Cantik Ekstrem di Selandia Baru
A
A
A
MENGUNJUNGI Selandia Baru menyadarkan saya bahwa dilihat dari sudut mana pun, negara ini selalu cantik. Bukan hanya itu, negara tetangga Australia ini juga punya sisi ekstrem yang memacu adrenalin.
Saya mengunjungi Selandia Baru pada musim semi tahun lalu. Inilah musim yang menurut saya menjadi saat yang tepat untuk mengunjungi negara Lord of the Rings ini karena cuaca belum terlalu panas, sementara lanskap di sana sedang cantikcantiknya. Di Selandia Baru, summer memang baru datang pada November- Februari.
Saya mengawali penjelajahan ke Selandia Baru dengan memasuki Kota Christchurch. Menggunakan penerbangan langsung dari Singapura, perjalanan udara memakan waktu hingga lebih dari 10 jam. Ini adalah kota terbesar di South Island, sekaligus kota terpadat ketiga di Selandia Baru.
Namun, jangan langsung menyamakan kepadatan di Christchurch dengan kota-kota padat lainnya di dunia, seperti New York, apalagi Jakarta. Walau disebut padat, kenyataannya kota ini sangatlah sepi. Bahkan ada semacam anekdot, bahwa jumlah sapi di kota ini lebih banyak daripada jumlah manusianya.
Populasi manusia di Christchurch memang kurang dari 400.000 orang dari sekitar total 4,5 juta penduduk Selandia Baru. Meski sepi penduduk, Christchurch tetap kota yang cukup menyenangkan. Untuk berkeliling, saya memilih menyewa mobil selama berkeliling kota, tak hanya di Christchurch, tapi selama berada di negara ini. Pertimbangan saya, negeri ini begitu terkenal dengan keindahan lanskapnya.
Sebagai penyuka fotografi, saya pun tergoda untuk membuktikan sekaligus mengabadikan tiap lanskapnya dengan kamera saya. Jika menggunakan bus atau kendaraan umum, kegiatan ini tentu agak sulit dilakukan karena terbentur jadwal perjalanan yang sudah diatur oleh perusahaan bus atau kendaraan umum. Jika menyewa mobil, saya bisa bebas berhenti di mana saja untuk memotret.
Dari Christchurch, saya menuju ke tempat wisata populer yang disebut Lake Tekapo, danau indah yang berlatar belakang puncak salju Mount Cook. Sebenarnya, jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 225 km dan bisa ditempuh dalam waktu 3 jam. Namun dikarenakan sepanjang jalan saya sering berhenti hanya demi mengabadikan keindahan alam tersebut, jadilah total perjalanan saya memakan waktu hampir 6 jam.
Ke mana pun mata memandang, hanya keindahan alam yang ada. Saya merekomendasikan sebuah hotel bernama Peppers Bluewater Hotel karena pemandangan sekitar hotel yang bagus dan harga yang sangat terjangkau, kurang lebih Rp1,2 juta per malam.
Esok harinya, saya melanjutkan perjalanan ke Queenstown. Di sinilah saya melihat sisi lain Selandia baru yang “liar”. Tidak heran jika kota ini mengklaim sebagai ibu kotanya Extreme Adventure. Hampir semua aktivitas pemacu adrenalin, seperti bungee jumping , berayun di ngarai, menjelajahi ngarai, atau meluncur dengan zip line , bisa dilakukan di kota ini.
Namun yang menurut saya paling menarik dari aktivitas yang membuat jantung deg-degan ini adalah saat mencoba shotover jet . Ini adalah aktivitas menyusuri sungai dengan menggunakan speedboat. Tapi tentu, bukan sungai biasa. Sungai ini memiliki tebing-tebing cadas yang tinggi dengan celah atau jalur yang semakin lama semakin menyempit.
Sang pengemudi speedboat pun tidak dengan santai membawa kendaraannya, melainkan dengan ngebut! Jadi, bayangkan betapa ngerinya kami -para penumpang yang berjumlah 10 orang- saat boat itu ngebut, miring ke kiri dan ke kanan, demi menyesuaikan diri dengan celah-celah sempit, sambil berusaha tidak menabrak tebing. Karena kalau menabrak tebing, habislah kami.
Tentu saja, driver boat ini sudah terlatih dengan kondisi Kawarau River yang menjadi jalur shotover . Bahkan para penumpang juga diatur duduknya dan tidak boleh bergerak atau pindah tempat duduk, demi menjaga keseimbangan dan melancarkan manuver-manuver sang driver saat meliukkan boat -nya di antara celah dan tebing sungai. Perjalanan selama 30 menit ini menjadi pengalaman yang benar-benar seru dan memacu adrenalin.
Saya tidak menyangka akan menemukan keseruan ini di Selandia Baru. Bicara tentang Queenstown, kota ini juga kota yang menarik. Penataannya layaknya kota modern, tapi kita bisa melihat perbukitan di sekelilingnya. Begitu indahnya kota ini, tak heran kalau wilayah ini pernah menjadi tempat peristirahatan ratu Inggris.
Di sini, Anda jug a wajib ke Milford Sound, sebuah taman nasional yang terletak 4 jam dari Queenstown. Dari sekian banyak tempat di Milford Sound, yang paling menarik hati saya adalah Mitre Peak, salah satu puncak paling tinggi di dunia.
Fresh, fresh, and fresh
Satu lagi yang saya cermati dari Selandia Baru adalah makanan yang disajikan di negara ini selalu segar. Entah itu daging, sayur, atau buah-buahan, selalu terlihat fresh . Fresh food inilah yang kerap meningkatkan selera makan saat di negara ini. Menyewa mobil di Selandia Baru relatif tidak mahal, hampir sama dengan di Indonesia.
Untuk mobil 7 seaters sehari kami dikenakan sekitar Rp1 juta. Adapun yang lebih membuat saya nyaman, meskipun saya menyewanya dari Christchurch, tidak berarti harus memulangkan mobil ke sana, tapi cukup memulangkan di kota di mana Anda keluar.
Dalam hal ini saya memulangkannya di Queenstown, selama ada cabang mereka di sana. Lanskap yang cantik, kegiatan yang memacu adrenalin, serta makanan yang segar menggiurkan. Jadi, kapan ke Selandia Baru?
@heru gunadi
Saya mengunjungi Selandia Baru pada musim semi tahun lalu. Inilah musim yang menurut saya menjadi saat yang tepat untuk mengunjungi negara Lord of the Rings ini karena cuaca belum terlalu panas, sementara lanskap di sana sedang cantikcantiknya. Di Selandia Baru, summer memang baru datang pada November- Februari.
Saya mengawali penjelajahan ke Selandia Baru dengan memasuki Kota Christchurch. Menggunakan penerbangan langsung dari Singapura, perjalanan udara memakan waktu hingga lebih dari 10 jam. Ini adalah kota terbesar di South Island, sekaligus kota terpadat ketiga di Selandia Baru.
Namun, jangan langsung menyamakan kepadatan di Christchurch dengan kota-kota padat lainnya di dunia, seperti New York, apalagi Jakarta. Walau disebut padat, kenyataannya kota ini sangatlah sepi. Bahkan ada semacam anekdot, bahwa jumlah sapi di kota ini lebih banyak daripada jumlah manusianya.
Populasi manusia di Christchurch memang kurang dari 400.000 orang dari sekitar total 4,5 juta penduduk Selandia Baru. Meski sepi penduduk, Christchurch tetap kota yang cukup menyenangkan. Untuk berkeliling, saya memilih menyewa mobil selama berkeliling kota, tak hanya di Christchurch, tapi selama berada di negara ini. Pertimbangan saya, negeri ini begitu terkenal dengan keindahan lanskapnya.
Sebagai penyuka fotografi, saya pun tergoda untuk membuktikan sekaligus mengabadikan tiap lanskapnya dengan kamera saya. Jika menggunakan bus atau kendaraan umum, kegiatan ini tentu agak sulit dilakukan karena terbentur jadwal perjalanan yang sudah diatur oleh perusahaan bus atau kendaraan umum. Jika menyewa mobil, saya bisa bebas berhenti di mana saja untuk memotret.
Dari Christchurch, saya menuju ke tempat wisata populer yang disebut Lake Tekapo, danau indah yang berlatar belakang puncak salju Mount Cook. Sebenarnya, jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 225 km dan bisa ditempuh dalam waktu 3 jam. Namun dikarenakan sepanjang jalan saya sering berhenti hanya demi mengabadikan keindahan alam tersebut, jadilah total perjalanan saya memakan waktu hampir 6 jam.
Ke mana pun mata memandang, hanya keindahan alam yang ada. Saya merekomendasikan sebuah hotel bernama Peppers Bluewater Hotel karena pemandangan sekitar hotel yang bagus dan harga yang sangat terjangkau, kurang lebih Rp1,2 juta per malam.
Esok harinya, saya melanjutkan perjalanan ke Queenstown. Di sinilah saya melihat sisi lain Selandia baru yang “liar”. Tidak heran jika kota ini mengklaim sebagai ibu kotanya Extreme Adventure. Hampir semua aktivitas pemacu adrenalin, seperti bungee jumping , berayun di ngarai, menjelajahi ngarai, atau meluncur dengan zip line , bisa dilakukan di kota ini.
Namun yang menurut saya paling menarik dari aktivitas yang membuat jantung deg-degan ini adalah saat mencoba shotover jet . Ini adalah aktivitas menyusuri sungai dengan menggunakan speedboat. Tapi tentu, bukan sungai biasa. Sungai ini memiliki tebing-tebing cadas yang tinggi dengan celah atau jalur yang semakin lama semakin menyempit.
Sang pengemudi speedboat pun tidak dengan santai membawa kendaraannya, melainkan dengan ngebut! Jadi, bayangkan betapa ngerinya kami -para penumpang yang berjumlah 10 orang- saat boat itu ngebut, miring ke kiri dan ke kanan, demi menyesuaikan diri dengan celah-celah sempit, sambil berusaha tidak menabrak tebing. Karena kalau menabrak tebing, habislah kami.
Tentu saja, driver boat ini sudah terlatih dengan kondisi Kawarau River yang menjadi jalur shotover . Bahkan para penumpang juga diatur duduknya dan tidak boleh bergerak atau pindah tempat duduk, demi menjaga keseimbangan dan melancarkan manuver-manuver sang driver saat meliukkan boat -nya di antara celah dan tebing sungai. Perjalanan selama 30 menit ini menjadi pengalaman yang benar-benar seru dan memacu adrenalin.
Saya tidak menyangka akan menemukan keseruan ini di Selandia Baru. Bicara tentang Queenstown, kota ini juga kota yang menarik. Penataannya layaknya kota modern, tapi kita bisa melihat perbukitan di sekelilingnya. Begitu indahnya kota ini, tak heran kalau wilayah ini pernah menjadi tempat peristirahatan ratu Inggris.
Di sini, Anda jug a wajib ke Milford Sound, sebuah taman nasional yang terletak 4 jam dari Queenstown. Dari sekian banyak tempat di Milford Sound, yang paling menarik hati saya adalah Mitre Peak, salah satu puncak paling tinggi di dunia.
Fresh, fresh, and fresh
Satu lagi yang saya cermati dari Selandia Baru adalah makanan yang disajikan di negara ini selalu segar. Entah itu daging, sayur, atau buah-buahan, selalu terlihat fresh . Fresh food inilah yang kerap meningkatkan selera makan saat di negara ini. Menyewa mobil di Selandia Baru relatif tidak mahal, hampir sama dengan di Indonesia.
Untuk mobil 7 seaters sehari kami dikenakan sekitar Rp1 juta. Adapun yang lebih membuat saya nyaman, meskipun saya menyewanya dari Christchurch, tidak berarti harus memulangkan mobil ke sana, tapi cukup memulangkan di kota di mana Anda keluar.
Dalam hal ini saya memulangkannya di Queenstown, selama ada cabang mereka di sana. Lanskap yang cantik, kegiatan yang memacu adrenalin, serta makanan yang segar menggiurkan. Jadi, kapan ke Selandia Baru?
@heru gunadi
(ftr)