Manfaat di Balik Menggambar

Rabu, 05 Agustus 2015 - 09:42 WIB
Manfaat di Balik Menggambar
Manfaat di Balik Menggambar
A A A
MENGGAMBAR bukan hanya melatih motorik halus si kecil. Kegiatan ini memiliki manfaat positif bagi perkembangan mental anak. Termasuk mengungkap trauma yang dialami sekaligus menanganinya.

Ya, banyak faedah yang didapat dari kegiatan yang sekilas terlihat sederhana tersebut. Menggambar sedianya dapat membantu menyeimbangkan kedua belah otak, baik otak kanan maupun kiri karena aktivitas tersebut merangsang keduanya untuk bekerja bersamaan.

Mengasah motorik halus sudah jelas. Seperti saat membuat garis dan mewarnai, yang sekalian melatih koordinasi antara mata dan tangan anak. Menggambar juga memicu otak untuk memproduksi zat-zat kimiawi, seperti seretonin, endorpin, dopamine, dan neropinephrine yang fungsinya mendatangkan perasaan senang pada suasana hati anak. Bukan hanya perasaan senang, nyatanya menggambar juga menyumbang perasaan rileks bagi anak sehingga anak terhindar dari stres.

“Intuisi dan konsentrasi turut terlatih ketika menggambar. Anak juga akan lebih peka terhadap situasi lingkungan sekitar,” kata Mutia Ribowo SDs MA, art therapistdari Art-i dalam Press Conference HiLo School Drawing Competition yang diselenggarakan oleh Nutrifood beberapa waktu lalu. Menggambar, sambung Mutia, juga erat kaitannya dengan mengekspresikan diri. Lewat menggambar, si kecil dapat menyalurkan perasaan, emosi, dan pikirannya yang tidak dapat diungkapkan dengan komunikasi verbal.

Hal ini tentu saja memudahkan orang tua memahami perasaan buah hatinya mengingat kemampuan verbal mereka yang belum terbentuk sempurna. Sederet manfaat menggambar yang dijabarkan di atas belum termasuk fakta bahwa menggambar juga dapat mengungkap trauma dalam diri anak. Pengalaman pahit yang dialami anak misalnya kekerasan seksual atau bullyingberpotensi menimbulkan trauma pada mereka.

Masalahnya, acap kali anak sulit mengomunikasikan kejadian yang dialami hingga akhirnya mengalami trauma. Untuk menyingkap trauma yang dialami anak sekaligus sebagai upaya untuk mengatasinya, art therapybisa menjadi solusi. Mutia mengatakan, art therapybermanfaat untuk mengetahui dan mengatasi trauma, khususnya pada anak yang belum bisa bicara verbal.

“Dengan artanak bisa mengekspresikan perasaan atau apa yang dialami lewat menggambar, mewarnai, atau bahkan menggunting. Terlebih jika melihat anak cenderung susah menceritakan traumanya, terutama akibat kekerasan fisik atau kekerasan seksual,” kata Mutia. Art therapyadalah proses pemulihan melalui ekspresi terapi, di mana ketika anak tidak bisa mengekspresikan perasaan atau kejadian yang ia alami. Namun, dia mampu menyampaikan hal yang dirasakan lewat gambar.

Art therapyjuga dapat membuka ruang berimajinasi anak. Arttherapy mampu membaca kecenderungan apakah anak mengalami gejala trauma, misalnya saja ketika dia mengalami pelecehan seksual, yakni dengan memperhatikan gambar yang dibuat anak. Sementara itu, untuk menghilangkan trauma ada serangkaian tahapan yang harus dilewati. Yang utama ditinjau dahulu apa yang membuat anak bersangkutan mengalami trauma.

“Kemudian dari situ kita mulai lakukan pendekatan lalu kita tangani supaya trauma anak ini perlahan hilang. Kalau penyebab traumanya misal ayah atau ibu, ya satu keluarga harus diterapi,” kata Mutia. Sesi art therapyyang dilakukan untuk mengatasi trauma, bergantung pada anak. Jika sejak awal dia sudah terbuka, terapi dibutuhkan setidaknya lima kali. Satu sesi terapi memakan waktu satu jam. Untuk sesi grup dua sampai lima orang, sesi terapi bisa berlangsung sampai dua jam.

Sementara untuk penghapusan trauma dikatakan Mutia bergantung pada besar dan lamanya trauma. Apabila trauma baru saja terjadi, maka waktu pemulihan dengan art therapy akan memakan waktu lebih cepat. Mutia juga menganjurkan para orang tua untuk mulai memberi perhatian pada gambar-gambar yang dibuat anak. Jika dirasa gambar tidak wajar, bisa jadi indikasi si anak sedang menghadapi sesuatu yang negatif. Umpamanya jika anak terlalu sering menggambar dengan adanya unsur negatif seperti kekerasan atau cerita sedih, maka orang tua perlu waspada. Begitu juga kalau anak terlalu sering membuat gambar menakutkan atau pembunuhan misalnya, perlu dilihat apa karena pengaruh dirinya usai menonton film seram atau ada hal lain.

“Kalau dari gambar anak tidak ada masalah, kita juga perlu melihat lagi perilakunya. Kalau negatif, anak kurang bisa sosialisasi, patut dicurigai apakah gambar itu cuma sebagai mekanisme menutupi apa yang dirasakan anak saja,” papar Mutia.

Dia mengingatkan, pertumbuhan dan perkembangan anak tidak lepas dari kondisi jiwa anak. Jika anak ceria dan bebas dari stres, mereka pun akan bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sehat dan cerdas kelak.

Sri noviarni
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0989 seconds (0.1#10.140)