Sunat untuk Perempuan, Perlukah?
A
A
A
Sunat perempuan memang belum populer. Padahal, tindakan ini ternyata juga memiliki dampak kesehatan hingga kepuasan seksual pada perempuan.
Ada berbagai motivasi yang melatarbelakangi tindakan sunat perempuan ini. Satu pendapat mengatakan sunat perempuan dilakukan untuk mengkontrol gairah seksual seorang perempuan usia muda, yang selanjutnya menjaganya untuk tetap dalam keadaan perawan hingga menikah. Di sisi lain, sunat pada perempuan dilakukan untuk mempermudah wanita mencapai orgasme saat berhubungan intim dengan pasangannya.
“Sunat membuat klitoris lebih mudah dibersihkan dari kotoran. Sehingga tidak ada penumpukan kotoran atau smegma yang tergolong najis,” terang dr. Valleria, SpOG dalam diskusi Memahami Sunat Perempuan dari Sisi Medis, Hukum dan Syariat yang diadakan Rumah Sunat dr. Mahdian. Ia menjelaskan, sunat perempuan dilakukan dengan cara menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa sedikitpun melukai klitoris.
Perlakuan tudung (hoods) klitoris, mirip dengan tindakan hoodectomy yang jamak dilakukan dokter spesialis bedah di dunia, namun dengan indikasi medis. Secara teknis, penorehan tudung klitoris dilakukan menggunakan needle khusus. Karena umumnya dilakukan pada usia kurang dari 5 tahun, dengan anatomi tudung klitoris yang masih sangat tipis dan belum banyak dilalui pembuluh darah serta saraf, tindakan ini sangat minim pendarahan dan rasa sakit.
Penorehan tudung klitoris selanjutnya membuat klitoris ”lebih terbuka” pada usia dewasa terkait perkembangan organ termasuk didalamnya vagina. “Disisi lain kebersihan vagina terutama sekitar klitoris menjadi Iebih terjaga dan terhindar dari bau yang tidak sedap,” urai dr. Valleria.
Di sisi lain pihak seorang dokter asal London Inggris, dr. Jacobson, mengatakan pada wanita yang memiliki masalah untuk mendapatkan kepuasan seksual/ orgasme saat berhubungan intim dengan pasangannya. Bisa jadi disebabkan tudung klitoris yang terlalu tebal, besar sehingga menutupi klitoris.
Hal ini selanjutnya mengurangi rangsangan yang diterima klitoris selama melakukan aktivitas seksual. Dengan dilakuannya hoodectomy, klitoris menjadi terbuka yang selanjutnya meningkatkan rangsangan seksual yang didapatkan seorang wanita untuk mencapai orgasme secara lebih mudah. Ukuran penutup klitoris sangat beragam, dari yang kecil hingga besar.
Pada individu dengan penutup klitoris yang besar, menjadikan kepala klitoris tidak bisa terlihat atau terpapar. Dari beberapa kepustakaan yang ada, ini dikaitkan dengan hormon atau gen tertentu. Tudung klitoris yang besar, akan menghambat gairah dan rangsang seksual sehingga membuat wanita sulit mencapai orgasme.
Batasan Usia Sunat Perempuan
Nah, seperti sunat perempuan yang menjadikan klitoris sedikit terbuka, hoodectomy merupakan tindakan medis yang tidak membutuhkan rawat inap, dan hanya butuh anastesi lokal. Tindakan ini hanya dilakukan dalam waktu 15-30 menit.
Baik tindakan sunat perempuan maupun hoodectomy terbukti tidak menimbulkan kerusakan saraf disekitar klitoris, jika dilakukan oleh tenaga profesional. Komplikasi paska tindakan yang dapat terjadi paska tindakan sunat perempuan seperti infeksi dan pembengkakan. ”Namun dapat diminimalisir tenaga medis dengan pemberian obat-obatan dan tindakan aspesis,” tambah dr. Valleria.
Sementara itu Ustaz Aini Aryani, LC dari Rumah Fiqih Indonesia mengungkapkan, batas usia yang disarankan untuk melakukan sunat perempuan ini adalah sampai 7-10 tahun. Akan tetapi sebagian ulama lain berpendapat boleh dilakukan sampai mencapai Akil baligh. “Diatas itu maka tidak dianjurkan untuk dilakukan khitan,” ujar Aini.
Sunat perempuan ini berbeda dengan tindakan Female Genital Mutilation (FGM) yang menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genitalia eksterna wanita. “Yang dilarang WHO adalah FGM bukan khitan perempuan. FGM adalah pelanggaran hak asasi manusia terhadap perempuan,” imbuh Valeria.
Khitan perempuan harus dilakukan oleh tenaga medis yang memiliki.izin praktik sesuai SOP Khitan perempuan 1636/2010. “Di Indonesia praktik sunat perempuan sudah dilakukan turun temurun terutama di kalangan muslim. Tapi kemudian tidak lagi terdengar di awal tahun 2000 karena dikaitkan dengan sulitnya mencari tenaga medis profesional yang mampu melakukan tindakan ini,” beber dia. (Sri Noviarni)
Ada berbagai motivasi yang melatarbelakangi tindakan sunat perempuan ini. Satu pendapat mengatakan sunat perempuan dilakukan untuk mengkontrol gairah seksual seorang perempuan usia muda, yang selanjutnya menjaganya untuk tetap dalam keadaan perawan hingga menikah. Di sisi lain, sunat pada perempuan dilakukan untuk mempermudah wanita mencapai orgasme saat berhubungan intim dengan pasangannya.
“Sunat membuat klitoris lebih mudah dibersihkan dari kotoran. Sehingga tidak ada penumpukan kotoran atau smegma yang tergolong najis,” terang dr. Valleria, SpOG dalam diskusi Memahami Sunat Perempuan dari Sisi Medis, Hukum dan Syariat yang diadakan Rumah Sunat dr. Mahdian. Ia menjelaskan, sunat perempuan dilakukan dengan cara menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa sedikitpun melukai klitoris.
Perlakuan tudung (hoods) klitoris, mirip dengan tindakan hoodectomy yang jamak dilakukan dokter spesialis bedah di dunia, namun dengan indikasi medis. Secara teknis, penorehan tudung klitoris dilakukan menggunakan needle khusus. Karena umumnya dilakukan pada usia kurang dari 5 tahun, dengan anatomi tudung klitoris yang masih sangat tipis dan belum banyak dilalui pembuluh darah serta saraf, tindakan ini sangat minim pendarahan dan rasa sakit.
Penorehan tudung klitoris selanjutnya membuat klitoris ”lebih terbuka” pada usia dewasa terkait perkembangan organ termasuk didalamnya vagina. “Disisi lain kebersihan vagina terutama sekitar klitoris menjadi Iebih terjaga dan terhindar dari bau yang tidak sedap,” urai dr. Valleria.
Di sisi lain pihak seorang dokter asal London Inggris, dr. Jacobson, mengatakan pada wanita yang memiliki masalah untuk mendapatkan kepuasan seksual/ orgasme saat berhubungan intim dengan pasangannya. Bisa jadi disebabkan tudung klitoris yang terlalu tebal, besar sehingga menutupi klitoris.
Hal ini selanjutnya mengurangi rangsangan yang diterima klitoris selama melakukan aktivitas seksual. Dengan dilakuannya hoodectomy, klitoris menjadi terbuka yang selanjutnya meningkatkan rangsangan seksual yang didapatkan seorang wanita untuk mencapai orgasme secara lebih mudah. Ukuran penutup klitoris sangat beragam, dari yang kecil hingga besar.
Pada individu dengan penutup klitoris yang besar, menjadikan kepala klitoris tidak bisa terlihat atau terpapar. Dari beberapa kepustakaan yang ada, ini dikaitkan dengan hormon atau gen tertentu. Tudung klitoris yang besar, akan menghambat gairah dan rangsang seksual sehingga membuat wanita sulit mencapai orgasme.
Batasan Usia Sunat Perempuan
Nah, seperti sunat perempuan yang menjadikan klitoris sedikit terbuka, hoodectomy merupakan tindakan medis yang tidak membutuhkan rawat inap, dan hanya butuh anastesi lokal. Tindakan ini hanya dilakukan dalam waktu 15-30 menit.
Baik tindakan sunat perempuan maupun hoodectomy terbukti tidak menimbulkan kerusakan saraf disekitar klitoris, jika dilakukan oleh tenaga profesional. Komplikasi paska tindakan yang dapat terjadi paska tindakan sunat perempuan seperti infeksi dan pembengkakan. ”Namun dapat diminimalisir tenaga medis dengan pemberian obat-obatan dan tindakan aspesis,” tambah dr. Valleria.
Sementara itu Ustaz Aini Aryani, LC dari Rumah Fiqih Indonesia mengungkapkan, batas usia yang disarankan untuk melakukan sunat perempuan ini adalah sampai 7-10 tahun. Akan tetapi sebagian ulama lain berpendapat boleh dilakukan sampai mencapai Akil baligh. “Diatas itu maka tidak dianjurkan untuk dilakukan khitan,” ujar Aini.
Sunat perempuan ini berbeda dengan tindakan Female Genital Mutilation (FGM) yang menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genitalia eksterna wanita. “Yang dilarang WHO adalah FGM bukan khitan perempuan. FGM adalah pelanggaran hak asasi manusia terhadap perempuan,” imbuh Valeria.
Khitan perempuan harus dilakukan oleh tenaga medis yang memiliki.izin praktik sesuai SOP Khitan perempuan 1636/2010. “Di Indonesia praktik sunat perempuan sudah dilakukan turun temurun terutama di kalangan muslim. Tapi kemudian tidak lagi terdengar di awal tahun 2000 karena dikaitkan dengan sulitnya mencari tenaga medis profesional yang mampu melakukan tindakan ini,” beber dia. (Sri Noviarni)
(nfl)