Program Ini Mampu Tingkatkan Kualitas Tenun
A
A
A
JAKARTA - Tenun merupakan warisan budaya Indonesia yang perlu dijaga eksistensinya. Pasalnya wastara Nusantara ini tak hanya kerap dijadikan fashion oleh perancang local, juga internasional. Selain itu, tenun juga memiliki nilai sejarah yang diakui sebagai kain etnik bernilai tinggi. Sayang, hasil kerajinan daerah ini hampir ditinggalkan masyarakat daerah.
Oleh karena itu, melalui program Switch Asia Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan Tenun Tradisional, Hivos bekerja sama dengan Uni Eropa mengembangkan sektor ini dengan menjadikan tenun sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan atau SGD 12.
Program Manager Environment, National Resource, Ria Noviari Butarbutar mengatakan program ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas perajin tenun dan produk menjadi lebih baik melalui karya tenun.
"Ini lebih pada keinginan kami untuk memperbaiki kualitas hidup para penenun dan kualitas produk yang selama ini mungkin menggunakan pewarna sintetis. Ada beberapa daerah yang akhirnya sudah mulai hilang dengan tenun asli daerahnya dan membuat tenun dari daerah lain," kata Ria melalui keterangan resmi yang diterima Sindonews.
Kerja sama ini ditandai dengan serah terima dokumen strategi kepada Pustanlinghut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan yang berisikan visi, misi, tantangan dan peta jalan (roadmap) pengembangan sektor tenun tradisional Indonesia selama lima tahun kedepan, termasuk pengembangan ekolabel (sertifikat ramah lingkungan) untuk tenun warna alam. Diadakan pula serah terima produk tenun ramah lingkungan.
Ria menjelaskan, ekolabel mengedepankan bahan dan pewarna alami yang dinilai tidak akan merusak lingkungan hidup. “Jadi kami mendukung produk-produk yang lebih ramah lingkungan, sehingga konsumsinya terus meningkat,” jelasnya.
Sementara, Project Manager Switch Asia Hand Woven Textile Miranda mengungkapkan pewarna alami, menguntungkan perajin tenun lantaran harganya yang murah dan bisa didapatkan dari lingkungan sekitar.
Selain itu pewarna alami bisa mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan maupun sosial dalam industri tenun tradisional.
Menariknya dengan menggunakan pewarna alami, pengrajin bisa membuat beragam warna serta tidak hanya menghasilkan produk fashion yang dikembangkan oleh para desainer, juga menjadi produk furniture seperti bangku, meja, hingga aksesoris furniture lainnya.
Program ini tidak sebatas pada pembinaan para pengrajin, juga pada tahap distribusi dan pemasaran produk di seluruh wilayah Indonesia.
"Negara dengan konsumsi tenun paling tinggi adalah Eropa. Ada penenun yang berusia sekitar 50 tahun sampai tidak tahu bagaimana cara untuk membuat pewarna alami seperti apa. Padahal, dulu tenun diciptakan dengan pewarna alami oleh nenek mereka. Sejauh ini telah ada 20 daerah yang menggunakan pewarna alami dalam pembuatan tenun. Daerah tersebut, di antaranya Klaten, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Sulawesi," terang Miranda.
Oleh karena itu, melalui program Switch Asia Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan Tenun Tradisional, Hivos bekerja sama dengan Uni Eropa mengembangkan sektor ini dengan menjadikan tenun sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan atau SGD 12.
Program Manager Environment, National Resource, Ria Noviari Butarbutar mengatakan program ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas perajin tenun dan produk menjadi lebih baik melalui karya tenun.
"Ini lebih pada keinginan kami untuk memperbaiki kualitas hidup para penenun dan kualitas produk yang selama ini mungkin menggunakan pewarna sintetis. Ada beberapa daerah yang akhirnya sudah mulai hilang dengan tenun asli daerahnya dan membuat tenun dari daerah lain," kata Ria melalui keterangan resmi yang diterima Sindonews.
Kerja sama ini ditandai dengan serah terima dokumen strategi kepada Pustanlinghut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan yang berisikan visi, misi, tantangan dan peta jalan (roadmap) pengembangan sektor tenun tradisional Indonesia selama lima tahun kedepan, termasuk pengembangan ekolabel (sertifikat ramah lingkungan) untuk tenun warna alam. Diadakan pula serah terima produk tenun ramah lingkungan.
Ria menjelaskan, ekolabel mengedepankan bahan dan pewarna alami yang dinilai tidak akan merusak lingkungan hidup. “Jadi kami mendukung produk-produk yang lebih ramah lingkungan, sehingga konsumsinya terus meningkat,” jelasnya.
Sementara, Project Manager Switch Asia Hand Woven Textile Miranda mengungkapkan pewarna alami, menguntungkan perajin tenun lantaran harganya yang murah dan bisa didapatkan dari lingkungan sekitar.
Selain itu pewarna alami bisa mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan maupun sosial dalam industri tenun tradisional.
Menariknya dengan menggunakan pewarna alami, pengrajin bisa membuat beragam warna serta tidak hanya menghasilkan produk fashion yang dikembangkan oleh para desainer, juga menjadi produk furniture seperti bangku, meja, hingga aksesoris furniture lainnya.
Program ini tidak sebatas pada pembinaan para pengrajin, juga pada tahap distribusi dan pemasaran produk di seluruh wilayah Indonesia.
"Negara dengan konsumsi tenun paling tinggi adalah Eropa. Ada penenun yang berusia sekitar 50 tahun sampai tidak tahu bagaimana cara untuk membuat pewarna alami seperti apa. Padahal, dulu tenun diciptakan dengan pewarna alami oleh nenek mereka. Sejauh ini telah ada 20 daerah yang menggunakan pewarna alami dalam pembuatan tenun. Daerah tersebut, di antaranya Klaten, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Sulawesi," terang Miranda.
(tdy)