Prisia Nasution Ajak Para Anak Muda Cegah Radikalisme
A
A
A
YOGYAKARTA - Di tengah kesibukannya sebagai artis, Prisia Nasution masih menyempatkan diri berbagi pengalaman dengan ratusan pelajar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam acara Workshop Video Pendek Menjadi Indonesia, Pelibatan Pelajar SMA Sederajat. Acara ini diselenggarakan oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIY dan BNPT di Grha Tama Pustaka DIY, Banguntapan, Bantul.
Phia—sapaan akrab Prisia—mengaku sudah dua tahun ini bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terlibat dalam pencegahan terorisme utamanya di kalangan anak muda Indonesia. Bersama dengan praktisi film Bhre Aditya mereka memberikan materi dan tips-tips tentang bagaimana membuat video pendek yang menarik untuk ditonton dengan hanya menggunakan smart phone.
“Mereka ini kan setiap hari memegang gawai. Dengan membuat video pendek tentang pencegahan terorisme dan diunggah ke medsos, youtube dan lainnya akan lebih mengena dibandingkan iklan di televisi atau media lainnya,” tutur dia.
Sekitar 190 pelajar dari 50-an SMA dan SMK se-DIY ini mengikuti kegiatan ini sejak pagi. Usai mendapatkan materi mereka diminta praktik langsung membuat film pendek. Harapannya mereka bisa membuat film sebanyak-sebanyaknya yang berisi tentang toleransi, keberagaman dan pesan-pesan perdamaian yang bisa diunggah ke medsos masing-masing. Dengan banyaknya konten postif yang diunggah akan bisa mengusur konten-konten negative berisi radikalisme yang saat ini marak di media sosial.
“Mereka akan enjoy membuat film pendek sesuai kebutuhan mereka,” ujar dia.
Ketua FKPT DIY Prof Muhtaysar Syamsudin menyebut metode workshop pembuatan film pendek ini didharapkan efektif memberikan kesadaran dan pengetahuan kepada generasi muda tentang bahayanya radikalisme. Metode dan proses pecegahan radikalisme tidak hanya workshop video pendek, tapi juga dengan pendidikan, penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat.
“Tahun ini kita juga menyentuh aparat di kelurahan untuk bisa mencegah warganya teradap pengaruh radikalisme. Workshop ini merupakan kegiatan kelima tahun ini,” kata dia.
Mantan dekan Fakultas Filsafat UGM ini menyebut, FKPT DIY telah melakukan penelitian sebanyak tiga kali. Dari hasil penelitian itu, narasi-narasi tentang radikalisme, ekstrimisme, militansi dan eksklusivisme memang banyak disuarakan di Yogya utamanya di kampus-kampus dan di masyarakat. Namun, sejauh penelitian yang ketiga ternyata patut disyukuri bahwa di Yogya sangat kondusif untuk mencegah masyarakat dari pengaruh pengaruh radikalisme.
“Kami menemukan kearifan masyarakat Yogya sagat efektif untuk cegah radikalimse. Contoh masyarakat Yogya sangat toleran. Ini bisa mencegah tindakan militan dan eksetrimisme,” kata dia.
Kasubid Pemberdayaan Masyarakat BNPT Dr Andi Intan Dulung menyebut BNPT juga merangkul guru-guru untuk mencegah dan menangkal paham radikalisme. Pasalnya, BNPT menekukan ajaran radikalisme tidak hanya di kampus, tapi, sudah sampai ke PAUD dan SD. “Yang paling penting gurunya. Anak-anak idolanya guru, kalau mereka mengajarkan begitu ketika orang tua memberitahu pun anak-anak berontak. Guru saya kan bilang begini,” ujarnya.
Menurut Andi, saat ini BNPT telah mengandeng guru. Langkah ini dianggap efektif untuk menangkal radikalisme di kalangan pendidikan usia dini dan SD. “BNPT perlu libatkan guru. Tahun ini libatkan di bidang pendidikan. Tapi kami tidak mampu sendiri. Tahun ini BPNT hanya libatkan beberapa personel guru untuk digandeng. 2019 nanti kita akan masif ikutkan guru,” kata dia.
Phia—sapaan akrab Prisia—mengaku sudah dua tahun ini bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terlibat dalam pencegahan terorisme utamanya di kalangan anak muda Indonesia. Bersama dengan praktisi film Bhre Aditya mereka memberikan materi dan tips-tips tentang bagaimana membuat video pendek yang menarik untuk ditonton dengan hanya menggunakan smart phone.
“Mereka ini kan setiap hari memegang gawai. Dengan membuat video pendek tentang pencegahan terorisme dan diunggah ke medsos, youtube dan lainnya akan lebih mengena dibandingkan iklan di televisi atau media lainnya,” tutur dia.
Sekitar 190 pelajar dari 50-an SMA dan SMK se-DIY ini mengikuti kegiatan ini sejak pagi. Usai mendapatkan materi mereka diminta praktik langsung membuat film pendek. Harapannya mereka bisa membuat film sebanyak-sebanyaknya yang berisi tentang toleransi, keberagaman dan pesan-pesan perdamaian yang bisa diunggah ke medsos masing-masing. Dengan banyaknya konten postif yang diunggah akan bisa mengusur konten-konten negative berisi radikalisme yang saat ini marak di media sosial.
“Mereka akan enjoy membuat film pendek sesuai kebutuhan mereka,” ujar dia.
Ketua FKPT DIY Prof Muhtaysar Syamsudin menyebut metode workshop pembuatan film pendek ini didharapkan efektif memberikan kesadaran dan pengetahuan kepada generasi muda tentang bahayanya radikalisme. Metode dan proses pecegahan radikalisme tidak hanya workshop video pendek, tapi juga dengan pendidikan, penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat.
“Tahun ini kita juga menyentuh aparat di kelurahan untuk bisa mencegah warganya teradap pengaruh radikalisme. Workshop ini merupakan kegiatan kelima tahun ini,” kata dia.
Mantan dekan Fakultas Filsafat UGM ini menyebut, FKPT DIY telah melakukan penelitian sebanyak tiga kali. Dari hasil penelitian itu, narasi-narasi tentang radikalisme, ekstrimisme, militansi dan eksklusivisme memang banyak disuarakan di Yogya utamanya di kampus-kampus dan di masyarakat. Namun, sejauh penelitian yang ketiga ternyata patut disyukuri bahwa di Yogya sangat kondusif untuk mencegah masyarakat dari pengaruh pengaruh radikalisme.
“Kami menemukan kearifan masyarakat Yogya sagat efektif untuk cegah radikalimse. Contoh masyarakat Yogya sangat toleran. Ini bisa mencegah tindakan militan dan eksetrimisme,” kata dia.
Kasubid Pemberdayaan Masyarakat BNPT Dr Andi Intan Dulung menyebut BNPT juga merangkul guru-guru untuk mencegah dan menangkal paham radikalisme. Pasalnya, BNPT menekukan ajaran radikalisme tidak hanya di kampus, tapi, sudah sampai ke PAUD dan SD. “Yang paling penting gurunya. Anak-anak idolanya guru, kalau mereka mengajarkan begitu ketika orang tua memberitahu pun anak-anak berontak. Guru saya kan bilang begini,” ujarnya.
Menurut Andi, saat ini BNPT telah mengandeng guru. Langkah ini dianggap efektif untuk menangkal radikalisme di kalangan pendidikan usia dini dan SD. “BNPT perlu libatkan guru. Tahun ini libatkan di bidang pendidikan. Tapi kami tidak mampu sendiri. Tahun ini BPNT hanya libatkan beberapa personel guru untuk digandeng. 2019 nanti kita akan masif ikutkan guru,” kata dia.
(alv)