Mengatasi Anak Pemalu

Senin, 07 September 2015 - 09:15 WIB
Mengatasi Anak Pemalu
Mengatasi Anak Pemalu
A A A
SIFAT pemalu dipandang sebagai hal lumrah. Padahal jika didiamkan, anak menjadi enggan bereksplorasi dan memiliki kesulitan utamanya dalam proses pembelajaran. Dukungan orang tua mutlak diperlukan agar dapat anak berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Masa tahun ajaran baru sudah lewat beberapa waktu lalu. Namun, setiap tahun pemandangan khas anak-anak yang menangis merasa tidak nyaman pada lingkungan baru, tidak pernah absen khususnya di taman kanak-kanak.

Umumnya anak tersebut merasa malu untuk bergaul dengan teman barunya dan hanya berdiri di belakang sang ibu atau terus memegangi tangan bundanya. Mau tak mau si ibu harus membujuk anak agar mau masuk ke kelas atau meminta izin kepada si kecil agar mau ditinggal. Ya, menginjak usia dua tahun anak mulai belajar berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Ada anak yang mudah melebur dengan situasi baru, ada juga anak yang butuh waktu untuk mengamati situasi baru untuk akhirnya melebur. Memberi label pemalu pada anak bukanlah tindakan tepat. Sebab, anak tak pernah berpikir dirinya pemalu. Bila sering dikatakan pemalu, dia justru yakin dirinya memang pemalu.

Mengatasinya sebenarnya orang tua perlu menyiapkan anak untuk menghadapi situasi baru pada jauh-jauh hari. Seperti diterangkan oleh psikolog Lia Mawarsari Boediman MS CP Psy, ketika anak akan menghadapi dunia sekolah, persiapkan psikologis anak secara matang sebelumnya.

Hal ini sangat penting agar anak dapat merasa nyaman berada dalam lingkungan yang serba baru. Terlebih jika anak sebelumnya tidak pernah bergabung dalam kelompok bermain misalnya. “Persiapannya bukan hanya seminggu atau sebulan sebelumnya. Kasih tahu jauh-jauh hari misalnya lewat depan sekolah yang akan dituju dan katakan nanti adik sekolah di sini.

Bisa juga dengan mengenalkan anak ke gurunya nanti dan biarkan anak bermain di sekolah sebentar. Dengan begitu, anak menjadi terbiasa,” urai Lia di sela-sela acara Nestle Dancow Excelnutri+ di Jogja City Mall. Tidak masalah jika anak pada hari pertama sekolahnya minta ditemani dahulu. Ibu bisa membuat perjanjian dengan anak, misalnya dengan mengatakan ibu akan tinggal sebentar nanti pulang ibu jemput.

“Penting untuk bicara jujur dengan anak, sebab kalau tiba-tiba ibunya tidak ada si anak malah menangis dan dengan bicara langsung anak merasa ibunya tidak meninggalkan dia,” tambahnya. Anak menjadi pemalu dan sulit bergaul, sedianya bukanlah bagian dari perkembangan anak. Apabila anak tumbuh menjadi pribadi yang pemalu, sifat tersebut lebih sebagai hasil dari proses belajar di lingkungannya.

Lia mengatakan, anak yang sangat pemalu jika bertemu orang lain, disebabkan orang tua sangat sedikit memberikan kesempatan atau ruang baginya untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial. Dunia sekolah pun menjadi adaptasi yang berat bagi si anak tersebut. Menjawab masalah ini sebetulnya mudah saja, sejak dini kenalkan anak ke lingkungan tetangga.

Ajak anak tetangga main ke rumah satu orang dahulu sampai anak merasa nyaman. Mungkin awalnya agak sulit sebelum anak-anak itu akhirnya merasa cocok. Bila anak dapat membangun kedekatan dengan satu orang temannya, dia akan belajar bagaimana mengatasi diri sendiri, dan si teman akan membantunya masuk kelompok yang lebih besar.

Sifat pemalu bisa menyulitkan, terutama dalam proses pembelajaran karena anak menjadi susah berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dapat berpengaruh pada performa mereka di sekolah, misalnya anak jadi takut bertanya pada guru saat menemukan kesulitan dalam pelajarannya.

Kemungkinan terburuk, anak semakin menutup diri dari lingkungan luar dan merasa lebih nyaman jika seorang diri tanpa memiliki teman. Beranjak dewasa, bukan tidak mungkin anak tumbuh menjadi seseorang yang pemurung dan kesepian. “Anak pemalu juga membuat dirinya kurang bereksplorasi sehingga apa yang dia dapat tentu berbeda dengan yang didapatkan anak yang berani mencoba hal baru.

Dengan kata lain, tidak ada kesempatan belajar baginya,” kata Lia. Di kesempatan yang sama, artis Shanaz Haque mengingatkan orang tua untuk mendampingi anak dalam kegiatannya dan tak lupa memberikan pujian serta pelukanciuman kepada buah hati. “Yang juga sering disepelekan kehadiran ayah dalam mendukung aktivitas anak.

Padahal untuk membangun mental juara dan mengeluarkan potensi anak, diperlukan peran ayah seutuhnya,” kata ibu tiga putri ini. Ya, stimulasi baiknya bukan hanya diberikan oleh ibu saja, juga ayah. Kerja sama antara ibu dan ayah dalam membesarkan anak turut menentukan masa depan buah hati.

Sri Noviarni
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2115 seconds (0.1#10.140)