri kebaya masa kini yang mudah dikenali, misalnya blus ketat yang menonjolkan torso wanita; leher lipat tanpa kerah dan bukaan depan; lengan panjang; dan jenis kain semi transparan.

Gaya kebaya tersebut juga dapat terlihat pada kebaya abad lalu. Artinya, perubahan drastis dari kebaya tidak terjadi, dan ini menunjukkan pelestarian kebaya klasik terjadi hingga saat ini.

"Kebaya tradisional menutupi tubuh wanita dengan ketat menggunakan kain panjang yang disebut stagen. Wanita dengan status sosial yang lebih tinggi akan membantu membungkus tubuh mereka dengan stagen," tambah laporan laman tersebut.

Kebaya dikatakan sebagai busana nasional bukan tanpa alasan. Catatan sejarah menerangkan bahwa pada 1920-an, dan dengan munculnya perjuangan nasionalis di Indonesia, wanita Eropa berhenti mengenakan kebaya karena diidentikkan dengan pakaian khas Indonesia.

"Bagi penjajah Eropa, Kebaya telah diasosiasikan dengan nasionalisme Indonesia," tulis laporan tersebut.

Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945), para tawanan perang wanita Indonesia yang terpelajar lebih memilih mengenakan kain kebaya daripada pakaian barat yang diperuntukkan bagi mereka sebagai pakaian penjara.

Lebih lanjut, serangkaian kondisi politik yang berbeda menghasilkan pembalikan makna. Maksudnya, dalam situasi ini para wanita menggunakan kode budaya (pakaian tradisional) untuk menegaskan posisi politik mereka, membedakan diri mereka dari wanita Eropa yang juga menjadi tawanan perang.

Baca juga: 10 Gaya Selebriti di Malam Anugerah Piala Citra FFI 2022

Saat Proklamasi Kemerdekaan oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1945, satu-satunya perempuan yang hadir, Ibu Trimurti, mengenakan kain kebaya. Citra ini membantu mengubah kebaya dari sekadar pakaian tradisional menjadi pakaian nasional bagi wanita Indonesia.
(nug)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1228 seconds (0.1#10.140)