KB Turunkan Angka Kematian Ibu

Jum'at, 12 Januari 2018 - 12:22 WIB
KB Turunkan Angka Kematian...
KB Turunkan Angka Kematian Ibu
A A A
JAKARTA - Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, sekitar 259-305 per 100.000 kelahiran, jauh dari target 102 per 100.000 kelahiran.

Berbagai hal menjadi penyebab masalah ini. Keluarga Berencana (KB) menjadi solusi atas polemik ini. AKI adalah kematian ibu selama hamil, melahirkan, dan masa nifas. AKI di Indonesia setara dengan negara-negara miskin, seperti Bangladesh, India, Pakistan.

Setidaknya ada empat hal yang menjadi penyebab permasalahan ini, yaitu hamil terlalu banyak, terlalu rapat, terlalu muda, dan terlalu tua. Survei Demografi dan Kependudukan 2012 menunjukkan, sekitar 32,5% AKI terjadi akibat melahirkan terlalu muda tua dan terlalu muda, dan sekitar 34% akibat kehamilan karena terlalu banyak (lebih dari tiga anak).

Data RSCM menunjukkan bahwa sebagian besar kematian AKI akibat melahirkan terlalu muda. Karena itu, diperlukan strategi untuk mengubah perilaku reproduksi untuk menekan AKI, yaitu dengan perencanaan kehamilan atau KB.

“Peran KB sangat penting dalam menurunkan AKI. Jika KB gagal, AKI tidak akan turun. Jangan harap AKI akan turun kalau KB jeblok,” tandas guru besar Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM Prof Dr Biran Affandi SpOG(K).

Survei BKKBN tahun 2015 menunjukkan bahwa 51% remaja putri di perkotaan sudah melakukan hubungan seksual dan di pedesaan sekitar 40%.

Ketika terjadi kehamilan tidak diinginkan, mereka tidak memiliki kesempatan menjadi remaja, tetapi langsung berperan sebagai ibu dengan segala kompleksitasnya. Padahal, kehamilan terbaik adalah pada usia 20-35, ketika seorang perempuan sudah siap secara fisik dan mental.

Saat ini ada pilihan berbagai alat KB yang modern, mulai pil, suntik, susuk (implan), kondom, hingga sterilisasi yang aman dan nyaman, sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan KB. Namun, metode paling efektif untuk menjarangkan kehamilan adalah metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), seperti IUD, implan, dan sterilisasi (vasektomi dan tubektomi).

Sayangnya, pengguna MKJP di Indonesia kalah jauh dari metode KB dan suntik. Menurut drg Widwiono MKes, Direktur Bina Kesertaan KB Jalur Swasta BKKBN, penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang di Indonesia masih memprihatinkan. BKKBN terus mendorong penggunaan MKJP, tetapi pada 2012 baru tercapai 17% dan tahun 2017 naik menjadi 21%. (Sri Noviarni)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1515 seconds (0.1#10.140)