Wonderful Indonesia Jajah Australia dengan Bahasa Kultural
A
A
A
JAKARTA - The Wonderful Indonesia Festival 2015 yang digulirkan di Queensbridge Square, Melbourne, Australia, berlangsung sukses. Sebuah kolaborasi antara seni tradisi, musik popular, artis kedua negara, interaktif, kuliner, sampai promosi pariwisata dengan pemberdayaan community Indonesia di sana. "Tinggal menunggu impact-nya terhadap target kunjungan wisman asal Australia ke Indonesia,” kata Menpar Arief Yahya seperti dalam keterangan tertulisnya, Minggu (15/11/2015).
Arief pun berterima kasih pada Konsul Jenderal untuk Victoria dan Tasmania, Dewi Wahab yang super antusias. Juga Lord Mayor Robert Doyle yang turut hadir dan memberi sambutan. Termasuk Siam Nugraha, CEO Telkom Australia yang bersama-sama mempersiapkan acara tahunan ini.
"Kebetulan, di pertengahan acara, Minister for Multicultural Affairs, Robin David Scott datang ke tenda lokasi festival, dan saya minta izin tahun depan acara ini boleh digelar lagi. Beliau antusias, beliau setuju," tukas Arief.
Pariwisata itu berada di bawah koordinasi kementerian yang dipimpin Robin David itu. Bisa jadi, 2016 nanti acara ini dilangsungkan di Federation Square di Flinder Street yang berseberangan dengan St Paul's Cathedral itu. Lokasi paling ideal untuk festival yang fun, simple dan bersahabat seperti The Wonderful Indonesia Festival ini. "Saya puas dengan acara ini. Blended, antara komunitas Indonesia dan orang Australia, dengan komposisi fifty-fifty," aku mantan Dirut PT Telkom itu.
Stand Sate Madura, Empek-empek Palembang, Sup Kondro Makasar, Masakan Padang, Jajan Pasar khas daerah, hampir semua ludes sebelum acara memasuki half time. Antrean panjang mengular untuk membeli dan mencicipi aneka masakan khas Indonesia. Musik kulintang, gamelan Jawa, tarian Bali, tarian daerah dari Sumatera Utara maupun Aceh dengan kostumnya yang menyala di terang matahari Melbourne menambah meriah suasana. Berbagai latar belakang suku, agama, tradisi, bersama-sama menikmati cita rasa Indonesia yang amat terkenal di lidah mereka.
Kostum Malang Flower Carnaval yang wow juga menjadi objek selfie orang-orang Australia di Melbourne. Perempuan cantik mengenakan kostum karnaval yang besar, tinggi, lebar, berwarna-warna menantang. Ada juga tarian Gading Alit (Malang), tarian Cendrawasih (Bali), tari Jejer Gandrung (Banyuwangi), yang turut menghangatkan suasana.
Penampilan Sandi Sandoro dan kawan-kawan juga sempat heboh, dengan hits-nya “Tak Pernah Padam", audience pun ikut bersenandung ketika Sandi dengan suara penuh power itu mengajak bernyanyi bersama.
Puncaknya, ketika grup musik populer Australia, Justice Crew yang merupakan simbol komunitas multikultural tampil menghebohkan panggung. Dengan breakdance yang gesit, beat yang cepat, gerakan yang ekstrem betul-betul membius audience. "Dari suasana yang nyaman, welcome, asyik seperti ini brand pariwisata Wonderful Indonesia akan masuk,” ucap Arief.
Misi Menpar Arief Yahya di Mebourne ini ada tiga hal besar. Pertama, mempromosikan 10 destinasi unggulan baru, dari Danau Toba (Sumut), Kepulauan Seribu (Jakarta), Bromo (Jatim), Labuan Bajo (NTT), Mandalika (NTB), Borobudur (Jateng), Wakatobi (Sultra), Tanjung Kelayang (Belitung), Tanjung Lesung (Banam), Morotai (Malut).
Kedua, Menpar ingin ada regenerasi wisman asal Australia. Anak-anak muda yang banyak berwisata. Karena jika muda sudah mengenal Indonesia, tidak lama kemudian mereka akan menjadi wisman yang datang kedua lagi, ketiga, keempat dan terus eksplorasi Indonesia yang memiliki 17.000 pulau, 726 bahasa daerah, dengan pusat-pusat terumbu karang yang terbaik di dunia, seperti Raja Ampat, Wakatobi, Labuan Bajo, Derawan, dll. "Karena itu, kemasan acara dan artisnya pun yang gaul dengan anak muda," jelasnya.
Ketiga, Menpar juga ingin menjelaskan bahwa destinasi di Indonesia itu bukan hanya Bali yang memang sudah mendunia, dan dianggap rumah kedua, bagi orang Australia. Bali harus bisa menjadi hub, penghubung bagi destinasi lain di sekitarnya untuk ikut maju. "Tak Kenal maka Tak Sayang," itulah moto yang cocok untuk menggambarkan, betapa penting berpromosi melalui kanal komunitas seperti di Melbourne ini.
Melbourne, Australia merupakan sebuah kota berpenduduk mendekati lima juta orang, dan mendapat predikat The World’s Most Liveable Cities, kota paling nyaman ditinggali 2002 dan 2004, lalu 2011 dan 2012 oleh The Economist.
Arief pun berterima kasih pada Konsul Jenderal untuk Victoria dan Tasmania, Dewi Wahab yang super antusias. Juga Lord Mayor Robert Doyle yang turut hadir dan memberi sambutan. Termasuk Siam Nugraha, CEO Telkom Australia yang bersama-sama mempersiapkan acara tahunan ini.
"Kebetulan, di pertengahan acara, Minister for Multicultural Affairs, Robin David Scott datang ke tenda lokasi festival, dan saya minta izin tahun depan acara ini boleh digelar lagi. Beliau antusias, beliau setuju," tukas Arief.
Pariwisata itu berada di bawah koordinasi kementerian yang dipimpin Robin David itu. Bisa jadi, 2016 nanti acara ini dilangsungkan di Federation Square di Flinder Street yang berseberangan dengan St Paul's Cathedral itu. Lokasi paling ideal untuk festival yang fun, simple dan bersahabat seperti The Wonderful Indonesia Festival ini. "Saya puas dengan acara ini. Blended, antara komunitas Indonesia dan orang Australia, dengan komposisi fifty-fifty," aku mantan Dirut PT Telkom itu.
Stand Sate Madura, Empek-empek Palembang, Sup Kondro Makasar, Masakan Padang, Jajan Pasar khas daerah, hampir semua ludes sebelum acara memasuki half time. Antrean panjang mengular untuk membeli dan mencicipi aneka masakan khas Indonesia. Musik kulintang, gamelan Jawa, tarian Bali, tarian daerah dari Sumatera Utara maupun Aceh dengan kostumnya yang menyala di terang matahari Melbourne menambah meriah suasana. Berbagai latar belakang suku, agama, tradisi, bersama-sama menikmati cita rasa Indonesia yang amat terkenal di lidah mereka.
Kostum Malang Flower Carnaval yang wow juga menjadi objek selfie orang-orang Australia di Melbourne. Perempuan cantik mengenakan kostum karnaval yang besar, tinggi, lebar, berwarna-warna menantang. Ada juga tarian Gading Alit (Malang), tarian Cendrawasih (Bali), tari Jejer Gandrung (Banyuwangi), yang turut menghangatkan suasana.
Penampilan Sandi Sandoro dan kawan-kawan juga sempat heboh, dengan hits-nya “Tak Pernah Padam", audience pun ikut bersenandung ketika Sandi dengan suara penuh power itu mengajak bernyanyi bersama.
Puncaknya, ketika grup musik populer Australia, Justice Crew yang merupakan simbol komunitas multikultural tampil menghebohkan panggung. Dengan breakdance yang gesit, beat yang cepat, gerakan yang ekstrem betul-betul membius audience. "Dari suasana yang nyaman, welcome, asyik seperti ini brand pariwisata Wonderful Indonesia akan masuk,” ucap Arief.
Misi Menpar Arief Yahya di Mebourne ini ada tiga hal besar. Pertama, mempromosikan 10 destinasi unggulan baru, dari Danau Toba (Sumut), Kepulauan Seribu (Jakarta), Bromo (Jatim), Labuan Bajo (NTT), Mandalika (NTB), Borobudur (Jateng), Wakatobi (Sultra), Tanjung Kelayang (Belitung), Tanjung Lesung (Banam), Morotai (Malut).
Kedua, Menpar ingin ada regenerasi wisman asal Australia. Anak-anak muda yang banyak berwisata. Karena jika muda sudah mengenal Indonesia, tidak lama kemudian mereka akan menjadi wisman yang datang kedua lagi, ketiga, keempat dan terus eksplorasi Indonesia yang memiliki 17.000 pulau, 726 bahasa daerah, dengan pusat-pusat terumbu karang yang terbaik di dunia, seperti Raja Ampat, Wakatobi, Labuan Bajo, Derawan, dll. "Karena itu, kemasan acara dan artisnya pun yang gaul dengan anak muda," jelasnya.
Ketiga, Menpar juga ingin menjelaskan bahwa destinasi di Indonesia itu bukan hanya Bali yang memang sudah mendunia, dan dianggap rumah kedua, bagi orang Australia. Bali harus bisa menjadi hub, penghubung bagi destinasi lain di sekitarnya untuk ikut maju. "Tak Kenal maka Tak Sayang," itulah moto yang cocok untuk menggambarkan, betapa penting berpromosi melalui kanal komunitas seperti di Melbourne ini.
Melbourne, Australia merupakan sebuah kota berpenduduk mendekati lima juta orang, dan mendapat predikat The World’s Most Liveable Cities, kota paling nyaman ditinggali 2002 dan 2004, lalu 2011 dan 2012 oleh The Economist.
(nug)