Bungkusnya Pariwisata, Isinya Financial Service

Minggu, 04 Oktober 2015 - 11:31 WIB
Bungkusnya Pariwisata, Isinya Financial Service
Bungkusnya Pariwisata, Isinya Financial Service
A A A
JAKARTA - Bisnis paling prospektif di dunia saat ini dan ke depannya adalah Financial Service. Meskipun begitu, Menteri Pariwisata Arief Yahya menilai, turisme tetap menjadi bungkus yang paling masuk akal.

"Turisme dapat menjadi pendorong paling kuat, untuk membangun ekosistem financial service, yang terdiri dari perbankan, asuransi, multifinance, dan sekuritas. Seluruh dunia, jasa finansial inilah yang paling maju dan menentukan, termasuk di Indonesia saat ini,” ujarnya kepada wartawan dalam pembukaan Rapat Kerja Gubernur Forum Kerjasama Daerah Mitra Praja Utama (FKD-MPU) XV.

Dalam berbisnis, menurut Arief ada tiga strategi yang perlu dilihat, meliputi comparative, competitive dan cooperative strategy. “Saya contohkan Bali, yang sudah menempatkan pariwisata sebagai leading sector, yang menjadi lokomotif. Faktanya, saat ini yang men-drive market dan ekonomi Bali adalah pariwisata. Kalau posisinya sudah seperti ini, semua yang ditempel dengan turism, pasti jadi dan sukses,” jelasnya.

Bagi pria kelahiran Banyuwangi, 2 April 1961 itu, ditempeli apapun, dibungkus dengan kemasan bagaimanapun, ketika pariwisata sudah menjadi kekuatan utama, semua akan terdongkrak sukses.

Menpar Arief menyadari, saat ini pariwisata masih bercerita soal cultural value, belum masuk dalam ranah commercial value. Idealnya, kedua sisi itu harus seimbang. “Pariwisata harus di-create menjadi sentrum ekonomi baru yang memili value paling besar, sehingga menghasilkan devisa yang paling spektakuler," tegasnya.

Menpar satu ini pun memberikan data negara yang berdasarkan pada financial service, yakni Hongkong, Singapore, Dubai, Abu Dhabi, Dhoha, Iceland. "Itu semua negara-negara kecil, tetapi menjadi international hub. Singapore itu PDB-nya sudah USD50 ribu, lebih dari 10 kali dengan kita. Sayang, Jakarta saja tidak punya kawasan bisnis, seperti itu,” ucapnya.

Arief melihat, Bali Nusa Dua sebenarnya bisa dipakai sebagai pusat bisnis dengan konsep financial service. Infrastrukturnya sudah siap, lokasinya bagus, ICT-nya juga komplit. “Kalau di Jakarta, Saya mengusulkan ke Pak Ahok, untuk menghidupkan Kota Lama dengan pusat financial service. Perpaduan antara bungkus pariwisata, dan diisi bisnis jasa keuangan, dengan segala fasilitas yang dibutuhkan, Indonesia akan semakin berdaya di bidang ekonomi,” pungkasnya.

Dalam World Economic Forum, Tour and Travel Competitiveness Index, Indonesia di posisi 50 besar, dari 141 negara. Sedangkan Singapore peringkat 11, Thailand dan Malaysia papan ke-25 dan 35.
(nug)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6228 seconds (0.1#10.140)