Tingkatkan Edukasi DBD, Bayer Kembangkan Mosquito Learning Lab

Kamis, 09 Agustus 2018 - 14:15 WIB
Tingkatkan Edukasi DBD,...
Tingkatkan Edukasi DBD, Bayer Kembangkan Mosquito Learning Lab
A A A
KASUS penyakit DBD telah meningkat signifikan di seluruh dunia dalam 50 tahun terakhir dengan kenaikan hingga 30 kali lipat. Menurut data WHO dan Kemenkes RI, di Asia Pasifik tercatat 15,2 juta kasus DBD terjadi pada 2016.

Sementara sejumlah 202.314 kasus, termasuk 1.539 kematian, dilaporkan terjadi di Tanah Air. Diperkirakan 100 juta orang terinfeksi DBD setiap tahunnya, di mana 50% populasi dunia hidup di daerah berisiko demam berdarah. Saat ini belum ada pengobatan khusus untuk demam berdarah atau demam berdarah akut.DBD berat telah menjadi penyebab utama rawat inap dan kematian di antara anak-anak dan orang dewasa di Asia dan Amerika Latin. Upaya melawan penyakit yang ditularkan vektor ini membutuhkan dukungan berbagai pemangku kepentingan yang melibatkan sektor swasta maupun publik, akademisi, pemerintah, serta organisasi nonpemerintah.
Ancaman DBD atau virus zika atau malaria tidak mengenal batas dan menjadi perhatian semua orang. “Bayer selalu menjadi bagian dari perjuangan melawan penyakit yang ditularkan nyamuk dan merupakan mitra aktif dalam membina kesehatan masyarakat di seluruh dunia melalui pengendalian vektor sejak 1950-an,” kata Frederic Baur, Head of Vector Control Environmental Science Bayer Crop Science.

Untuk memperkuat inisiatif yang meningkatkan kesadaran terhadap DBD serta program edukasi bagi masyarakat, Bayer mengembangkan Mosquito Learning Lab. Ini adalah alat pembelajaran online untuk membantu menyampaikan pesan kepada seluruh anggota masyarakat, mulai anak sekolah hingga keluarga.

“Komunitas lokal memiliki peran yang sangat penting dalam mengurangi jumlah dan mencegah penularan penyakit. Menurut Kemenkes, anak sekolah berusia 5-14 tahun termasuk yang paling rentan terkena DBD,” papar Yudi Clements, Regional Key Account Management and Country Manager Bayer Crop Science. Hal ini disebabkan kelompok usia tersebut tengah mengikuti kegiatan sekolah ketika nyamuk justru dalam kondisi paling aktif. Untuk diketahui, setelah digigit nyamuk pembawa virus dengue, gejala demam berdarah tidak langsung muncul, tetapi menunggu masa inkubasi sekitar 3-14 (biasanya 4-7) hari.

Demam berdarah ringan umumnya ditandai demam tinggi yang mendadak, sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot, serta sendi, hilangnya nafsu maka, mual, dan ruam pada permukaan kulit. Sedangkan pada demam berdarah yang parah atau dikenal dengue hemorrhagic fever, dapat menyebabkan perdarahan serius, penurunan tekanan darah yang tiba-tiba (shock), dan kematian. Pada 2017, Bayer memperkenalkan Mosquito Learning Lab di SDN Baru 7 di Cijantung sebagai bagian dari kegiatan ASEAN Dengue Day.

Alat ini memungkinkan anak-anak belajar fakta penting DBD dan nyamuk Aedes Aegypti serta bagaimana mencegah munculnya tempat yang berpotensi menjadi lokasi perkembangbiakkan nyamuk di lingkungan sekolah dan rumah mereka.

Sri noviarniGawai Pengaruhi Kualitas Tidur

SURVEI global pertama Princess Cruises di 12 negara, termasuk Indonesia, mengungkapkan bahwa kebiasaan digital masyarakat Indonesia memengaruhi kualitas tidur mereka, dengan 62% pen du duk melihat media sosial sebelum tidur.

Padahal, riset telah menunjukkan dampak cahaya biru pada perangkat nirkabel sebelum tidur dapat mengurangi mutu tidur seseorang. Hal ini diungkapkan Dr Michael Breus PhD, dokter khusus di bidang masalah tidur. “Tidur selalu menjadi masalah bagi sebagian orang di seluruh dunia dan lintas generasi, baik di rumah maupun saat bepergian. Tidur merupakan pengalaman sensorik vital yang memungkinkan tubuh seseorang mengisi ulang energi dan memulihkan diri dari ketegangan mental dan fisik,” paparnya dalam jumpa pers Princess Cruises.

Menurut hasil survei Wakefield Research for Princess Cruises, orang dewasa pada umumnya tidak menyediakan waktu tidur atau rileks. Terdapat 78% masyarakat Indonesia yang disiplin dalam waktu tidur serta memiliki waktu tidur konsisten, walaupun hirukpikuk kesibukan kehidupan perkotaan masih memengaruhi kondisi mereka. Indonesia juga memiliki angka tidur cepat tertinggi di dunia, dengan sekitar 40% masyarakat tidur sebelum pukul 22.00 malam dan bangun sekitar pukul 06.30.

Sedangkan, 1 dari 4 adalah penderita insomnia yang mengaku jadwal tidurnya tidak menentu, bahkan tidak tidur sama sekali sebanyak 23%. Adapun 13% dari masyarakat Indonesia menempatkan diri mereka pada kategori “si burung hantu” karena tidur setelah tengah malam.

Jika ingin mendapatkan tidur berkualitas, Dr Breus menyarankan untuk membatasi penggunanya gawai (gadget ) menjelang waktu tidur, setidaknya satu jam sebelum tidur. Tentu saja ini termasuk meletakkan pekerjaan Anda dan mematikan komputer. Sambung lagi kegiatan tersebut esok hari.Cara ini dapat meningkatkan produktivitas di tempat kerja. Berolahraga pada pagi hari juga dapat menikmati kualitas tidur yang lebih baik ketimbang berolahraga pada malam hari. Berolahraga pada pagi hari juga mempermudah tidur dan bangun lebih awal. Jika kebiasaan tidur lebih awal ini di lakukan secara reguler, tubuh di latih menciptakan alarm alami.
Lebih jauh, saat ini generasi milenial yang memiliki energi muda untuk menikmati akhir pekan guna bersosialisasi adalah generasi yang ternyata paling mungkin untuk tetap tinggal dan tidur lebih banyak ketimbang generasi baby boomers. Namun, saat berlibur sekalipun tidak menjamin waktu istirahat yang lebih baik, karena 83% orang Indonesia masih sering berjuang untuk tidur malam nyenyak saat berlibur. Generasi milenial mengalami masalah tidur lebih banyak dibanding generasi sebelumnya. Tidur semakin menjadi masalah ketika bepergian yang melintasi dua atau lebih zona waktu.

“73% wisatawan Indonesia biasanya mengalami efek samping yang tidak menyenangkan, termasuk gangguan tidur, seperti insomnia atau bangun sangat pagi (38%), kelelahan siang hari (33%), dan sakit kepala (31%). Semua ini dapat mengganggu kenikmatan liburan,” beber dr Breus.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1322 seconds (0.1#10.140)