Museum Sejarah Alam Terbaru di Singapura

Jum'at, 24 Juli 2015 - 10:10 WIB
Museum Sejarah Alam...
Museum Sejarah Alam Terbaru di Singapura
A A A
Prince, Apollonia, dan Twinky menjelajahi planet bumi sekitar 150 juta tahun yang lalu. Saat ini, kerangka tiga dinosaurus diplodocus berleher panjang ini menjadi bintang atraksi di museum terbaru di Singapura, Museum Sejarah Alam Lee Kong Chian (Lee Kong Chian Natural History Museum).

Semua orang tahu dinosaurus memang berukuran besar, tapi tiga fosil sauropod yang hampir selesai ini juga menjadi pengingat betapa besar jenis kadal yang pernah hidup di muka bumi ini. Ditemukan di sebuah tambang Wyoming di Amerika Serikat (AS) dalam dekade terakhir, Prince berukuran 25 meter panjang dari ujung kepala ke ujung kaki.

Dia adalah yang terbesar dari trio ini. Prince tiba dengan peti yang dikirim dari Utah. Sementara Apollonia berukuran tiga meter lebih pendek dan Twinky -si bayi- dengan panjang 11 meter. Ada sekitar 2.000 jenis hewan dan tumbuhan yang dipamerkan di museum. Namun secara total, museum ini menjadi rumah bagi satu juta spesimen tumbuhan dan hewan.

Sebagian besar diberi label ”harus hati-hati” dan tersimpan di laci atau mengambang di dalam stoples di lantai atas bangunan. Foto dengan tongkat selfie dilarang secara ketat. Mengapa? Karena museum ini berharap pengunjung bisa memiliki pengalaman yang tenang, seperti berjalan-jalan di hutan lebat pada zaman dahulu.

Tidak seperti museum

Di kota yang terbiasa dengan museum kelas dunia dan arsitektur megah, museum ini menghabiskan dana sekitar USD35 juta. Dirancang oleh arsitek Singapura Mok Wei Wei, bangunan itu tidak terlihat seperti museum sejarah pada umumnya. Mengapa?

Karena museum ini sangat menghindari segala sesuatu yang bersifat kuno, sebagian monolit kontemporer ini hanya tampak pada tujuh cerita raksasa pada blok granit padat. Salah satu sudut blok telah dipotong, memperlihatkan balkon berwarna tanah liat. Semua berbaur dengan tanaman asli Singapura.

Di dalam museum, pemandangan spektakuler tidak hanya berfokus pada masa lalu. Namun, juga bertujuan membangun apresiasi bagi satwa liar di Asia Tenggara. Beberapa hewan ini masih bebas berkembang. Sebagian masih banyak mendapatkan ancaman perburuan dan jual-beli ilegal. Bisa jadi mereka akan mengikuti jejak diplodocus, yakni punah.

Pengunjung bisa datang dan langsung bertatap muka dengan buaya muara, buaya yang terbesar di dunia dan makhluk yang telah kembali ke perairan sekitar Singapura. Museum juga menampilkan hewan lain termasuk orangutan, trenggiling (atau dikenal sebagai pemakan serangga bersisik), harimau, dan babi hutan.

Ada hewan yang lebih kecil juga, termasuk laba-laba yang bisa membuat siapa pun merinding. Puluhan spesies kupu-kupu yang bertebaran di sudut tropis Asia juga dipamerkan serta ngengat raksasa Atlas. Museum ini juga menampilkan berbagai kepiting menakjubkan mulai kepiting laba-laba Jepang (yang memiliki panjang hampir empat kilometer) hingga kepiting laba-laba karang (berukuran kurang dari sepersepuluh dari satu inci).

Bahkan ada pengingat khusus agar pengunjung tidak tergoda oleh warna yang indah dari kepiting karang mozaik - tempurung berwarna merah muda berbintik-bintik yang terlihat polos, tapi mengandung banyak racun untuk membunuh 40.000 tikus. Intinya, Museum Sejarah Alam Singapura ini menjadi lokasi yang menarik untuk mempelajari berbagai makhluk hidup.

Ada bagian yang menampilkan bagaimana hewan yang berbeda beradaptasi untuk meluncur atau terbang di antara pohon-pohon. Apakah Anda termasuk orang yang pernah bertanya-tanya bagaimana kaki gajah dapat mendukung berat badan yang sangat besar? Mereka punya jawaban itu juga.

Salah satu yang membuat penasaran, yakni museum ini memiliki gading spiral elegan dari narwhal, spesies paus Arctic yang biasa disebut dengan unicorn laut. Gading berukuran tiga meter panjang ini diberikan kepada seorang pengusaha Singapura yang disebut ”Whampoa” dari pemerintah Rusia pada era 1860-an. Keluarganya menyembunyikannya selama Perang Dunia (PD) II dan baru menyerahkan ke museum tahun lalu.

Susi susanti
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6497 seconds (0.1#10.140)