Optimalkan Tumbuh Kembang Anak dengan Alergi Protein Susu Sapi

Minggu, 27 Maret 2016 - 17:01 WIB
Optimalkan Tumbuh Kembang Anak dengan Alergi Protein Susu Sapi
Optimalkan Tumbuh Kembang Anak dengan Alergi Protein Susu Sapi
A A A
JAKARTA - Anak-anak dengan kedua orang tua memiliki riwayat alergi, memiliki risiko alergi sebesar 40 persen – 60 persen. Risiko ini lebih besar lagi pada anak-anak dengan kedua orang tua yang memiliki riwayat alergi dan manifestasi sama, yaitu sebesar 60 persen – 80 persen.

Ya, kurang lebih itu adalah salah satu data angka yang dibahas dalam Diskusi Nutritalk oleh PT Sarihusada dengan menghadirkan sejumlah narasumber kompeten di bidangnya.

Pada awal acara, pembahasan dimulai dengan fakta dimana, anak-anak dengan faktor risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi memerlukan upaya penanganan sejak dini untuk optimalisasi tumbuh-kembang anak.

Dan pencegahan dampak jangka panjang dan salah satu upaya penanganan sejak dini yang paling penting adalah pemberian nutrisi awal kehidupan yang tepat, yaitu nutrisi yang mudah dicerna dan well toletared bagi anak-anak yang tidak toleran terhadap protein susu sapi.

Namun, bagi anak yang telah terkena alergi dibutuhkan nutrisi yang dapat menekan sensitisasi (tingkat alergi), aman, dan dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.

Diskusi Nutritalk yang diselenggarakan oleh PT Sarihusada Generasi Mahardika (Sarihusada) yang menghadirkan para ahli dibidangnya ini mengambil tema ‘Early Life Nutrition: Dasar-dasar dan Pedoman Praktis Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak dengan Alergi Protein Susu Sapi’, yang membahas mengenai pentingnya menyadari faktor risiko alergi pada anak, mengenali gejala-gejala alergi, dan menyadari peran penting nutrisi yang tepat di awal kehidupan bagi optimalisasi tumbuh kembang anak dengan alergi protein susu sapi.

Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), MKes - Konsultan Alergi Imunologi Anak. Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran mengatakan, anak-anak dengan kedua orang tua memiliki riwayat alergi memiliki risiko alergi sebesar 40 persen – 60 persen. Risiko ini lebih besar lagi pada anak-anak dengan kedua orang tua yang memiliki riwayat alergi dan manifestasi sama, yaitu sebesar 60 persen -80 persen.

"Anak dengan salah satu orang tua memiliki riwayat alergi berisiko mengalami alergi sebesar 20 persen – 30 persen. Jika saudara memiliki riwayat alergi, anak berisiko mengalami alergi sebesar 25 persen – 30 persen. Bahkan anak dengan orang tua yang tidak memiliki riwayat alergi pun berisiko mengalami alergi sebesar 5 persen – 15 persen," kata Prof Budi dalam pemaparannya di Jakarta, Kamis (26/3/2016).

Menurutnya, sebesar apapun risiko alergi yang dimiliki anak, penanganan sedini mungkin perlu ditempuh, sehingga anak terhindar dari dampak jangka panjang alergi dan tumbuh kembang tidak terhambat. Khusus untuk anak-anak dengan risiko tinggi alergi karena riwayat orang tua, diperlukan pengawasan yang lebih intens untuk memastikan tumbuh-kembang anak yang optimal.

Prof Budi menambahkan, pengawasan tersebut termasuk memantau dan mengenali gejala klinis alergi, mengenali alergen pemicu, serta melakukan intervensi nutrisi berupa memantau asupan nutrisi dan mengganti asupan nutrisi dengan nutrisi yang lebih mudah dicerna dan well tolerated.

“Protein terhidrolisis parsial adalah sebuah hasil dari teknologi yang memotong panjang rantai protein menjadi lebih pendek dan memperkecil ukuran massa molekul protein sehingga protein akan lebih mudah dicerna dan diterima oleh anak,” ujarnya.

Teknologi ini memungkinkan anak yang tidak toleran terhadap protein susu sapi, dapat tetap memperoleh nutrisi dengan asupan protein yang dibutuhkan untuk mendukung tercapainya pertumbuhan yang optimal.

Dengan rantai yang lebih pendek dan ukuran massa molekul yang lebih kecil, tidak berarti kandungan nutrisi protein terhidrolisis parsial berkurang. Sebaliknya rantai yang lebih pendek dan ukuran massa molekul yang lebih kecil memudahkan nutrisi yang dikandung dicerna dan diserap.

“Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisis parsial sebagai salah satu langkah praktis dalam upaya intervensi nutrisi bagi anak dengan faktor risiko tidak toleran protein susu sapi, karena proteinnya lebih mudah dicerna dan diterima oleh anak. Adapun langkah lainnya adalah berupa pencegahan untuk anak yang telah terpapar alergen dan pencegahan untuk anak yang sudah terkena dampak lainnya dari alergi, dengan tujuan agar reaksi alergi tidak berulang, bertambah berat, maupun tidak terbawa sampai dewasa,” kata Prof Budi menambahkan.

Prof Budi melanjutkan bahwa untuk anak-anak yang memiliki risiko tidak toleran terhadap susu sapi, intervensi nutrisi dapat dilakukan berupa pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisasi parsial.

Namun apabila anak telah untolerant terhadap protein susu sapi, maka nutrisi dengan protein terhidrolis parsial sudah tidak efektif digunakan. Salah satu alternatif pemberian nutrisi yang efektif bagi anak-anak yang mengalami alergi protein susu sapi adalah formula dengan isolat protein kedelai.

“Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa pola pertumbuhan, kesehatan tulang dan fungsi metabolisme, fungsi reproduksi, endokrin, imunitas, dan sistem saraf dari anak-anak pengkonsumsi formula dengan isolat protein kedelai tidak berbeda secara signifikan dengan anak-anak yang mengkonsumsi susu sapi,” ujar Prof Budi.

Berikutnya, Prof Budi menambahkan, tidak saja menjadi opsi yang terjangkau, formula dengan isolat protein kedelai dapat djadikan pilihan yang aman bagi anak dengan alergi protein susu sapi, karena dapat ditoleransi dengan baik. “Selain itu, di Indonesia formula kedelai merupakan asupan yang disukai karena rasanya yang enak,” urainya.

Sementara itu, DR. Dr. Rini Sekartini, SpA(K) memaparkan, nutrisi awal kehidupan adalah yaitu nutrisi yang diterima anak sejak dalam kandungan hingga sekitar usia dua tahun, memiliki peran sangat besar pada kualitas tumbuh kembang anak dan tingkat kesehatan pada usia dewasa. Namun ada asupan nutrisi tertentu pada awal kehidupan, yang sebenarnya mengandung gizi yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh-kembang yang optimal, tapi tidak bisa ditoleransi oleh anak-anak dengan risiko alergi.

Anak-anak dengan risiko alergi protein susu sapi akan memberikan reaksi abnormal terhadap asupan nutrisi yang mengandung protein susu sapi karena interaksi antara satu atau lebih protein susu dengan satu atau lebih mekanisme kekebalan tubuh.

Pada awal kehidupan, asupan nutrisi yang mengandung protein susu sapi dapat berupa MPASI, makanan seimbang, maupun ASI dari Ibu yang mengkonsumsi nutrisi yang mengandung protein susu sapi.

“Dibutuhkan intervensi nutrisi yang tepat bagi anak-anak dengan risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi, sehingga anak terhindar dari alergen pemicu, tapi tetap memperoleh nutrisi yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang yang optimal. Intervensi nutrisi yang dapat dilakukan terhadap anak-anak dengan risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi salah satunya adalah pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisasi parsial,” kata DR Rini.

Sebagai penyelenggara diskusi Nutritalk, Sarihusada juga memperkenalkan Kartu Deteksi Dini UKK Alergi Imunologi yang diterbitkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

“Kartu yang memuat nilai risiko keluarga pada ayah, ibu, dan saudara kandung ini dapat membantu orang tua untuk menghitung risiko alergi pada anak, sehingga penanganan alergi dapat dilakukan sedini mungkin dan sekomperehensif mungkin. Kami membantu memperkenalkan tool dan menyelenggarakan diskusi nutrisi ini sebagai bagian dari komitmen kami memberikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai alergi dan langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan, demikan kata Arif Mujahiddin, Head of Corporate Affairs Sarihusada,"
(sbn)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4930 seconds (0.1#10.140)