Memberi Stimulasi pada Anak Harus Sesuai Usia
A
A
A
JAKARTA - Memberi stimulasi kepada anak merupakan salah satu aspek penting dalam mendukung pertumbuhan anak dengan baik. Namun, hal itu harus disesuaikan dengan usia sang anak.
Menurut dr Reni Wigati, Sp.A(K), memberikan stimulasi sebaiknya disesuaikan dengan usia sang anak. Selain itu, peran orangtua dalam memantau kemampuan anak pada usianya juga sangat penting dilakukan.
“Stimulasi tentu disesuaikan dengan usianya. Jika kita menstimulasi bayi yang jarak pandangnya belum jauh, itu bisa dengan cara menyusui. Karena menyusui sangat berguna bagi bayi untuk belajar bersosialisasi. Sambil nyusu, bayi akan jelas melihat wajah ibunya. Jadi dia akan belajar untuk tersenyum social,” kata dr Reni kepada Sindonews.
Sekretaris Bidang Ilmiah Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini melanjutkan, setelah anak mampu tengkurap, merangkak, berdiri, dan merambat, maka orangtua dapat memberikan stimulasi melalui mainan-mainan yang sesuai dengan kemampuan dia saat itu.
“Penting juga bagi kita untuk memantau apakah kemampuan anak itu cocok, sesuai dengan usianya,” ujar dia.
Dr Reni juga menjelaskan, stimulasi pada anak memang harus banyak diberikan sejak anak dalam kandungan hingga mereka berusia dua tahun. Setelah itu, stimulasi tetap berjalan seiring dengan pengetahuan anak dari sumber lain, seperti sekolah dan lingkungan sekitar. Namun, sebaiknya orangtua memberi stimulasi ini secara terus hingga anak dianggap dewasa, yakni berusia 18 tahun.
“Sampai anak itu sudah bukan anak lagi, yaitu 18 tahun. Karena stimulasi tadi memang banyak diberikan sejak dalam kandungan sampai usia dua tahun, karena disitu terjadi perkembangan jalur listrik di otak yang sangat pesat. Setelah itu stimulasi tetap diberikan, namun disesuaikan dengan pengetahuan yang dia dapat dari sekolah, lingkungan, dan sebagainya,” pungkasnya.
Menurut dr Reni Wigati, Sp.A(K), memberikan stimulasi sebaiknya disesuaikan dengan usia sang anak. Selain itu, peran orangtua dalam memantau kemampuan anak pada usianya juga sangat penting dilakukan.
“Stimulasi tentu disesuaikan dengan usianya. Jika kita menstimulasi bayi yang jarak pandangnya belum jauh, itu bisa dengan cara menyusui. Karena menyusui sangat berguna bagi bayi untuk belajar bersosialisasi. Sambil nyusu, bayi akan jelas melihat wajah ibunya. Jadi dia akan belajar untuk tersenyum social,” kata dr Reni kepada Sindonews.
Sekretaris Bidang Ilmiah Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini melanjutkan, setelah anak mampu tengkurap, merangkak, berdiri, dan merambat, maka orangtua dapat memberikan stimulasi melalui mainan-mainan yang sesuai dengan kemampuan dia saat itu.
“Penting juga bagi kita untuk memantau apakah kemampuan anak itu cocok, sesuai dengan usianya,” ujar dia.
Dr Reni juga menjelaskan, stimulasi pada anak memang harus banyak diberikan sejak anak dalam kandungan hingga mereka berusia dua tahun. Setelah itu, stimulasi tetap berjalan seiring dengan pengetahuan anak dari sumber lain, seperti sekolah dan lingkungan sekitar. Namun, sebaiknya orangtua memberi stimulasi ini secara terus hingga anak dianggap dewasa, yakni berusia 18 tahun.
“Sampai anak itu sudah bukan anak lagi, yaitu 18 tahun. Karena stimulasi tadi memang banyak diberikan sejak dalam kandungan sampai usia dua tahun, karena disitu terjadi perkembangan jalur listrik di otak yang sangat pesat. Setelah itu stimulasi tetap diberikan, namun disesuaikan dengan pengetahuan yang dia dapat dari sekolah, lingkungan, dan sebagainya,” pungkasnya.
(tdy)