Stimulasi Dorong Potensi si Kecil
A
A
A
USIA balita merupakan momen golden period yang t id ak bisa terulang kembali. Orang tua hendaknya memanfaatkan masa tersebut dengan baik.
Bagaikan spons yang menyerap dengan cepat dan banyak air, begitulah kira-kira gambaran otak anak pada masa Windows of opportunity . Dalam hal ini, air yang terserap spons tersebut diumpamakan sebagai pengalaman. Di sinilah peran orang tua yang bertugas memberikan pengalaman kepada anak-anak dan mengenalkan mereka pada aktivitas yang diminatinya.
“Jika sejak bayi distimulasi dengan berbagai rangsangan, otak kecilnya pun akan menyerap,” ujar psikolog Rose Mini. Psikolog yang akrab disapa Bunda Romi ini mencontohkan kemampuan bicara yang jika tidak sering dirangsang, anak akan mengalami keterlambatan berbicara, termasuk kemampuan berjalan.
Namun, jika anak intens diajak berbicara atau menyanyi, kemampuan verbalnya pun akan terstimulasi dengan baik. Pengalaman konkret adalah yang dibutuhkan anak pada usia ini. Namun, dia mengingatkan, tidak berarti anak lantas diberi berbagai aktivitas agar kemampuannya tumbuh melalui kursus. Mengingat usia anak masih balita, sebaliknya orang tualah yang selayaknya mengarahkan kemampuan anak dengan tepat. Psikolog anak Agustina Hendriati mengatakan, sejatinya bakat muncul sejak anak masih dalam kandungan. “Sebab, bakat terkait perkembangan otak ketika masih dalam kandungan,” katanya.
Untuk itu, ketika hamil, ibu dapat melakukan berbagai hal yang dapat menstimulasi perkembangan otak bayi, di antaranya dengan membacakan cerita atau sekadar mengajak bayi mengobrol. “Penelitian menunjukkan bahwa otak bayi dapat merespons kondisi di luar. Telinga bayi dapat mendegar apa yang ibu katakan,” ujar Agustina.
Agustina mengungkapkan, manusia sebenarnya memiliki dua jenis bakat, yaitu bawaan dari lahir atau bakat yang diturunkan orang tua dan bakat yang didapat dari pengaruh lingkungan. Ada anak yang sebenarnya memiliki bakat bermain musik, tetapi karena orang tua tidak mendorong, bakat itu pun lenyap begitu saja.
Sebaliknya, ada anak yang keluarganya tidak memiliki jiwa seni, tetapi karena pengaruh lingkungan, mungkin pergaulan, ditambah dukungan orang tua, bakat bermusik yang dimiliknya pun kian terasah dan menjadi potensi tersendiri.
“Pemunculan bakat memang tergantung pada stimulus yang diberikan orang tua,” ungkap Rose. Bakat yang dimiliki anak saat ini belum tentu menjadi eksistensinya ketika dewasa. Namun, merupakan kewajiban orang tua untuk menumbuhkan sekaligus mengembangkan bakat anak sejak dini.
Makin Dini, Makin Baik
Semakin dini anak menerima stimulasi, semakin baik. Orang tua juga dapat memperkenalkan anak dengan berbagai benda edukatif yang dapat merangsang kemampuan motoriknya, yakni dengan mengamati dan meraba. Ajak anak berkreasi sesuai imajinasinya, beri kertas berwarna, dan mintalah dia mengguntingnya sesuai keinginan, lalu menempelkannya di buku gambar. Bisa pula dengan mengajak anak bermain pasir menggunakan mainan yang dimiliki. Selama orang tua kreatif, ada banyak bahan yang dapat digunakan dan tidak mahal di sekitarnya.
Mengembangkan bakat anak juga bisa dilakukan dengan mengajak si kecil bermain, bukan permainan modern saat ini, seperti PlayStation, melainkan permainan tradisional yang banyak menuntutnya bergerak aktif, seperti petak umpet, drama, atau lompat tali.
“Orang tua juga dapat mengarahkan bakat anak, misalnya jika ingin anak suka membaca, beri dia buka cerita berwarna dan ajak bercerita bersama. Jadikan ini aktivitas rutin dengan membacakan cerita sebelum tidur,” papar Agustina.Demikian pula jika orang tua ingin menumbuhkan kecintaan anak pada dunia seni, musik, atau melukis.
Berikan buku gambar dengan kerayon atau ajak anak melihat ibu atau ayahnya berlatih musik. Tidak berhenti sampai di situ, setelah mengarahkan, orang tua pun berkewajiban mendampingi anak dalam setiap aktivitasnya. Selain memberikan rasa nyaman dan aman bagi anak, orang tua juga dapat mengetahui kemampuan mana yang lebih menonjol. Tidak lupa, lemparkan pujian kepada anak ketika dia menguasai sebuah kebiasaan sekecil apa pun.
Bagaikan spons yang menyerap dengan cepat dan banyak air, begitulah kira-kira gambaran otak anak pada masa Windows of opportunity . Dalam hal ini, air yang terserap spons tersebut diumpamakan sebagai pengalaman. Di sinilah peran orang tua yang bertugas memberikan pengalaman kepada anak-anak dan mengenalkan mereka pada aktivitas yang diminatinya.
“Jika sejak bayi distimulasi dengan berbagai rangsangan, otak kecilnya pun akan menyerap,” ujar psikolog Rose Mini. Psikolog yang akrab disapa Bunda Romi ini mencontohkan kemampuan bicara yang jika tidak sering dirangsang, anak akan mengalami keterlambatan berbicara, termasuk kemampuan berjalan.
Namun, jika anak intens diajak berbicara atau menyanyi, kemampuan verbalnya pun akan terstimulasi dengan baik. Pengalaman konkret adalah yang dibutuhkan anak pada usia ini. Namun, dia mengingatkan, tidak berarti anak lantas diberi berbagai aktivitas agar kemampuannya tumbuh melalui kursus. Mengingat usia anak masih balita, sebaliknya orang tualah yang selayaknya mengarahkan kemampuan anak dengan tepat. Psikolog anak Agustina Hendriati mengatakan, sejatinya bakat muncul sejak anak masih dalam kandungan. “Sebab, bakat terkait perkembangan otak ketika masih dalam kandungan,” katanya.
Untuk itu, ketika hamil, ibu dapat melakukan berbagai hal yang dapat menstimulasi perkembangan otak bayi, di antaranya dengan membacakan cerita atau sekadar mengajak bayi mengobrol. “Penelitian menunjukkan bahwa otak bayi dapat merespons kondisi di luar. Telinga bayi dapat mendegar apa yang ibu katakan,” ujar Agustina.
Agustina mengungkapkan, manusia sebenarnya memiliki dua jenis bakat, yaitu bawaan dari lahir atau bakat yang diturunkan orang tua dan bakat yang didapat dari pengaruh lingkungan. Ada anak yang sebenarnya memiliki bakat bermain musik, tetapi karena orang tua tidak mendorong, bakat itu pun lenyap begitu saja.
Sebaliknya, ada anak yang keluarganya tidak memiliki jiwa seni, tetapi karena pengaruh lingkungan, mungkin pergaulan, ditambah dukungan orang tua, bakat bermusik yang dimiliknya pun kian terasah dan menjadi potensi tersendiri.
“Pemunculan bakat memang tergantung pada stimulus yang diberikan orang tua,” ungkap Rose. Bakat yang dimiliki anak saat ini belum tentu menjadi eksistensinya ketika dewasa. Namun, merupakan kewajiban orang tua untuk menumbuhkan sekaligus mengembangkan bakat anak sejak dini.
Makin Dini, Makin Baik
Semakin dini anak menerima stimulasi, semakin baik. Orang tua juga dapat memperkenalkan anak dengan berbagai benda edukatif yang dapat merangsang kemampuan motoriknya, yakni dengan mengamati dan meraba. Ajak anak berkreasi sesuai imajinasinya, beri kertas berwarna, dan mintalah dia mengguntingnya sesuai keinginan, lalu menempelkannya di buku gambar. Bisa pula dengan mengajak anak bermain pasir menggunakan mainan yang dimiliki. Selama orang tua kreatif, ada banyak bahan yang dapat digunakan dan tidak mahal di sekitarnya.
Mengembangkan bakat anak juga bisa dilakukan dengan mengajak si kecil bermain, bukan permainan modern saat ini, seperti PlayStation, melainkan permainan tradisional yang banyak menuntutnya bergerak aktif, seperti petak umpet, drama, atau lompat tali.
“Orang tua juga dapat mengarahkan bakat anak, misalnya jika ingin anak suka membaca, beri dia buka cerita berwarna dan ajak bercerita bersama. Jadikan ini aktivitas rutin dengan membacakan cerita sebelum tidur,” papar Agustina.Demikian pula jika orang tua ingin menumbuhkan kecintaan anak pada dunia seni, musik, atau melukis.
Berikan buku gambar dengan kerayon atau ajak anak melihat ibu atau ayahnya berlatih musik. Tidak berhenti sampai di situ, setelah mengarahkan, orang tua pun berkewajiban mendampingi anak dalam setiap aktivitasnya. Selain memberikan rasa nyaman dan aman bagi anak, orang tua juga dapat mengetahui kemampuan mana yang lebih menonjol. Tidak lupa, lemparkan pujian kepada anak ketika dia menguasai sebuah kebiasaan sekecil apa pun.
(don)