Belajar dari Para Pejuang yang Kalahkan Obesitas
A
A
A
SELAIN tak sehat, obesitas kadang mengundang hinaan dari banyak orang akibat bentuk tubuh yang tak ideal.
Buat kamu yang mau mengalahkan obesitas atau tak mau terkena penyakit ini, yuk belajar dari mereka yang berhasil mengalahkannya. Estella, biasa disapa Eca, beberapa bulan lalu menjadi sosok yang viral di Twitter gara-gara utas yang dibuatnya di akun @sangpisank.
Dalam utas itu, dia curhat panjang lebar tentang motivasi dan perjuangannya menurunkan berat badan dari 107 kg menjadi 67 kg. Sebelum sehat seperti sekarang, Eca punya kebiasaan makan yang sangat buruk. Kalau sarapan, dia bisa menghabiskan dua centong nasi atau lebih.
"Kalau makan di restoran padang, bisa habis sampai 17 centong nasi, plus 4 potong ayam. Malamnya masih makan makanan berat dan minum susu yang tinggi kalori," kata Eca. Akibatnya, baru kelas 2 SMP, beratnya sudah mencapai 107 kg.
Tak cuma gemuk, dia juga menderita beberapa penyakit, di antaranya lemah jantung. Motivasi untuk diet mulai timbul karena dia mengalami patah hati. Dalam utasnya, Eca bercerita bahwa cowok yang ditaksirnya malah naksir cewek lain, padahal sifat cewek tersebut sama dengan Eca.
Selain itu, keinginan diet juga dipicu keinginan Eca menggapai cita-citanya menjadi penari dan public figure. Berbekal dua hal tersebut, Eca lalu memulai diet saat kelas 2 SMP secara perlahan-lahan.
Ia mulai mengurangi porsi makannya, dari biasa makan nasi 2 centong, menjadi 1 centong, bahkan setengahnya. Dia juga mengganti camilannya dengan buah dan makanan sehat lainnya. Bahkan dia mengganti nasi putih menjadi nasi merah.
Tahun pertamanya, ia berhasil menurunkan berat badan menjadi 90 kg. Tahun kedua, dia berhasil menurunkan hingga 80 kg, dibantu dengan olahraga berat. Dia melakukan olahraga work out 3-5 kali per minggu.
Malah Kena Anoreksia
Mulai ketagihan, Eca lalu ingin memiliki abs. Untuk memiliki abs, ia mulai melakukan olahraga yang lebih berat lagi. Dia rajin ke gym dengan rutin, dan mengonsumsi protein. Namun, saat berat badan di angka 50-an kg, Eca malah mengalami eating disorder jenis anoreksia.
Bahkan ia sampai tidak haid karena kekurangan zat di tubuhnya. " Sekarat" yang pernah dialami Edsa, akhirnya mengubah pola dietnya. Dengan rujukan ahli gizi, ia akhirnya mendapatkan berat badan yang ideal untuk seusianya, memiliki abs, dan hal lainnya.
"Gunakan teknologi untuk research lebih dalam tentang obesitas. Lakukan diet step by step karena semua butuh proses, bukan instan. Cintai diri lu, dengan berpikir positif," ujar Eca.
Makan Untuk Perut, Bukan Untuk Mulut Eca, Adib Fardan, mahasiswa UIN Jakarta, juga berhasil menurunkan berat badannya, dari 90 kg menjadi 68 kg. Saat itu, Adib sudah dalam tahap obesitas pemula gara-gara pola makan dan pola pikir yang salah. "Waktu itu mikirnya kalau gendut bisa diatasi dengan olahraga.
Tapi itu enggak cukup. Pola makan juga harus dibetulin," katanya. Waktu masih obesitas, Adib setiap pagi makan ketoprak. Dia juga tidak bisa mengontrol rasa laparnya. "Kalau mau makan manis, atau asin, ya harus makan, tidak peduli sudah jam berapa, dan sudah menghabiskan berapa kalori.
Makan malamnya, biasanya makan nasi dengan porsi yang besar, dan ngemil snack tinggi kalori. Kemudian, makan berlebihan, dan tidak teratur jamnya," kenang Adib. Gara-gara ini, Adib mulai merasakan efek obesitas, di antaranya mudah ngantuk dan mudah lelah.
Intinya, badan tidak produktif lagi, padahal usianya masih muda banget. Akhirnya, dia pun bertekad mengganti pola makan dengan yang lebih sehat. Untuk sarapan pukul 08.00 pagi, dia mengonsumsi satu slice roti. Lalu pukul 10.00 makan putih telur rebus.
Lalu sore hanya memakan buah. Dia juga rutin minum air putih yang banyak untuk membuang lemak "Makan itu untuk perut, bukan untuk mulut. Jadi bukan hasrat mulut yang harus dipenuhi, tetapi kebutuhan perut yang harus dipenuhi," ujar Adib.
SAVANA NAJAHA
GEN SINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Buat kamu yang mau mengalahkan obesitas atau tak mau terkena penyakit ini, yuk belajar dari mereka yang berhasil mengalahkannya. Estella, biasa disapa Eca, beberapa bulan lalu menjadi sosok yang viral di Twitter gara-gara utas yang dibuatnya di akun @sangpisank.
Dalam utas itu, dia curhat panjang lebar tentang motivasi dan perjuangannya menurunkan berat badan dari 107 kg menjadi 67 kg. Sebelum sehat seperti sekarang, Eca punya kebiasaan makan yang sangat buruk. Kalau sarapan, dia bisa menghabiskan dua centong nasi atau lebih.
"Kalau makan di restoran padang, bisa habis sampai 17 centong nasi, plus 4 potong ayam. Malamnya masih makan makanan berat dan minum susu yang tinggi kalori," kata Eca. Akibatnya, baru kelas 2 SMP, beratnya sudah mencapai 107 kg.
Tak cuma gemuk, dia juga menderita beberapa penyakit, di antaranya lemah jantung. Motivasi untuk diet mulai timbul karena dia mengalami patah hati. Dalam utasnya, Eca bercerita bahwa cowok yang ditaksirnya malah naksir cewek lain, padahal sifat cewek tersebut sama dengan Eca.
Selain itu, keinginan diet juga dipicu keinginan Eca menggapai cita-citanya menjadi penari dan public figure. Berbekal dua hal tersebut, Eca lalu memulai diet saat kelas 2 SMP secara perlahan-lahan.
Ia mulai mengurangi porsi makannya, dari biasa makan nasi 2 centong, menjadi 1 centong, bahkan setengahnya. Dia juga mengganti camilannya dengan buah dan makanan sehat lainnya. Bahkan dia mengganti nasi putih menjadi nasi merah.
Tahun pertamanya, ia berhasil menurunkan berat badan menjadi 90 kg. Tahun kedua, dia berhasil menurunkan hingga 80 kg, dibantu dengan olahraga berat. Dia melakukan olahraga work out 3-5 kali per minggu.
Malah Kena Anoreksia
Mulai ketagihan, Eca lalu ingin memiliki abs. Untuk memiliki abs, ia mulai melakukan olahraga yang lebih berat lagi. Dia rajin ke gym dengan rutin, dan mengonsumsi protein. Namun, saat berat badan di angka 50-an kg, Eca malah mengalami eating disorder jenis anoreksia.
Bahkan ia sampai tidak haid karena kekurangan zat di tubuhnya. " Sekarat" yang pernah dialami Edsa, akhirnya mengubah pola dietnya. Dengan rujukan ahli gizi, ia akhirnya mendapatkan berat badan yang ideal untuk seusianya, memiliki abs, dan hal lainnya.
"Gunakan teknologi untuk research lebih dalam tentang obesitas. Lakukan diet step by step karena semua butuh proses, bukan instan. Cintai diri lu, dengan berpikir positif," ujar Eca.
Makan Untuk Perut, Bukan Untuk Mulut Eca, Adib Fardan, mahasiswa UIN Jakarta, juga berhasil menurunkan berat badannya, dari 90 kg menjadi 68 kg. Saat itu, Adib sudah dalam tahap obesitas pemula gara-gara pola makan dan pola pikir yang salah. "Waktu itu mikirnya kalau gendut bisa diatasi dengan olahraga.
Tapi itu enggak cukup. Pola makan juga harus dibetulin," katanya. Waktu masih obesitas, Adib setiap pagi makan ketoprak. Dia juga tidak bisa mengontrol rasa laparnya. "Kalau mau makan manis, atau asin, ya harus makan, tidak peduli sudah jam berapa, dan sudah menghabiskan berapa kalori.
Makan malamnya, biasanya makan nasi dengan porsi yang besar, dan ngemil snack tinggi kalori. Kemudian, makan berlebihan, dan tidak teratur jamnya," kenang Adib. Gara-gara ini, Adib mulai merasakan efek obesitas, di antaranya mudah ngantuk dan mudah lelah.
Intinya, badan tidak produktif lagi, padahal usianya masih muda banget. Akhirnya, dia pun bertekad mengganti pola makan dengan yang lebih sehat. Untuk sarapan pukul 08.00 pagi, dia mengonsumsi satu slice roti. Lalu pukul 10.00 makan putih telur rebus.
Lalu sore hanya memakan buah. Dia juga rutin minum air putih yang banyak untuk membuang lemak "Makan itu untuk perut, bukan untuk mulut. Jadi bukan hasrat mulut yang harus dipenuhi, tetapi kebutuhan perut yang harus dipenuhi," ujar Adib.
SAVANA NAJAHA
GEN SINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(nfl)