Melestarikan Kain Tenun NTT lewat Warisan Ende
A
A
A
JAKARTA - Tenun Ende merupakan warisan budaya dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang perlu dijaga keeksistensiannya. Pasalnya wastara Nusantara ini sudah semakin sulit ditemui dan akan punah jika tidak dilestarikan.
Sadar akan hal tersebut, pendamping pengrajin sekaligus Ketua Umum Diva Baksos Community Yanti Tambunan menggelar kegiatan sosial bertajuk Warisan Ende di kawasan Pondok Indah, Jakarta, Rabu (8/3/2017). Acara penggalangan dana ini diisi dengan talkshow, fashion show, hingga bazar.
"Kain tenun Ende memiliki pesona yang luar biasa. Motifnya pun beragam. Kalau bukan kita lagi yang melestarikan, lalu siapa lagi? Acara ini juga diadakan untuk menolong ibu Juwita (penenun asal Flores) untuk menjual kain simpenan dari keluarga mereka,” kata Yanti.
“Kebetulan di Flores lagi ada badai angin. Kondisi ini membuat rumah warga roboh. Ibu Juwita pun tidak bisa menenun kembali. Bahkan, ada satu kain yang belum diselesaikan sejak sembilan bulan lalu," tambahnya.
Sementara, sebanyak 50 tenun Ende dihadirkan dengan warna dan motif beragam di acara Warisan Ende. Usia kain tenun Ende yang dihadirkan pun beragam, mulai beberapa bulan hingga 70 tahun. Sementara untuk hasil penjualan, nantinya akan diserahkan langsung kepada Juwita.
"Jadi pembeli bisa langsung mengunjungi bu Juwita. Ini semua kain simpenan keluarga mereka yang dikumpulin dari nenek dan buyut mereka. Kebetulan bu Juwita generasi terakhir," jelasnya.
Dengan menggandeng forum antropologi Indonesia, acara yang dihadiri ratusan wanita pecinta kain Nusantara ini juga menjelaskan tentang wasatra tenun bisa dimanfaatkan sebagai sebuah investasi. Pengunjung yang datang juga mendapatkan pengetahuan terkait merawat kain tenun yang baik dan tepat.
"Kalau saya beli (tenun) paling cuma satu, tapi dengan menggandeng forum antropologi Indonesia, jadi menjadi apresiasi mereka, tolong menolong. Yang datang juga jadi tahu bahwa kain nggak sembarangan di potong, tapi dengan ada kajian budaya dan academia, orang kan jadi tahu. Kalau penenun semangat, mereka akan terus menenun dan nggak akan punah tenun ini," pungkasnya.
Sadar akan hal tersebut, pendamping pengrajin sekaligus Ketua Umum Diva Baksos Community Yanti Tambunan menggelar kegiatan sosial bertajuk Warisan Ende di kawasan Pondok Indah, Jakarta, Rabu (8/3/2017). Acara penggalangan dana ini diisi dengan talkshow, fashion show, hingga bazar.
"Kain tenun Ende memiliki pesona yang luar biasa. Motifnya pun beragam. Kalau bukan kita lagi yang melestarikan, lalu siapa lagi? Acara ini juga diadakan untuk menolong ibu Juwita (penenun asal Flores) untuk menjual kain simpenan dari keluarga mereka,” kata Yanti.
“Kebetulan di Flores lagi ada badai angin. Kondisi ini membuat rumah warga roboh. Ibu Juwita pun tidak bisa menenun kembali. Bahkan, ada satu kain yang belum diselesaikan sejak sembilan bulan lalu," tambahnya.
Sementara, sebanyak 50 tenun Ende dihadirkan dengan warna dan motif beragam di acara Warisan Ende. Usia kain tenun Ende yang dihadirkan pun beragam, mulai beberapa bulan hingga 70 tahun. Sementara untuk hasil penjualan, nantinya akan diserahkan langsung kepada Juwita.
"Jadi pembeli bisa langsung mengunjungi bu Juwita. Ini semua kain simpenan keluarga mereka yang dikumpulin dari nenek dan buyut mereka. Kebetulan bu Juwita generasi terakhir," jelasnya.
Dengan menggandeng forum antropologi Indonesia, acara yang dihadiri ratusan wanita pecinta kain Nusantara ini juga menjelaskan tentang wasatra tenun bisa dimanfaatkan sebagai sebuah investasi. Pengunjung yang datang juga mendapatkan pengetahuan terkait merawat kain tenun yang baik dan tepat.
"Kalau saya beli (tenun) paling cuma satu, tapi dengan menggandeng forum antropologi Indonesia, jadi menjadi apresiasi mereka, tolong menolong. Yang datang juga jadi tahu bahwa kain nggak sembarangan di potong, tapi dengan ada kajian budaya dan academia, orang kan jadi tahu. Kalau penenun semangat, mereka akan terus menenun dan nggak akan punah tenun ini," pungkasnya.
(tdy)