Menyisiri Sebatik, Pulau Indah di Perbatasan Indonesia-Malaysia
A
A
A
SEBATIK - Empat perahu kecil bersandar di kawasan sungai Limau di sisi utara patok 3, Aji Kuning, Kecamatan Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis (18/10/2018) siang. Kedatangan perahu menjadi suasana yang paling sibuk di siang itu.
Beberapa orang mulai menyambut. Mereka berdatangan dari sejumlah golongan melakukan bongkar muat barang, mulai dari tabung gas, beras, hingga makanan kecil lainnya. Bak gula dengan semut, kian lama warga mulai menyemuti dermaga ini.
Pasar kaget seketika bermunculan, beberapa orang mulai berdatangan menyambut barang. Ibu menggunakan sepeda motor matic tampak mengangkut sejumlah beras dengan karungan kecil, para pria dewasa mencoba mengangkut tabung gas, sementara anak-anak membeli beberapa makanan ringan.
Aktivitas di sungai limau sudah terjadi sejak lama, jauh sebelum Indonesia dan Malaysia memproklamirkan kemerdekaanya. Kawasan ini memang dikenal sebagai salah satu pintu masuk jalur perdagangan dan aktivitas ekonomi di pulau sebatik. Beberapa hari sekali, kapal kayu dari Malaysia datang membawa sejumlah bahan makanan.
Kondisi tak jauh beda terjadi di pasar Sei Nyamuk, yang berlokasi hampir delapan kilometer dari patok 3. Aktivitas di sana tampak hidup dengan mengandalkan barang dari Malaysia.
Sejumlah warung toko klontong maupun sembako tampak menjual beberapa barang Malaysia, mulai dari susu, minuman kemasan, makanan ringan, hingga beras. Barang itu sengaja di datangkan langsung dari Malaysia demi memenuhi isi perut masyarakat Sebatik yang berjumlah ribuan orang.
“Kalau barang dari Surabaya, harganya mahal dan bisa makan waktu lama,” kata Lizah, 24, pemilik toko UD Nur Syaidah, salah satu toko kelontong di Sebatik.
Bagi masyarakat Sebatik, kondisi demikian merupakan hal yang biasa. Pulau Sebatik merupakan pulau yang berbatasan langsung dengan Malaysia, karenanya pulau ini terbagi dua, antara Indonesia dengan Malaysia.
Untuk mendatangkan barang dan memenuhi kebutuhan sembako masyarakat di sana. Warga mengandalkan dari Tawau, Malaysia yang berjarak beberapa kilometer. Sementara bila mengandalkan pasokan dalam negeri, memakan waktu berhari hari lantaran pasokan terdekat berasal dari Makassar atau Surabaya.
“Apa mau dikata, kalau dari Makassar atau Surabaya membutuhkan 4-5 hari, produk baru sampai. Tentu harga operasi logistik melambung, ini akan sangat berat untuk perbatasan,” ujar Advisor Human Resouces Division Kadin Kalimantan Utara (Kaltara), Mohammad Aidi Hendrik.
Karenanya melihat kondisi demikian, tak heran di Sebatik pembelian uang masih menggunakan dua mata uang, yakni Ringgit Malaysia dan Rupiah Indonesia. Para pedagang pun tak merasa kerepotan bila ada masyarakat yang membeli barang menggunakan mata uang ringgit, sebab uang ringgit nantinya digunakan untuk mengambil dan menyetok barang dari Malaysia.
Meskipun demikian, memenuhi kebutuhan masyarakat di sana pemerintah pusat melalui Tol Laut yang dicanangkan Presiden Jokowi telah mengupayakan barang produk Indonesia untuk sampai ke Nunukan dan Sebatik. Namun karena lokasi yang jauh dan kondisi alam yang tak menentu membuat barang yang tersuplai tak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Aidi mengakui kondisi ini menimbulkan dilema. Sistem tradisional barter trade yang terjadi tak bermaksud mengkreditkan barang dalam negeri. Asalkan suplai barang terpenuhi, masyarakat bisa mengkonsumsi produk lokal.
Sikap sama juga diungkapkan Asisten Deputi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Darat, Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara (BNPP), Indra Purnama yang mengakui ekonomi masyarakat di sini saling membutuhkan. Kondisi yang berbatasan menggaharuskan masyarakat Nunukan dan Sebatik mengandalkan langsung pasokan barang dari Malaysia, terutama pasokan sembako.
“Yah, suka tidak suka, kita butuh mereka. Ini bukan persoalan illegal, tapi untuk kebutuhan perut. Satu sisi pemerintah pusat juga tengah mengupayakan pasokan barang bisa terus disuplai hingga ke sini,” ucapnya.
Potensi Ekonomi dan Wisata
Kondisi alam pulau Nunukan dan pulau Sebatik yang asri dan belum terjamah pembangunan, membuat dua pulau ini dipenuhi potensi wisata dan ekonomi.
Hamparan bukit hijau dan sejuk dan liukan jalan membuat pemandangan cukup menyenangkan. Kicau burung hembusan angin pantai terdengar begitu jelas.
Di Pos Bambangan, Sebatik, misalnya. Kawasan ini memiliki letak yang cukup tinggi diantara kawasan lainnya di pulau Sebatik. Tebing yang curam hamparan pohon indah menjadi kesejukan mata, daerah ini jauh dari bising kendaraan dan hiruk-pikuk perkotaan.
Kicauan burung-burung terdengar di sisi jalanan. Kepakan sayap burung elang gunung terdengar begitu jelas. Bila beruntung, kita akan melihat bagaimana elang menerkam mangsanya.
Kondisi tak jauh berbeda juga terlihat di bibir pantai. Belum terjamah dari masyarakat membuat dua pantai, batu lamampu dan kayu angin menjadi lokasi berisitirahat yang enak. Dua pantai ini memiliki karakteristik berbeda.
Pantai Batu Lamampu merupakan pantai sepi yang nyaris tak terjamah dengan orang. Untuk mengaksesnya, membutuhkan jarak sekitar 500 meter dari mobil yang terparkir di kebun sawit.
Pantai ini cukup sepi, tak ada orang yang beraktivitas. Pasir-pasir pantai lembut membuat kaki malas melangkah, angin sepoi membuat rasa kantuk muncul. Desiran ombak membuat badan ingin bermain air. Di sisi pantai terdapat bukit yang terdapat tempat persitirahat. Beberapa warga yang selesai bermain kerap beristirahat di tempat itu.
Kondisi berbeda di pantai kayu angin, berlokasi tak jauh dari pantai batu lamampu. Kondisi pantai terlihat sedikit ramai karena berlokasi dengan pemukiman nelayan. Bermain di pantai ini kita bisa menikmati ikan yang merupakan hasil tangkapan nelayan lokal.
“Biasanya kalau wisata di sini, banyak yang sambil makan ikan,” kata Sardi, 45, salah satu warga di Pantai Kayu Angin.
Tak hanya keindahan alam, Kabupaten Nunukan juga memiliki tempat menarik untuk mengabadikan. Salah satunya dengan lokasi tugu Dwikora yang berlokasi di alun alun. Tugu ini setiap sore dipenuhi banyak pelancong yang berswafoto untuk mengabadikan moment bersejarah konfrontasi Malaysia di era Presiden Soekarno.
Untuk wisata religi, ada pula masjid Hidayatur Rahma yang berlokasi di Islamic Centre. Masjid ini cukup megah berdiri di lahan 10 hektare, empat tiang dengan lima kubah membuat masjid ini cukup kokoh. Taman taman hijau di bibir pantai membuat masjid sayang tak dikunjungi bila berada di Nunukan.
SDA yang Melimpah
Aidi memaparkan Kamar Dagang (Kadin) Kaltara melihat nunukan memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Tak hanya soal perkebunan sawit, Kabupaten Nunukan memiliki potensi perkebunan cokelat, buah naga, minyak, ikan, hingga rumput laut.
“Kayak rumput laut. Sebulan aja kita bisa ekspor sampai 3.000—3.500 ton sebulan,” kata Aidi.
Sementara untuk kekayaan laut, berada di dekat kawasan Laut China Selatan membuat ikan mudah ditangkap dan kerap di ekspor ke luar negeri. Ada pula kepiting soka yang menjadi kepiting paling di gemari di Malaysia.
Karena itu untuk memaksimalkan potensi yang ada, Aidi meminta pemerintah pusat dan daerah terus berkolaborasi membangun infrastruktur. Dengan demikian ekonomi dan pariwisata akan berjalan seiringin, PAD akan masuk dengan sendirinya.
Sekda Kabupaten Nunukan, Serfianus mengatakan ada banyak sektor potensial bagi Nunukan, mulai dari Migas, Batu Bara, Emas, dan Minyak. Karena pihaknya untuk terus menjaga dan mengeksplor kawasan Nunukan demi mendatangkan PAD.
Sementara untuk pariwisata, Serfianus melanjutkan sesuai Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentag pemerintahan Daerah. Kawasan perbatasan menjadi urusan pusat. Meski demikian, demi memacu ekonomi, Nunukan kini tengah mengembangkan pariwisata. Dia meminta dukungan dari pusat membangun infrastruktur seperti bandara dan jalan.
“Sederhana saja, Kabupaten Nunukan memiliki potensinya alam yang sudah dimiliki. Kita hanya perlu akomodasi turis untuk mengaksesnya,” kata Serfianus.
Serfianus menjelaskan kondisi geografis Nunukan yang dipenuhi pantai dan perbatasan. Membuat kekayaan alam sangat beragam mulai dari mangrove dan perikanan rumput laut.
“Nah pengerajin rumput laut bisa kita kemas ke dalam wisata juga,” tambahnya.
Termasuk keragaman fauna, Serfianus melanjutkan banyak keragaman yang perlu dikembangkan untuk dilihat, seperti buaya air tawar, gajah, elang, hingga berbagai jenis ikan.
Head of Marketing MNC Travel, Diana Ring menjelaskan pihaknya berkomitmen untuk menjamah dan mengenalkan wilayah perbatasan Indonesia sebagai daya tarik wisata, salah satunya Nunukan yang dilihat cukup menarik untuk dikunjungi. Sebab di kawasan ini beragam tempat bisa dikunjungi.
Terlebih Indonesia, melalui Kementrian Pariwisata, menargetkan 17 juta wisata untuk hadir setiap tahunnya. “Kami akan mengemas dengan beberapa paket menarik kepada sejumlah perusahaan untuk wisata ke Nunukan,” tuturnya.
Beberapa orang mulai menyambut. Mereka berdatangan dari sejumlah golongan melakukan bongkar muat barang, mulai dari tabung gas, beras, hingga makanan kecil lainnya. Bak gula dengan semut, kian lama warga mulai menyemuti dermaga ini.
Pasar kaget seketika bermunculan, beberapa orang mulai berdatangan menyambut barang. Ibu menggunakan sepeda motor matic tampak mengangkut sejumlah beras dengan karungan kecil, para pria dewasa mencoba mengangkut tabung gas, sementara anak-anak membeli beberapa makanan ringan.
Aktivitas di sungai limau sudah terjadi sejak lama, jauh sebelum Indonesia dan Malaysia memproklamirkan kemerdekaanya. Kawasan ini memang dikenal sebagai salah satu pintu masuk jalur perdagangan dan aktivitas ekonomi di pulau sebatik. Beberapa hari sekali, kapal kayu dari Malaysia datang membawa sejumlah bahan makanan.
Kondisi tak jauh beda terjadi di pasar Sei Nyamuk, yang berlokasi hampir delapan kilometer dari patok 3. Aktivitas di sana tampak hidup dengan mengandalkan barang dari Malaysia.
Sejumlah warung toko klontong maupun sembako tampak menjual beberapa barang Malaysia, mulai dari susu, minuman kemasan, makanan ringan, hingga beras. Barang itu sengaja di datangkan langsung dari Malaysia demi memenuhi isi perut masyarakat Sebatik yang berjumlah ribuan orang.
“Kalau barang dari Surabaya, harganya mahal dan bisa makan waktu lama,” kata Lizah, 24, pemilik toko UD Nur Syaidah, salah satu toko kelontong di Sebatik.
Bagi masyarakat Sebatik, kondisi demikian merupakan hal yang biasa. Pulau Sebatik merupakan pulau yang berbatasan langsung dengan Malaysia, karenanya pulau ini terbagi dua, antara Indonesia dengan Malaysia.
Untuk mendatangkan barang dan memenuhi kebutuhan sembako masyarakat di sana. Warga mengandalkan dari Tawau, Malaysia yang berjarak beberapa kilometer. Sementara bila mengandalkan pasokan dalam negeri, memakan waktu berhari hari lantaran pasokan terdekat berasal dari Makassar atau Surabaya.
“Apa mau dikata, kalau dari Makassar atau Surabaya membutuhkan 4-5 hari, produk baru sampai. Tentu harga operasi logistik melambung, ini akan sangat berat untuk perbatasan,” ujar Advisor Human Resouces Division Kadin Kalimantan Utara (Kaltara), Mohammad Aidi Hendrik.
Karenanya melihat kondisi demikian, tak heran di Sebatik pembelian uang masih menggunakan dua mata uang, yakni Ringgit Malaysia dan Rupiah Indonesia. Para pedagang pun tak merasa kerepotan bila ada masyarakat yang membeli barang menggunakan mata uang ringgit, sebab uang ringgit nantinya digunakan untuk mengambil dan menyetok barang dari Malaysia.
Meskipun demikian, memenuhi kebutuhan masyarakat di sana pemerintah pusat melalui Tol Laut yang dicanangkan Presiden Jokowi telah mengupayakan barang produk Indonesia untuk sampai ke Nunukan dan Sebatik. Namun karena lokasi yang jauh dan kondisi alam yang tak menentu membuat barang yang tersuplai tak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Aidi mengakui kondisi ini menimbulkan dilema. Sistem tradisional barter trade yang terjadi tak bermaksud mengkreditkan barang dalam negeri. Asalkan suplai barang terpenuhi, masyarakat bisa mengkonsumsi produk lokal.
Sikap sama juga diungkapkan Asisten Deputi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Darat, Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara (BNPP), Indra Purnama yang mengakui ekonomi masyarakat di sini saling membutuhkan. Kondisi yang berbatasan menggaharuskan masyarakat Nunukan dan Sebatik mengandalkan langsung pasokan barang dari Malaysia, terutama pasokan sembako.
“Yah, suka tidak suka, kita butuh mereka. Ini bukan persoalan illegal, tapi untuk kebutuhan perut. Satu sisi pemerintah pusat juga tengah mengupayakan pasokan barang bisa terus disuplai hingga ke sini,” ucapnya.
Potensi Ekonomi dan Wisata
Kondisi alam pulau Nunukan dan pulau Sebatik yang asri dan belum terjamah pembangunan, membuat dua pulau ini dipenuhi potensi wisata dan ekonomi.
Hamparan bukit hijau dan sejuk dan liukan jalan membuat pemandangan cukup menyenangkan. Kicau burung hembusan angin pantai terdengar begitu jelas.
Di Pos Bambangan, Sebatik, misalnya. Kawasan ini memiliki letak yang cukup tinggi diantara kawasan lainnya di pulau Sebatik. Tebing yang curam hamparan pohon indah menjadi kesejukan mata, daerah ini jauh dari bising kendaraan dan hiruk-pikuk perkotaan.
Kicauan burung-burung terdengar di sisi jalanan. Kepakan sayap burung elang gunung terdengar begitu jelas. Bila beruntung, kita akan melihat bagaimana elang menerkam mangsanya.
Kondisi tak jauh berbeda juga terlihat di bibir pantai. Belum terjamah dari masyarakat membuat dua pantai, batu lamampu dan kayu angin menjadi lokasi berisitirahat yang enak. Dua pantai ini memiliki karakteristik berbeda.
Pantai Batu Lamampu merupakan pantai sepi yang nyaris tak terjamah dengan orang. Untuk mengaksesnya, membutuhkan jarak sekitar 500 meter dari mobil yang terparkir di kebun sawit.
Pantai ini cukup sepi, tak ada orang yang beraktivitas. Pasir-pasir pantai lembut membuat kaki malas melangkah, angin sepoi membuat rasa kantuk muncul. Desiran ombak membuat badan ingin bermain air. Di sisi pantai terdapat bukit yang terdapat tempat persitirahat. Beberapa warga yang selesai bermain kerap beristirahat di tempat itu.
Kondisi berbeda di pantai kayu angin, berlokasi tak jauh dari pantai batu lamampu. Kondisi pantai terlihat sedikit ramai karena berlokasi dengan pemukiman nelayan. Bermain di pantai ini kita bisa menikmati ikan yang merupakan hasil tangkapan nelayan lokal.
“Biasanya kalau wisata di sini, banyak yang sambil makan ikan,” kata Sardi, 45, salah satu warga di Pantai Kayu Angin.
Tak hanya keindahan alam, Kabupaten Nunukan juga memiliki tempat menarik untuk mengabadikan. Salah satunya dengan lokasi tugu Dwikora yang berlokasi di alun alun. Tugu ini setiap sore dipenuhi banyak pelancong yang berswafoto untuk mengabadikan moment bersejarah konfrontasi Malaysia di era Presiden Soekarno.
Untuk wisata religi, ada pula masjid Hidayatur Rahma yang berlokasi di Islamic Centre. Masjid ini cukup megah berdiri di lahan 10 hektare, empat tiang dengan lima kubah membuat masjid ini cukup kokoh. Taman taman hijau di bibir pantai membuat masjid sayang tak dikunjungi bila berada di Nunukan.
SDA yang Melimpah
Aidi memaparkan Kamar Dagang (Kadin) Kaltara melihat nunukan memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Tak hanya soal perkebunan sawit, Kabupaten Nunukan memiliki potensi perkebunan cokelat, buah naga, minyak, ikan, hingga rumput laut.
“Kayak rumput laut. Sebulan aja kita bisa ekspor sampai 3.000—3.500 ton sebulan,” kata Aidi.
Sementara untuk kekayaan laut, berada di dekat kawasan Laut China Selatan membuat ikan mudah ditangkap dan kerap di ekspor ke luar negeri. Ada pula kepiting soka yang menjadi kepiting paling di gemari di Malaysia.
Karena itu untuk memaksimalkan potensi yang ada, Aidi meminta pemerintah pusat dan daerah terus berkolaborasi membangun infrastruktur. Dengan demikian ekonomi dan pariwisata akan berjalan seiringin, PAD akan masuk dengan sendirinya.
Sekda Kabupaten Nunukan, Serfianus mengatakan ada banyak sektor potensial bagi Nunukan, mulai dari Migas, Batu Bara, Emas, dan Minyak. Karena pihaknya untuk terus menjaga dan mengeksplor kawasan Nunukan demi mendatangkan PAD.
Sementara untuk pariwisata, Serfianus melanjutkan sesuai Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentag pemerintahan Daerah. Kawasan perbatasan menjadi urusan pusat. Meski demikian, demi memacu ekonomi, Nunukan kini tengah mengembangkan pariwisata. Dia meminta dukungan dari pusat membangun infrastruktur seperti bandara dan jalan.
“Sederhana saja, Kabupaten Nunukan memiliki potensinya alam yang sudah dimiliki. Kita hanya perlu akomodasi turis untuk mengaksesnya,” kata Serfianus.
Serfianus menjelaskan kondisi geografis Nunukan yang dipenuhi pantai dan perbatasan. Membuat kekayaan alam sangat beragam mulai dari mangrove dan perikanan rumput laut.
“Nah pengerajin rumput laut bisa kita kemas ke dalam wisata juga,” tambahnya.
Termasuk keragaman fauna, Serfianus melanjutkan banyak keragaman yang perlu dikembangkan untuk dilihat, seperti buaya air tawar, gajah, elang, hingga berbagai jenis ikan.
Head of Marketing MNC Travel, Diana Ring menjelaskan pihaknya berkomitmen untuk menjamah dan mengenalkan wilayah perbatasan Indonesia sebagai daya tarik wisata, salah satunya Nunukan yang dilihat cukup menarik untuk dikunjungi. Sebab di kawasan ini beragam tempat bisa dikunjungi.
Terlebih Indonesia, melalui Kementrian Pariwisata, menargetkan 17 juta wisata untuk hadir setiap tahunnya. “Kami akan mengemas dengan beberapa paket menarik kepada sejumlah perusahaan untuk wisata ke Nunukan,” tuturnya.
(alv)