Mengenang Kurt Cobain yang Tak Suka Disebut Pahlawan
A
A
A
LOS ANGELES - Selasa (5/4/2016), genap 22 tahun sudah Kurt Cobain meninggalkan semuanya di dunia ini. Pada hari itu, vokalis Nirvana itu memilih mengakhiri hidupnya dengan menembak sendiri kepalanya. Saat itu, dia berusia 27 tahun.
Ketika dia meninggal dunia, putri semata wayang hasil pernikahannya dengan Courtney Love, Frances Bean Cobain, baru berusia 1 tahun. Tentu tak banyak yang diingat wanita yang kini telah berumur 23 tahun itu tentang ayahnya.
Meski begitu, itu tidak menghalanginya untuk terus mengenang sang ayah. Tepat di 22 tahun kematian Kurt, Frances pun memberikan penghormatannya. Tak hanya untuk sang ayah, wanita yang baru saja bercerai dari suaminya ini juga memberikan penghormatan bagi mantan vokalis Alice in Chains Layne Staley, yang meninggal di tanggal yang sama pada 2002. Dia berusia 34 tahun saat itu.
Di akun Instagram-nya, Frances memasang foto Kurt yang bersampingan dengan Layne. “Rest in peace, you two beautiful soul,” tulisnya seperti dikutip dari The Wrap.
Selama 22 tahun, kenangan terhadap Kurt seolah tak pernah mati. Dia tetap hidup di tengah-tengah keluarga dan tentu para fans-nya. Pria yang lahir pada 20 Februari 1967 ini memang dikenal tak suka kekondangan yang dia raih bersama Nirvana. Menurut sejumlah laporan, depresi dan stres karena kekondangan itu menyebabkannya memutuskan mengakhiri hidupnya pada 5 April 1994.
Pada 17 Maret lalu, kepolisian Seattle merilis gambar baru senapan yang dipakai Kurt untuk bunuh diri. Dikutip dari MTV, foto ini muncul setelah CBS News melayangkan permintaan catatan publik untuk mendapatkan dan menayangkannya untuk mengenyahkan teori konspirasi yang menyebut polisi Seattle berusaha menghancurkan senapan itu untuk menghilangkan bukti pembunuhan, bukan bunuh diri.
Memang, hingga saat ini berbagai teori konspirasi seputar tewasnya Kurt pada 1994 terus beredar. Ada yang menyebut bahwa penyanyi asal Seattle itu tewas karena dibunuh istrinya, Courtney.
Selama hidupnya, Kurt benci disebut juru bicara generasi masa itu. Meskipun dalam kenyataannya, dia memang menjadi perwakilan dari gejolak generasi muda saat itu.
Dongengnya tentang keterangsingan anak muda, terutama pada lagu Smells Like Teen Spirit, telah mengubah arah rock kontemporer. Tapi, Kurt tidak merasa dirinya adalah seorang pahlawan. Dia justru sulit menerima kenyataan bahwa album Nevermind yang berisi lagu itu menjadi sebuah hit di dunia.
Dia merasa bingung dan terganggu ketika jutaan anak muda membeli album itu. Album itu terjual hampir 10 juta kopi di seluruh dunia.
Kurt telah menjalani masa anak-anak yang sulit. Tumbuh di Aberdeen, Washington, dia sering kali berpindah tempat tinggal di antara kerabatnya sampai tak ada lagi yang mau menerimanya. Dia lalu pergi ke tempat teman atau kadang di bawah jembatan.
Ketidaksukaannya dengan titel role model dan bintang bukanlah dibuat-buat. Saat itu, Kurt sering kali berpura-pura tak ada yang memperhatikannya. Tapi, di lain waktu, dia merasakan beban tanggung jawab atas titel itu.
Pada 1992, Kurt dikabarkan menjadi pencandu narkoba bareng istrinya, Courtney. Dia merasa terganggu dengan kabar itu. Kepada Los Angeles Times, dia menuturkan, bertemu seorang ABG yang sedang mengonsumsi heroin di sebuah klub dan anak itu mengangguk pada Kurt seperti layaknya teman karena narkoba yang dia pakai.
“Kami punya banyak fans muda dan saya tidak mau punya kaitan dengan memicu penggunaan narkoba,” ujarnya kala itu.
Kurt mengakui pernah memakai heroin. Tapi, dia berhenti setelah punya anak. “Saya tidak mau ada orang mengatakan kepadanya kalau orangtuanya pencandu narkoba,” kata dia.
Tapi, itu adalah kata-kata. Pada bulan Maret 1994, Kurt ditemukan dalam kondisi nyaris koma di kamar hotelnya di Roma. Dia diduga overdosis setelah menengak campuran obat bius dan alkohol.
Ketika kembali ke Seattle, dalam kesepian di rumahnya, dia tampaknya menyerah. Pada 5 April tahun itu, dia mengakhiri hidupnya.
Bagi mereka yang belum tersentuh musiknya, dia akan dianggap sebagai stereotipe rock n roll. Padahal, dia sebenarnya lebih dari itu.
“Di dunia pop yang dipenuhi orang-orang munafik dan oportunis, Kurt adalah sesuatu yang nyata—suara yang unik dan tidak ternilai. Tak seperti karya Bob Dylan, Kurt cenderung menulis dengan cara terfragmentasi yang membuatnya hampir menjadi penyair yang ideal untuk masa yang disfungsional kala itu,” papar Los Angeles Times.
Pilihan kata-kata untuk liriknya pun bisa mengejutkan. Salah satunya adalah I wish I could eat your cancer when you turn black dari lagu Heart Shaped Box. Kalimat ini memang terdengar eksploitatif, tapi itu adalah upaya untuk mengungkapkan keputusasaan terhadap cinta yang hampir tidak rasional. Kalimat itu ditulisnya setelah menyaksikan dokumenter mengenai anak yang menderita penyakit mematikan di televisi.
Kurt juga bisa menjadi begitu personal di sejumlah lagu lainnya, seperti I tried hard to have a father, but I only had a dad dari Serve the Servant. Dia pun bisa sarkastik seperti di All Apologies dengan I wish I was like you, easily amused.
RIP Kurt Cobain.
Ketika dia meninggal dunia, putri semata wayang hasil pernikahannya dengan Courtney Love, Frances Bean Cobain, baru berusia 1 tahun. Tentu tak banyak yang diingat wanita yang kini telah berumur 23 tahun itu tentang ayahnya.
Meski begitu, itu tidak menghalanginya untuk terus mengenang sang ayah. Tepat di 22 tahun kematian Kurt, Frances pun memberikan penghormatannya. Tak hanya untuk sang ayah, wanita yang baru saja bercerai dari suaminya ini juga memberikan penghormatan bagi mantan vokalis Alice in Chains Layne Staley, yang meninggal di tanggal yang sama pada 2002. Dia berusia 34 tahun saat itu.
Di akun Instagram-nya, Frances memasang foto Kurt yang bersampingan dengan Layne. “Rest in peace, you two beautiful soul,” tulisnya seperti dikutip dari The Wrap.
Selama 22 tahun, kenangan terhadap Kurt seolah tak pernah mati. Dia tetap hidup di tengah-tengah keluarga dan tentu para fans-nya. Pria yang lahir pada 20 Februari 1967 ini memang dikenal tak suka kekondangan yang dia raih bersama Nirvana. Menurut sejumlah laporan, depresi dan stres karena kekondangan itu menyebabkannya memutuskan mengakhiri hidupnya pada 5 April 1994.
Pada 17 Maret lalu, kepolisian Seattle merilis gambar baru senapan yang dipakai Kurt untuk bunuh diri. Dikutip dari MTV, foto ini muncul setelah CBS News melayangkan permintaan catatan publik untuk mendapatkan dan menayangkannya untuk mengenyahkan teori konspirasi yang menyebut polisi Seattle berusaha menghancurkan senapan itu untuk menghilangkan bukti pembunuhan, bukan bunuh diri.
Memang, hingga saat ini berbagai teori konspirasi seputar tewasnya Kurt pada 1994 terus beredar. Ada yang menyebut bahwa penyanyi asal Seattle itu tewas karena dibunuh istrinya, Courtney.
Selama hidupnya, Kurt benci disebut juru bicara generasi masa itu. Meskipun dalam kenyataannya, dia memang menjadi perwakilan dari gejolak generasi muda saat itu.
Dongengnya tentang keterangsingan anak muda, terutama pada lagu Smells Like Teen Spirit, telah mengubah arah rock kontemporer. Tapi, Kurt tidak merasa dirinya adalah seorang pahlawan. Dia justru sulit menerima kenyataan bahwa album Nevermind yang berisi lagu itu menjadi sebuah hit di dunia.
Dia merasa bingung dan terganggu ketika jutaan anak muda membeli album itu. Album itu terjual hampir 10 juta kopi di seluruh dunia.
Kurt telah menjalani masa anak-anak yang sulit. Tumbuh di Aberdeen, Washington, dia sering kali berpindah tempat tinggal di antara kerabatnya sampai tak ada lagi yang mau menerimanya. Dia lalu pergi ke tempat teman atau kadang di bawah jembatan.
Ketidaksukaannya dengan titel role model dan bintang bukanlah dibuat-buat. Saat itu, Kurt sering kali berpura-pura tak ada yang memperhatikannya. Tapi, di lain waktu, dia merasakan beban tanggung jawab atas titel itu.
Pada 1992, Kurt dikabarkan menjadi pencandu narkoba bareng istrinya, Courtney. Dia merasa terganggu dengan kabar itu. Kepada Los Angeles Times, dia menuturkan, bertemu seorang ABG yang sedang mengonsumsi heroin di sebuah klub dan anak itu mengangguk pada Kurt seperti layaknya teman karena narkoba yang dia pakai.
“Kami punya banyak fans muda dan saya tidak mau punya kaitan dengan memicu penggunaan narkoba,” ujarnya kala itu.
Kurt mengakui pernah memakai heroin. Tapi, dia berhenti setelah punya anak. “Saya tidak mau ada orang mengatakan kepadanya kalau orangtuanya pencandu narkoba,” kata dia.
Tapi, itu adalah kata-kata. Pada bulan Maret 1994, Kurt ditemukan dalam kondisi nyaris koma di kamar hotelnya di Roma. Dia diduga overdosis setelah menengak campuran obat bius dan alkohol.
Ketika kembali ke Seattle, dalam kesepian di rumahnya, dia tampaknya menyerah. Pada 5 April tahun itu, dia mengakhiri hidupnya.
Bagi mereka yang belum tersentuh musiknya, dia akan dianggap sebagai stereotipe rock n roll. Padahal, dia sebenarnya lebih dari itu.
“Di dunia pop yang dipenuhi orang-orang munafik dan oportunis, Kurt adalah sesuatu yang nyata—suara yang unik dan tidak ternilai. Tak seperti karya Bob Dylan, Kurt cenderung menulis dengan cara terfragmentasi yang membuatnya hampir menjadi penyair yang ideal untuk masa yang disfungsional kala itu,” papar Los Angeles Times.
Pilihan kata-kata untuk liriknya pun bisa mengejutkan. Salah satunya adalah I wish I could eat your cancer when you turn black dari lagu Heart Shaped Box. Kalimat ini memang terdengar eksploitatif, tapi itu adalah upaya untuk mengungkapkan keputusasaan terhadap cinta yang hampir tidak rasional. Kalimat itu ditulisnya setelah menyaksikan dokumenter mengenai anak yang menderita penyakit mematikan di televisi.
Kurt juga bisa menjadi begitu personal di sejumlah lagu lainnya, seperti I tried hard to have a father, but I only had a dad dari Serve the Servant. Dia pun bisa sarkastik seperti di All Apologies dengan I wish I was like you, easily amused.
RIP Kurt Cobain.
(alv)