Sego Gajul, Nikmatnya Serasa Ditendang
A
A
A
SEMARANG - Dilihat dari namanya, sego gajul, sajian satu ini memang terdengar unik. Kata sego sudah familier bagi masyarakat Jawa, yang dalam bahasa Indonesia artinya nasi.
Sementara gajul merupakan istilah bahasa khas masyarakat Jawa Tengah, khususnya Semarang. Gajul jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia maknanya ditendang. Bukan hanya namanya yang unik, penyajian sego gajul juga unik karena menggunakan piring model vintage alias piring seng.
Kalau Anda penasaran, cobalah datang ke Warung Wakoel yang beralamatkan di Ngesrep Barat 2, Kota Semarang, Jawa Tengah. Meski terhitung baru seumur jagung, kehadiran Warung Wakoel dengan menunya yang unik kian menambah pilihan dan cita rasa kuliner di Kota Semarang.
Pemilik Warung Wakoel Andreas Herlambang mengungkapkan, menu sego gajul terinspirasi dari tren kuliner saat ini yang lebih menyukai rasa pedas. “Sego gajul adalah perpaduan kuliner modern dengan kuliner tradisional Nusantara yang terdiri atas nasi putih, potongan ayam goreng, sambal bawang, gorengan, lalapan, dan tak lupa guyuran bumbu hitam khas Madura yang menambah kenikmatan saat memakannya,” ungkap Andreas kepada KORAN SINDO.
Andreas membeberkan, bumbu hitam terdiri atas berbagai macam rempah. Pembuatannya melalui proses pemasakan yang lama menggunakan metode slow cooking sehingga menghasilkan warna hitam, tapi tidak gosong.
“Dinamakan sego gajul karena memang sambal yang digunakan adalah cabai rawit merah atau sambal bawang sehingga menimbulkan sen sasi pedas yang serasa digajuli (ditendangi) di mulut, tapi tidak lebay pedasnya. Masih bisa dirasakan gurihnya sambal, tidak sekadar pedas,” ungkapnya.
Sejumlah penikmat kuliner mengaku benar-benar merasakan sensasi beda sego gajul yang disajikan dengan piring seng. “Saya penasaran dengan namanya. Penyajiannya dengan piring seng dan rasanya benar-benar nendang, seperti namanya,” kata Retno, penikmat kuliner asal Tembalang, Semarang.
Dia berharap sego gajul bisa menjadi kuliner khas Semarang karena dilihat dari namanya sudah menjadi identitas Kota Semarang. “Mudah-mudahan sego gajul bisa mewarnai keberagaman kuliner di Semarang,” ujarnya.
Sementara Wakoel juga membuka stan di area Pasar Semarangan, yakni sebuah pasar malam digital yang digagas Pemkot Semarang yang jualannya mempresentasikan keberagaman etnis di Kota Semarang. Pasar Semarangan di bagi ke dalam beberapa area, yaitu Jawa, Belanda, Arab, dan Tionghoa.
“Di Pasar Semarangan selain sego gajul, kami juga menjual steak meneer yang diolah dari daging sapi dan ayam, disajikan dengan saus yang dimasak selama enam jam,” ujar Andreas. Di Wakoel, steak meneer pun disajikan menggunakan piring seng sehingga menambah kesan vintage-nya. (Ahmad Antoni)
Sementara gajul merupakan istilah bahasa khas masyarakat Jawa Tengah, khususnya Semarang. Gajul jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia maknanya ditendang. Bukan hanya namanya yang unik, penyajian sego gajul juga unik karena menggunakan piring model vintage alias piring seng.
Kalau Anda penasaran, cobalah datang ke Warung Wakoel yang beralamatkan di Ngesrep Barat 2, Kota Semarang, Jawa Tengah. Meski terhitung baru seumur jagung, kehadiran Warung Wakoel dengan menunya yang unik kian menambah pilihan dan cita rasa kuliner di Kota Semarang.
Pemilik Warung Wakoel Andreas Herlambang mengungkapkan, menu sego gajul terinspirasi dari tren kuliner saat ini yang lebih menyukai rasa pedas. “Sego gajul adalah perpaduan kuliner modern dengan kuliner tradisional Nusantara yang terdiri atas nasi putih, potongan ayam goreng, sambal bawang, gorengan, lalapan, dan tak lupa guyuran bumbu hitam khas Madura yang menambah kenikmatan saat memakannya,” ungkap Andreas kepada KORAN SINDO.
Andreas membeberkan, bumbu hitam terdiri atas berbagai macam rempah. Pembuatannya melalui proses pemasakan yang lama menggunakan metode slow cooking sehingga menghasilkan warna hitam, tapi tidak gosong.
“Dinamakan sego gajul karena memang sambal yang digunakan adalah cabai rawit merah atau sambal bawang sehingga menimbulkan sen sasi pedas yang serasa digajuli (ditendangi) di mulut, tapi tidak lebay pedasnya. Masih bisa dirasakan gurihnya sambal, tidak sekadar pedas,” ungkapnya.
Sejumlah penikmat kuliner mengaku benar-benar merasakan sensasi beda sego gajul yang disajikan dengan piring seng. “Saya penasaran dengan namanya. Penyajiannya dengan piring seng dan rasanya benar-benar nendang, seperti namanya,” kata Retno, penikmat kuliner asal Tembalang, Semarang.
Dia berharap sego gajul bisa menjadi kuliner khas Semarang karena dilihat dari namanya sudah menjadi identitas Kota Semarang. “Mudah-mudahan sego gajul bisa mewarnai keberagaman kuliner di Semarang,” ujarnya.
Sementara Wakoel juga membuka stan di area Pasar Semarangan, yakni sebuah pasar malam digital yang digagas Pemkot Semarang yang jualannya mempresentasikan keberagaman etnis di Kota Semarang. Pasar Semarangan di bagi ke dalam beberapa area, yaitu Jawa, Belanda, Arab, dan Tionghoa.
“Di Pasar Semarangan selain sego gajul, kami juga menjual steak meneer yang diolah dari daging sapi dan ayam, disajikan dengan saus yang dimasak selama enam jam,” ujar Andreas. Di Wakoel, steak meneer pun disajikan menggunakan piring seng sehingga menambah kesan vintage-nya. (Ahmad Antoni)
(poe)