Pulau Berhala Kepri punya Banyak Potensi Wisata Belum Tergarap
A
A
A
LINGGA - Pulau Berhala masuk teritorial Kepulauan Riau berbatasan dengan Tanjung Jabung Timur, Jambi. Dinas Pariwisata (Dispar) Kepri bersama Pecinta Alam Kepri (Pari) mengadakan Familirazation Trip (Famtrip) di sana pada 25-26 Maret 2016 lalu.
Tujuannya untuk menggali potensi wisatanya agar Pulau Berhala lebih dikenal oleh masyarakat di Batam, Bintan, Kepri, Indonesia hingga dunia.
Mata Leticia berbinar. Gadis 18 tahun itu langsung melepas sepatu sportnya, lalu melompat dari perahu kayu bermesin yang biasa disebut pompong. Untuk menuju daratan, rombongan Famtrip memang harus menceburkan kaki ke air hingga betis.
Pompong tak bisa merapat sampai daratan, air laut hampir surut dan perahu pun kandas. "Akhirnya kita sampai di daratan," katanya senang.
Warga Brasil itu merupakan seorang peserta Famtrip. Selain dia, ada Collin, warga Amerika serta Beatrice dan putrinya Ayu, keduanya adalah warga Thailand.
Dalam rombongan tersebut juga ada Kasi Promosi Dispar Kepri Yuli Seperi beserta dua staf Dispar Kepri. Ada juga Pecinta Alam Kepri (Pari) yang dimotori Nunung Sulistiyanto, anggota Babinsa Hairi, dan TNI AD yang ditugaskan di sana, Zulkifli. Selebihnya adalah bloger dan media.
Perjalanan menuju Pulau Berhala memang memakan waktu tak sebentar. Mesin kapal kayu yang digunakan rombongan hanya bisa berjalan pelan. Sekitar empat jam perjalanan, dimulai dari Pelabuhan Dabo, lalu melewati beberapa pulau seperti Pulau Tenang, Pulau Tengah, Pulau Keling, Pulau Lalang, dan Pulau Singkep.
Cuaca siang itu, Jumat (25/3), mendung. Awan hitam menggantung di langit Pulau Berhala. Beberapa orang menghela napas lega, perahu yang mereka tumpangi sampai di tujuan sebelum turun hujan. "Kalau hujan turun saat kita masih berada di laut, itu berbahaya," kata Nunung.
Rombongan Famtrip beruntung, bulan ini sudah memasuki musim timur. Musim teduh. Meskipun mendung menggantung, namun angin tak bertiup kencang. Menurut penuturan seorang warga, Bahrum, jika sedang musim selatan dan utara, dapat dipastikan kapal yang berlayar akan dihempas angin kencang.
"Terus kalau sedang dua musim itu, kami pun tak berani berlayar cari ikan," kata mantan ketua RT di Pulau Berhala ini.
Berdasarkan tabel monografi yang ada di kantor desa, Pulau Berhala terbentuk berdasarkan peraturan daerah tahun 2006, terletak di Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga. Berjarak sekitar 38 kilometer dari pusat pemerintah kabupaten dan 18 kilometer dari pemerintah kecamatan. Berada di ketinggian 50 meter dari permukaan laut dengan suhu maksimal di pulau ini rata-rata 26 derajat celsius.
Menjejak di Pulau Berhala, hal pertama kali yang akan ditemui adalah rumah-rumah tradisional dari kayu. Ada beberapa yang masih menggunakan atap daun rumbia. Ada juga yang atapnya dari seng. Tanahnya berpasir putih, khas tepi laut.
Pulau yang memiliki luas tak kurang dari 47 hektare ini ditinggali 50-an kepala keluarga. Penerangan di sana menggunakan listrik tenaga surya. Beberapa rumah ada juga yang menggunakan penerangan listrik tenaga genset.
Selain pasir putih, batu-batu besar berwarna putih juga menyembul indah. Rerimbunan pohon hijau tampak di mana-mana. Nyiur dengan batangnya yang ramping nan tinggi menjulang juga sedap dipandang mata.
Dari jauh, Pulau Berhala menyuguhkan lanskap alam seperti sebuah lukisan. Melihat keindahan pulau tersebut, tak heran jika pada tahun 2000-an, pulau ini menjadi obyek sengketa antara Pemerintah Provinsi Jambi dan Kepri.
"Dulu orang sini banyak yang ber-KTP Jambi. Tapi sejak ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tahun 2013, di sini nyaris semuanya ber-KTP Kepri," lanjut Bahrum yang mengaku dulu pernah punya KTP Jambi.
Setelah sengketa dimenangkan Kepri, sempat ada wacana untuk menjadikan Pulau Berhala sebagai tempat wisata. Pondok-pondok yang menjorok ke laut dipindahkan ke tengah, dibangun menjadi rumah papan yang lebih aman.
Selain desanya masih tradisional, Pulau Berhala disinyalir punya potensi sumber daya alam timah yang melimpah. "Dulu sempat ada perusahaan timah yang mau masuk, tapi tak jadi," kata Bahrum.
Wacana menjadikan Pulau Berhala sebagai tempat wisata tinggal wacana. Sampai kini Pemprov Kepri tak juga membangun desa itu menjadi lokasi wisata. Fasilitas- fasilitas pendukung pariwisata juga tak segera dibangun. Diakui Bahrum, tak ada perubahan berarti bagi penduduk Pulau Berhala sejak pulau itu menjadi milik Kepri.
"Dulu malah ketika masih sengketa, kedua belah pihak berlomba-lomba mencurahkan perhatian ke sini. Tapi setelah jadi hak milik salah satu pemerintah daerah, malah kami seperti terlupakan," keluhnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Dusun (Kadus) Idris. Laki-laki berumur 57 tahun itu menyebut Pulau Berhala seperti terlupakan bagi Pemprov Kepri. Sejauh ini, wisatawan yang datang berduyun-duyun malah berasal dari Jambi. Tiap akhir pekan atau hari libur nasional, mereka berdatangan ke sana.
Sore itu misalnya, sekelompok orang mengenakan t-shirt kuning ramai membanjiri pantai. Mereka sedang asyik outbond, dari punggung t-shirt-nya tampak tulisan Tru Glue.
"Itu orang-orang dari Jambi," kata Idris sambil menunjuk sekelompok orang tersebut saat rombongan Famtrip tengah berjalan kaki menuju makam Datuk Paduko Berhalo, tokoh yang namanya diambil menjadi nama pulau tersebut.
Wisatawan dari Jambi ini dibawa oleh agen travel yang berasal dari Jambi. Agen travel itu menawarkan paket tur keliling Pulau Berhala. Di sebuah kedai, rombongan Famtrip menemukan spanduk bertulisan 'Tabri Tours & Travel Berhala Island'.
Di spanduk disebutkan bahwa tur itu termasuk transportasi, home stay, snack, makan 4 kali, guide, dan free karaoke-an. Selain itu juga ada tambahan tur berupa kunjungan ke Pulau Penyu, paket memancing, snorkling, dan api unggun. Spanduk juga menyebutkan agen tur itu beralamat di Kuala Tungkal, depan rumah dinas Wakil Bupati Tanjung Jabung Barat yang merupakan wilayah Provinsi Jambi.
"Sayangnya kami hanya jadi penonton, mereka datang ke sini, menikmati objek wisata di sini, dan kami tak dapat apa-apa," kata Idris lirih.
Para wisatawan itu memang menginap di bagian pojok desa yang notabene merupakan warga Jambi. Di sana mereka bermalam, karaoke-an, penuh hingar bingar musik sampai larut malam. Di pojok sebelah Selatan memang ada 4 hingga 5 rumah yang masih kental sebagai penduduk Jambi. Paling-paling mereka datang ke warga Desa Pulau Galang guna membeli ikan untuk dipanggang pada saat api unggun.
Kadus yang tinggal di Pulau Berhala sejak usia 11 tahun itu dulunya berasal dari Resak, pulau lain yang ada di Lingga. Dia pindah mengikuti ayahnya. Idris termasuk dalam deretan warga yang cukup lama menetap di Pulau Berhala. Sayangnya, dia menyebut tak tahu pasti tentang sejarah Pulau Berhala.
"Kalau namanya diambil dari nama pendahulu pulau ini. Makamnya juga ada di sini. Satu-satunya makam tua yang ada di sini," sebutnya.
Kata Idris, ayahnya lah yang tahu siapa Datuk Paduko Berhalo itu. Riwayat hidupnya pun simpang siur. Menurut kakek dari dua cucu ini, ayahnya hanya berpesan untuk menjaga makam itu dengan baik dan memberikan sebilah samurai sebagai peninggalan. Itu saja, tak lebih.
"Ayah saya tak pernah menceritakan apapun tentang Datuk Paduko Berhalo," katanya berulang-ulang ketika ditanya.
Untuk sampai ke makam yang dikeramatkan oleh warga Pulau Berhala, peziarah harus menaiki lebih dari 60 tangga. Sampai di atas, terbujurlah sebuah makam yang ditutup dengan kelambu. Makam itu sudah dibuat permanen dengan batu dan keramik.
Di nisannya tertulis 'Datuk Paduko Berhalo (Ahmad Barus II) Rajo Jambi Tahun 1450-1907 Awal Batapak Sejarah Kebudayaan Melayu Islam Jambi'. Di dekat nisan itu, tampak bertebaran surat Yasin yang beberapa di antara sampulnya sudah mengelupas.
Saat ditanya apakah benar Datuk Paduko Berhalo adalah Raja Jambi. Lagi-lagi Idris menyebut tak tahu. "Ayah saya tak pernah bercerita tentang Datuk Paduko Berhalo," katanya.
Menurut Idris, makam itu dulunya tak terawat seperti sekarang. Saat kecil, dia ikut membantu ayahnya dan penduduk desa untuk membangun makam itu. Dananya diperoleh dari pemerintah daerah Jambi. Peletakan nisan itu juga atas inisiatif pemerintah daerah Jambi. Sampai saat ini, meskipun wilayah itu sudah masuk tetorial Kepri, masyarakat tak ada yang berani mencabut nisan itu.
Selain Idris, warga desa Pulau Berhala yang lain juga tak ada yang bercerita banyak, baik soal siapa Datuk Paduko Berhalo ataupun tentang satu-satunya makam tua di desa itu. Ada penduduk desa yang menyebut Datuk Paduko Berhalo berasal dari Turki. Namun saat ditanya lebih lanjut, mereka menyarankan untuk bertanya ke Kadus Idris yang dianggap tetua di desa itu.
Peninggalan sejarah yang bisa di-explore di sana tak hanya makam tua. Tapi juga ada meriam sepanjang 5,33 meter. Meriam itu terletak di tengah-tengah lebatnya hutan. Untuk bisa sampai di sana, maka harus melewati bukit dengan jalan setapak. Meriam itu, konon menurut cerita masyarakat setempat merupakan peninggalan zaman Jepang.
Tak jauh dari meriam itu ada lubang sedalam 7 meter, di dalamnya terdapat ruangan seluas 6 meter. Lubang itu merupakan bunker atau tempat persembunyian pada saat zaman Jepang.
"Selain itu, di sini juga ada dapur Jepang, bentuknya seperti tungku tempat memasak. Itu juga peninggalan Jepang," kata Idris sambil mengajak rombongan beranjak meninggalkan bunker itu.
Idris seperti halnya penduduk desa lainnya berharap Pemprov Kepri memperhatikan masyarakat yang ada di sana. Mereka ingin Pemprov Kepri merealisasikan wacana untuk menjadikan Pulau Berhala sebagai tempat wisata.
"Kami berharap desa ini jadi lebih bagus dengan fasilitas yang menarik minat wisatawan, tak hanya dari Jambi, tapi juga dari Kepri," kata Idris.
Harapan paling besar yang disimpan Idris adalah dia ingin masyarakat Pulau Berhala tak hanya jadi penonton. Wisatawan yang datang seyogyanya juga bisa memberikan keuntungan bagi mereka. Lewat dana tahun anggaran 2015 kemarin, pihaknya membangun sebuah villa sederhana dari kayu yang berada di tepi pantai.
Villa atau gazebo itu dilengkapi dengan toilet yang memadai. Villa yang di cat warna merah tua itu memiliki tiga kamar. Pembangunan itu berasal dari dana desa dan menghabiskan pagu dana sebesar Rp63.865.725. Sementara toiletnya berasal dari sumber dana yang sama dan menghabiskan dana Rp10.620.255.
Setelah turun langsung melihat potensi wisata yang ada di sana, Kasi Promosi Dispar Kepri Yuli Seperi menyebut potensi wisata yang ada di Pulau Berhala sangat menjanjikan. Dia berharap wisatawan dari Batam, Bintan, dan seluruh Kepri bisa berkunjung ke sana.
"Desanya masih tradisional, alami dan segar. Tempat ini juga bisa jadi wisata alam dan snorkling," katanya.
Rabu (30/3/2016), Yuli mengatakan, Gubernur Kepri Muhammad Sani berencana datang ke sana. Rencana ke depan yang digagas Dispar Kepri adalah membangun pondok-pondok wisata di sana.
"Saat ini sedang dipersiapkan, apa saja fasilitas yang akan dibangun. Intinya kami ingin menjadikan Pulau Berhala sebagai desa wisata," ujarnya.
Disinggung soal kedatangan wisatawan Jambi yang sudah lebih sering kesana, Yuli mengatakan itu tak jadi masalah. Masyarakat Pulau Berhala toh akan diuntungkan oleh wisatawan dari Jambi atau dari mana saja.
"Masyarakat kan bisa menyediakan ikan, menghidangkan makanan, juga menyediakan tempat menginap," katanya.
Memang diperlukan manajemen yang bagus untuk mengelola Pulau Berhala. Ke depannya itu juga akan jadi agenda Dispar. Sementara itu pihaknya juga mengimbau kepada pihak swasta untuk membuat paket wisata khusus ke Pulau Berhala.
"Untuk paket wisata, memang bagusnya dari pihak swasta," ucapnya.
Tujuannya untuk menggali potensi wisatanya agar Pulau Berhala lebih dikenal oleh masyarakat di Batam, Bintan, Kepri, Indonesia hingga dunia.
Mata Leticia berbinar. Gadis 18 tahun itu langsung melepas sepatu sportnya, lalu melompat dari perahu kayu bermesin yang biasa disebut pompong. Untuk menuju daratan, rombongan Famtrip memang harus menceburkan kaki ke air hingga betis.
Pompong tak bisa merapat sampai daratan, air laut hampir surut dan perahu pun kandas. "Akhirnya kita sampai di daratan," katanya senang.
Warga Brasil itu merupakan seorang peserta Famtrip. Selain dia, ada Collin, warga Amerika serta Beatrice dan putrinya Ayu, keduanya adalah warga Thailand.
Dalam rombongan tersebut juga ada Kasi Promosi Dispar Kepri Yuli Seperi beserta dua staf Dispar Kepri. Ada juga Pecinta Alam Kepri (Pari) yang dimotori Nunung Sulistiyanto, anggota Babinsa Hairi, dan TNI AD yang ditugaskan di sana, Zulkifli. Selebihnya adalah bloger dan media.
Perjalanan menuju Pulau Berhala memang memakan waktu tak sebentar. Mesin kapal kayu yang digunakan rombongan hanya bisa berjalan pelan. Sekitar empat jam perjalanan, dimulai dari Pelabuhan Dabo, lalu melewati beberapa pulau seperti Pulau Tenang, Pulau Tengah, Pulau Keling, Pulau Lalang, dan Pulau Singkep.
Cuaca siang itu, Jumat (25/3), mendung. Awan hitam menggantung di langit Pulau Berhala. Beberapa orang menghela napas lega, perahu yang mereka tumpangi sampai di tujuan sebelum turun hujan. "Kalau hujan turun saat kita masih berada di laut, itu berbahaya," kata Nunung.
Rombongan Famtrip beruntung, bulan ini sudah memasuki musim timur. Musim teduh. Meskipun mendung menggantung, namun angin tak bertiup kencang. Menurut penuturan seorang warga, Bahrum, jika sedang musim selatan dan utara, dapat dipastikan kapal yang berlayar akan dihempas angin kencang.
"Terus kalau sedang dua musim itu, kami pun tak berani berlayar cari ikan," kata mantan ketua RT di Pulau Berhala ini.
Berdasarkan tabel monografi yang ada di kantor desa, Pulau Berhala terbentuk berdasarkan peraturan daerah tahun 2006, terletak di Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga. Berjarak sekitar 38 kilometer dari pusat pemerintah kabupaten dan 18 kilometer dari pemerintah kecamatan. Berada di ketinggian 50 meter dari permukaan laut dengan suhu maksimal di pulau ini rata-rata 26 derajat celsius.
Menjejak di Pulau Berhala, hal pertama kali yang akan ditemui adalah rumah-rumah tradisional dari kayu. Ada beberapa yang masih menggunakan atap daun rumbia. Ada juga yang atapnya dari seng. Tanahnya berpasir putih, khas tepi laut.
Pulau yang memiliki luas tak kurang dari 47 hektare ini ditinggali 50-an kepala keluarga. Penerangan di sana menggunakan listrik tenaga surya. Beberapa rumah ada juga yang menggunakan penerangan listrik tenaga genset.
Selain pasir putih, batu-batu besar berwarna putih juga menyembul indah. Rerimbunan pohon hijau tampak di mana-mana. Nyiur dengan batangnya yang ramping nan tinggi menjulang juga sedap dipandang mata.
Dari jauh, Pulau Berhala menyuguhkan lanskap alam seperti sebuah lukisan. Melihat keindahan pulau tersebut, tak heran jika pada tahun 2000-an, pulau ini menjadi obyek sengketa antara Pemerintah Provinsi Jambi dan Kepri.
"Dulu orang sini banyak yang ber-KTP Jambi. Tapi sejak ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tahun 2013, di sini nyaris semuanya ber-KTP Kepri," lanjut Bahrum yang mengaku dulu pernah punya KTP Jambi.
Setelah sengketa dimenangkan Kepri, sempat ada wacana untuk menjadikan Pulau Berhala sebagai tempat wisata. Pondok-pondok yang menjorok ke laut dipindahkan ke tengah, dibangun menjadi rumah papan yang lebih aman.
Selain desanya masih tradisional, Pulau Berhala disinyalir punya potensi sumber daya alam timah yang melimpah. "Dulu sempat ada perusahaan timah yang mau masuk, tapi tak jadi," kata Bahrum.
Wacana menjadikan Pulau Berhala sebagai tempat wisata tinggal wacana. Sampai kini Pemprov Kepri tak juga membangun desa itu menjadi lokasi wisata. Fasilitas- fasilitas pendukung pariwisata juga tak segera dibangun. Diakui Bahrum, tak ada perubahan berarti bagi penduduk Pulau Berhala sejak pulau itu menjadi milik Kepri.
"Dulu malah ketika masih sengketa, kedua belah pihak berlomba-lomba mencurahkan perhatian ke sini. Tapi setelah jadi hak milik salah satu pemerintah daerah, malah kami seperti terlupakan," keluhnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Dusun (Kadus) Idris. Laki-laki berumur 57 tahun itu menyebut Pulau Berhala seperti terlupakan bagi Pemprov Kepri. Sejauh ini, wisatawan yang datang berduyun-duyun malah berasal dari Jambi. Tiap akhir pekan atau hari libur nasional, mereka berdatangan ke sana.
Sore itu misalnya, sekelompok orang mengenakan t-shirt kuning ramai membanjiri pantai. Mereka sedang asyik outbond, dari punggung t-shirt-nya tampak tulisan Tru Glue.
"Itu orang-orang dari Jambi," kata Idris sambil menunjuk sekelompok orang tersebut saat rombongan Famtrip tengah berjalan kaki menuju makam Datuk Paduko Berhalo, tokoh yang namanya diambil menjadi nama pulau tersebut.
Wisatawan dari Jambi ini dibawa oleh agen travel yang berasal dari Jambi. Agen travel itu menawarkan paket tur keliling Pulau Berhala. Di sebuah kedai, rombongan Famtrip menemukan spanduk bertulisan 'Tabri Tours & Travel Berhala Island'.
Di spanduk disebutkan bahwa tur itu termasuk transportasi, home stay, snack, makan 4 kali, guide, dan free karaoke-an. Selain itu juga ada tambahan tur berupa kunjungan ke Pulau Penyu, paket memancing, snorkling, dan api unggun. Spanduk juga menyebutkan agen tur itu beralamat di Kuala Tungkal, depan rumah dinas Wakil Bupati Tanjung Jabung Barat yang merupakan wilayah Provinsi Jambi.
"Sayangnya kami hanya jadi penonton, mereka datang ke sini, menikmati objek wisata di sini, dan kami tak dapat apa-apa," kata Idris lirih.
Para wisatawan itu memang menginap di bagian pojok desa yang notabene merupakan warga Jambi. Di sana mereka bermalam, karaoke-an, penuh hingar bingar musik sampai larut malam. Di pojok sebelah Selatan memang ada 4 hingga 5 rumah yang masih kental sebagai penduduk Jambi. Paling-paling mereka datang ke warga Desa Pulau Galang guna membeli ikan untuk dipanggang pada saat api unggun.
Kadus yang tinggal di Pulau Berhala sejak usia 11 tahun itu dulunya berasal dari Resak, pulau lain yang ada di Lingga. Dia pindah mengikuti ayahnya. Idris termasuk dalam deretan warga yang cukup lama menetap di Pulau Berhala. Sayangnya, dia menyebut tak tahu pasti tentang sejarah Pulau Berhala.
"Kalau namanya diambil dari nama pendahulu pulau ini. Makamnya juga ada di sini. Satu-satunya makam tua yang ada di sini," sebutnya.
Kata Idris, ayahnya lah yang tahu siapa Datuk Paduko Berhalo itu. Riwayat hidupnya pun simpang siur. Menurut kakek dari dua cucu ini, ayahnya hanya berpesan untuk menjaga makam itu dengan baik dan memberikan sebilah samurai sebagai peninggalan. Itu saja, tak lebih.
"Ayah saya tak pernah menceritakan apapun tentang Datuk Paduko Berhalo," katanya berulang-ulang ketika ditanya.
Untuk sampai ke makam yang dikeramatkan oleh warga Pulau Berhala, peziarah harus menaiki lebih dari 60 tangga. Sampai di atas, terbujurlah sebuah makam yang ditutup dengan kelambu. Makam itu sudah dibuat permanen dengan batu dan keramik.
Di nisannya tertulis 'Datuk Paduko Berhalo (Ahmad Barus II) Rajo Jambi Tahun 1450-1907 Awal Batapak Sejarah Kebudayaan Melayu Islam Jambi'. Di dekat nisan itu, tampak bertebaran surat Yasin yang beberapa di antara sampulnya sudah mengelupas.
Saat ditanya apakah benar Datuk Paduko Berhalo adalah Raja Jambi. Lagi-lagi Idris menyebut tak tahu. "Ayah saya tak pernah bercerita tentang Datuk Paduko Berhalo," katanya.
Menurut Idris, makam itu dulunya tak terawat seperti sekarang. Saat kecil, dia ikut membantu ayahnya dan penduduk desa untuk membangun makam itu. Dananya diperoleh dari pemerintah daerah Jambi. Peletakan nisan itu juga atas inisiatif pemerintah daerah Jambi. Sampai saat ini, meskipun wilayah itu sudah masuk tetorial Kepri, masyarakat tak ada yang berani mencabut nisan itu.
Selain Idris, warga desa Pulau Berhala yang lain juga tak ada yang bercerita banyak, baik soal siapa Datuk Paduko Berhalo ataupun tentang satu-satunya makam tua di desa itu. Ada penduduk desa yang menyebut Datuk Paduko Berhalo berasal dari Turki. Namun saat ditanya lebih lanjut, mereka menyarankan untuk bertanya ke Kadus Idris yang dianggap tetua di desa itu.
Peninggalan sejarah yang bisa di-explore di sana tak hanya makam tua. Tapi juga ada meriam sepanjang 5,33 meter. Meriam itu terletak di tengah-tengah lebatnya hutan. Untuk bisa sampai di sana, maka harus melewati bukit dengan jalan setapak. Meriam itu, konon menurut cerita masyarakat setempat merupakan peninggalan zaman Jepang.
Tak jauh dari meriam itu ada lubang sedalam 7 meter, di dalamnya terdapat ruangan seluas 6 meter. Lubang itu merupakan bunker atau tempat persembunyian pada saat zaman Jepang.
"Selain itu, di sini juga ada dapur Jepang, bentuknya seperti tungku tempat memasak. Itu juga peninggalan Jepang," kata Idris sambil mengajak rombongan beranjak meninggalkan bunker itu.
Idris seperti halnya penduduk desa lainnya berharap Pemprov Kepri memperhatikan masyarakat yang ada di sana. Mereka ingin Pemprov Kepri merealisasikan wacana untuk menjadikan Pulau Berhala sebagai tempat wisata.
"Kami berharap desa ini jadi lebih bagus dengan fasilitas yang menarik minat wisatawan, tak hanya dari Jambi, tapi juga dari Kepri," kata Idris.
Harapan paling besar yang disimpan Idris adalah dia ingin masyarakat Pulau Berhala tak hanya jadi penonton. Wisatawan yang datang seyogyanya juga bisa memberikan keuntungan bagi mereka. Lewat dana tahun anggaran 2015 kemarin, pihaknya membangun sebuah villa sederhana dari kayu yang berada di tepi pantai.
Villa atau gazebo itu dilengkapi dengan toilet yang memadai. Villa yang di cat warna merah tua itu memiliki tiga kamar. Pembangunan itu berasal dari dana desa dan menghabiskan pagu dana sebesar Rp63.865.725. Sementara toiletnya berasal dari sumber dana yang sama dan menghabiskan dana Rp10.620.255.
Setelah turun langsung melihat potensi wisata yang ada di sana, Kasi Promosi Dispar Kepri Yuli Seperi menyebut potensi wisata yang ada di Pulau Berhala sangat menjanjikan. Dia berharap wisatawan dari Batam, Bintan, dan seluruh Kepri bisa berkunjung ke sana.
"Desanya masih tradisional, alami dan segar. Tempat ini juga bisa jadi wisata alam dan snorkling," katanya.
Rabu (30/3/2016), Yuli mengatakan, Gubernur Kepri Muhammad Sani berencana datang ke sana. Rencana ke depan yang digagas Dispar Kepri adalah membangun pondok-pondok wisata di sana.
"Saat ini sedang dipersiapkan, apa saja fasilitas yang akan dibangun. Intinya kami ingin menjadikan Pulau Berhala sebagai desa wisata," ujarnya.
Disinggung soal kedatangan wisatawan Jambi yang sudah lebih sering kesana, Yuli mengatakan itu tak jadi masalah. Masyarakat Pulau Berhala toh akan diuntungkan oleh wisatawan dari Jambi atau dari mana saja.
"Masyarakat kan bisa menyediakan ikan, menghidangkan makanan, juga menyediakan tempat menginap," katanya.
Memang diperlukan manajemen yang bagus untuk mengelola Pulau Berhala. Ke depannya itu juga akan jadi agenda Dispar. Sementara itu pihaknya juga mengimbau kepada pihak swasta untuk membuat paket wisata khusus ke Pulau Berhala.
"Untuk paket wisata, memang bagusnya dari pihak swasta," ucapnya.
(sbn)