Street Dancer Asia Pukau Penonton Indonesia
A
A
A
Panggung hiburan Indonesia dihibur oleh tiga kelompok street dancer Asia, yakni RECKLESS, Red Print, dan Time Machine, tepatnya di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), pada 20-23 Agustus lalu.
Acara ini diselenggarakan Asia Center yang merupakan bagian dari The Japan Foundation. Melalui tajuk “Dance Dance Asia-Crossing the Movements”, perhelatan ini dibuat untuk mendukung pertukaran dan kolaborasi antarpenari dan kelompok tari di wilayah Asia yang berfokus pada street dance . Ketiga street dancer ini memberikan konsep kontemporer yang menampilkan tarian dengan memasukkan cerita di dalamnya.
Seperti teater, hanya saja lebih didominasi oleh gerakan. Seperti Red Print, street dancer yang beranggotakan tujuh perempuan ini menyajikan konsep tari yang menggabungkannya dengan unsur komedi dan akting. Red Print menampilkan pertunjukan yang menceritakan tentang situasi saat ada kiriman berupa bom datang ke kantor mereka.
Digambarkan dengan akting dan tari yang sangat menarik, tidak hanya atraksi tarian, juga didukung properti yang lengkap, mulai white board , meja kerja, dan sofa layaknya ruang kantor pada umumnya. Begitu juga dengan TimeMachine. Kelompok tari yang dimotori Koutei Sennin, penari yang menda pat perhatian dari para kreator tari di seluruh dunia.
Seusai menampilkan tarian yang diberi judul Tears of 22nd Century , Koutei mengatakan bahwa dia sangat ingin mempelajari tari-tari tradisional Indonesia. “Saya ingin sekali melakukan kolaborasi tari Jepang dengan tari tradisional Indonesia,” kata Koutei dalam bahasa Jepang. “Kemarin waktu saya jalan-jalan, saya temukan tarian ini,” ujar Koutei sambil mencontohkan tarian khas Bali, tari pendet.
Dance Dance Asia sudah dimulai sejak awal 2015 dengan mendatangi beberapa negara di Asia, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Kegiatannya tidak sekadar menampilkan tiga street dancer , juga mengembangkan bidang pendidikan, budaya, intelektual, dan olahraga, serta workshop .
(fatturahman hakim )
Acara ini diselenggarakan Asia Center yang merupakan bagian dari The Japan Foundation. Melalui tajuk “Dance Dance Asia-Crossing the Movements”, perhelatan ini dibuat untuk mendukung pertukaran dan kolaborasi antarpenari dan kelompok tari di wilayah Asia yang berfokus pada street dance . Ketiga street dancer ini memberikan konsep kontemporer yang menampilkan tarian dengan memasukkan cerita di dalamnya.
Seperti teater, hanya saja lebih didominasi oleh gerakan. Seperti Red Print, street dancer yang beranggotakan tujuh perempuan ini menyajikan konsep tari yang menggabungkannya dengan unsur komedi dan akting. Red Print menampilkan pertunjukan yang menceritakan tentang situasi saat ada kiriman berupa bom datang ke kantor mereka.
Digambarkan dengan akting dan tari yang sangat menarik, tidak hanya atraksi tarian, juga didukung properti yang lengkap, mulai white board , meja kerja, dan sofa layaknya ruang kantor pada umumnya. Begitu juga dengan TimeMachine. Kelompok tari yang dimotori Koutei Sennin, penari yang menda pat perhatian dari para kreator tari di seluruh dunia.
Seusai menampilkan tarian yang diberi judul Tears of 22nd Century , Koutei mengatakan bahwa dia sangat ingin mempelajari tari-tari tradisional Indonesia. “Saya ingin sekali melakukan kolaborasi tari Jepang dengan tari tradisional Indonesia,” kata Koutei dalam bahasa Jepang. “Kemarin waktu saya jalan-jalan, saya temukan tarian ini,” ujar Koutei sambil mencontohkan tarian khas Bali, tari pendet.
Dance Dance Asia sudah dimulai sejak awal 2015 dengan mendatangi beberapa negara di Asia, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Kegiatannya tidak sekadar menampilkan tiga street dancer , juga mengembangkan bidang pendidikan, budaya, intelektual, dan olahraga, serta workshop .
(fatturahman hakim )
(ars)