Desa Wisata Kaki Langit yang Menggeliat
A
A
A
BANTUL - Warsiyah,57, warga Dusun Mangunan, Desa Mangunan, Dlingo, Bantul ini sehari-harinya berprofesi sebagai penjahit. Namun, dua tahun terakhir ini kesibukan nenek satu cucu ini bertambah. Dia juga sibuk mengelola Homestay Ngudi miliknya.
Homestay Ngudi ini menyediakan dua kamar sederhana dan Joglo sebagai pendapa. Joglo ini biasa disewa romongan mahasiswa. 30 mahasiswa bisa ditampung sekaligus di pendapa homestay ini.
“Kalau musim liburan sekolah setiap malam minggu pasti penuh. Rata-rata kelompok mahasiswa yang menyewa. Sesekali ada rombongan keluarga,” terang Warsiyah di sela sela kesibukannya menjahit.
Tak hanya Warsiyah, warga Mangunan yang lain Sumarni, 50, juga mulai membiasakan diri menjadi pengusaha homestay. Sebelumnya Sumarni adalah petani biasa. “Alhamdulillah mas dua bulan ini setiap malam minggu selalu terisi,” kata Anang, pemilik Homestay.
‘Homestay Anang’ milik Sumarni berada persis di samping Sendang Mangunan dan panggung alam yang biasa digunakan untuk kegiatan mahasiswa seperti api unggun, malam keakraban dan lain sebagainya.
Tarif Homestay yang ada di Dusun Mangunan ini memang sangat bersahabat bagi kantong mahasiswa. Untuk rombongan, tarif yang dipatok Rp600 ribu untuk 30 orang atau per orang hanya Rp20 ribu.
Fasilitas yang diberikan untuk rombongan mahasiswa ini juga terbilang sederhana, yakni tikar, kamar mandi dan snack. Sementara, untuk kamar dipatok dari Rp150 ribu hingga Rp250 ribu tergantung kondisi kamar.
“Biasanya yang paling sering rombongan mahasiswa yang sedang ada kegiatan di luar. Tidurnya ya rame-rame di Joglo,” terang Sumarni.
Selain mengelola homestay Sumarni juga melayani jika ada yang ingin memsan makanan, mulai ayam ingkung, tiwul, nasi kotak atau sekedar snack. Makanan yang disajikan pun rata-rata bernuansa tradisional.
“Snacknya bisanya pisang godok, kacang, tiwul, jadah dan lain sebagainya,” jelasnya.
Tokoh pemuda Desa Mangunan Purwo Harsono menjelaskan di Dusun Mangunan saat ini sudah ada 24 unit homestay. Unit usaha homestay ini dikelola oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam wadah Atap Langit.
Menurut Ipung, sapaan akrab Purwo Harsono, Desa Wisata Kaki Langit ini memilik delapan kegiatan yang masing—masing diwadahi oleh kelompok.
“Desa Wisata Kaki Langit memiliki delapan kegiatan yang diwadahi oleh kelompok di antaranya Atap Langit, Langit Ilalang,Langit Terjal, Budaya Langit, Karya Langit, Rasa Langit dan Langit Cerdas.
Semua memiliki konsentrasi kegiatan yang berbeda-beda,” tegasnya.
Jika Atap Langit mengelola homestay, maka Langit Terjal (penghobi automotif), Budaya Langit (atraksi budaya), Karya Langit (merchandise), Rasa Langit (kuliner) dan Langit Cerdas berisi kumpulan anak muda sarjana yang mengkonsep sekolah sawah, kursus menari dan lain sebagainya.
“Berbagai unit kegiatan ini muaranya adalah untuk kesejahtaraan masyarakat. Kami ingin masyarakat bisa sejahtera seperti masyarakat di perkotaan. Dalam waktu dekat kita juga bikin pasar kuliner tradisional,” terang mantan kader PDIP ini.
Melihat usaha wisata di desa ini yang mulai menggeliat, pihak desa juga memberi rambu-rambu yang jelas. Desa tidak ingin ada dampak sosial negative akibat mem-booming-nya usaha wisata ini. Pihak pengelola memuat aturan tegas, pasangan muda-mudi yang tidak jelas tidak bisa menginap dalam satu kamar.
Begitupun dengan pembangunan losmen. Wisatawan asing juga diedukasi untuk berpakaian sopan saat tinggal di dusun tersebut.
“Losmen kita larang, kami tidak ingin di daerah kami pasangan muda mudi yang bebas chek in. Jika bukan suami istri tidak bisa satu kamar. Wisatawan asing juga tidak boleh berpakain tidak sopan ,” tegas Ipung.
Homestay Ngudi ini menyediakan dua kamar sederhana dan Joglo sebagai pendapa. Joglo ini biasa disewa romongan mahasiswa. 30 mahasiswa bisa ditampung sekaligus di pendapa homestay ini.
“Kalau musim liburan sekolah setiap malam minggu pasti penuh. Rata-rata kelompok mahasiswa yang menyewa. Sesekali ada rombongan keluarga,” terang Warsiyah di sela sela kesibukannya menjahit.
Tak hanya Warsiyah, warga Mangunan yang lain Sumarni, 50, juga mulai membiasakan diri menjadi pengusaha homestay. Sebelumnya Sumarni adalah petani biasa. “Alhamdulillah mas dua bulan ini setiap malam minggu selalu terisi,” kata Anang, pemilik Homestay.
‘Homestay Anang’ milik Sumarni berada persis di samping Sendang Mangunan dan panggung alam yang biasa digunakan untuk kegiatan mahasiswa seperti api unggun, malam keakraban dan lain sebagainya.
Tarif Homestay yang ada di Dusun Mangunan ini memang sangat bersahabat bagi kantong mahasiswa. Untuk rombongan, tarif yang dipatok Rp600 ribu untuk 30 orang atau per orang hanya Rp20 ribu.
Fasilitas yang diberikan untuk rombongan mahasiswa ini juga terbilang sederhana, yakni tikar, kamar mandi dan snack. Sementara, untuk kamar dipatok dari Rp150 ribu hingga Rp250 ribu tergantung kondisi kamar.
“Biasanya yang paling sering rombongan mahasiswa yang sedang ada kegiatan di luar. Tidurnya ya rame-rame di Joglo,” terang Sumarni.
Selain mengelola homestay Sumarni juga melayani jika ada yang ingin memsan makanan, mulai ayam ingkung, tiwul, nasi kotak atau sekedar snack. Makanan yang disajikan pun rata-rata bernuansa tradisional.
“Snacknya bisanya pisang godok, kacang, tiwul, jadah dan lain sebagainya,” jelasnya.
Tokoh pemuda Desa Mangunan Purwo Harsono menjelaskan di Dusun Mangunan saat ini sudah ada 24 unit homestay. Unit usaha homestay ini dikelola oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam wadah Atap Langit.
Menurut Ipung, sapaan akrab Purwo Harsono, Desa Wisata Kaki Langit ini memilik delapan kegiatan yang masing—masing diwadahi oleh kelompok.
“Desa Wisata Kaki Langit memiliki delapan kegiatan yang diwadahi oleh kelompok di antaranya Atap Langit, Langit Ilalang,Langit Terjal, Budaya Langit, Karya Langit, Rasa Langit dan Langit Cerdas.
Semua memiliki konsentrasi kegiatan yang berbeda-beda,” tegasnya.
Jika Atap Langit mengelola homestay, maka Langit Terjal (penghobi automotif), Budaya Langit (atraksi budaya), Karya Langit (merchandise), Rasa Langit (kuliner) dan Langit Cerdas berisi kumpulan anak muda sarjana yang mengkonsep sekolah sawah, kursus menari dan lain sebagainya.
“Berbagai unit kegiatan ini muaranya adalah untuk kesejahtaraan masyarakat. Kami ingin masyarakat bisa sejahtera seperti masyarakat di perkotaan. Dalam waktu dekat kita juga bikin pasar kuliner tradisional,” terang mantan kader PDIP ini.
Melihat usaha wisata di desa ini yang mulai menggeliat, pihak desa juga memberi rambu-rambu yang jelas. Desa tidak ingin ada dampak sosial negative akibat mem-booming-nya usaha wisata ini. Pihak pengelola memuat aturan tegas, pasangan muda-mudi yang tidak jelas tidak bisa menginap dalam satu kamar.
Begitupun dengan pembangunan losmen. Wisatawan asing juga diedukasi untuk berpakaian sopan saat tinggal di dusun tersebut.
“Losmen kita larang, kami tidak ingin di daerah kami pasangan muda mudi yang bebas chek in. Jika bukan suami istri tidak bisa satu kamar. Wisatawan asing juga tidak boleh berpakain tidak sopan ,” tegas Ipung.
(tdy)