Rinaldy Yunardi Kembali Menangkan Penghargaan World of WearableArt
A
A
A
JAKARTA - Rinaldy Yunardi mendapatkan tiga penghargaan di ajang World of WearableArt (WOW) Awards 2019 yang diselenggarakan di Wellington, New Zealand, belum lama ini.
Prestasi itu bukan yang pertama, tetapi kedua kalinya desainer kenamaan Indonesia yang karyanya dikenakan banyak selebritis internasional itu mendapatkan penghargaan kelas dunia ini sejak kemenangannya di 2017.
Di WOW 2019, Rinaldy harus bersaing ketat. Apalagi ada 108 finalis di kompetisi WOW 2019. Busana tersebut adalah karya 115 desainer yang berasal dari 22 negara dan wilayah untuk memenangkan satu dari 34 penghargaan dan hadiah sebesar NZ$180,000.
Sementara, penghargaan yang didapat Rinaldy adalah Supreme WOW Award, Avant-Garde Section Award, dan International Design Award: Asia. Semua penghargaan tersebut didapat dari busana rancangannya yang diberi nama The Lady Warrior.
Dalam menciptakan The Lady Warrior, Rinaldy terinspirasi pejuang yang menurutnya paling tangguh, yaitu para perempuan. The Lady Warrior bukan menggambarkan kekuatan fisik, tapi kekuatan dalam diri yang dimiliki seorang anak perempuan, istri dan ibu.
"Saya menggunakan berbagai macam bahan untuk merepresentasikan elemen-elemen berbeda The Lady Warrior. Saya menggunakan kertas daur ulang yang dibuat menjadi tali dan kemudian ditenun erat. Ini merupakan simbol kemanusiaan dan kekuatan dalam diri yang dibangun dari pengalaman perempuan - mereka dilahirkan sebagai sosok yang rentan tapi pengalaman hidup mereka membuatnya kuat," kata Rinaldy.
Pendiri World of WearableArt yang juga merupakan juri tetap kompetisi ini, Dame Suzie Moncrieff mengatakan The Lady Warrior merupakan busana yang dideskripsikan oleh para juri sebagai metamorfosis luar biasa dari bahan organik yang rapuh menjadi sesuatu yang sangat indah. Dengan membangun keseimbangan dan bentuk yang sempurna, serta didukung dengan keahlian apik, The Lady Warrior menggambarkan harmoni antara kerapuhan yang memesona dan kekuatan yang halus.
"Para juri sangat menyukai penggunaan teknik tenun tradisional untuk membuat bahan yang sangat kontemporer," ujar Dame. (Baca juga: BTS Bertekad Tetap Beredar di Dunia Musik Selama 10 Tahun ).
Selama tiga minggu setiap tahunnya, kompetisi wearable art yang tersohor di dunia ini menampilkan karya finalis dengan pertunjukkan teatrikal spektakuler di ibukota New Zealand, Wellington. Sekitar 60.000 pengunjung dari dalam dan luar negeri akan hadir untuk menyaksikan acara tahunan World of WearableArt Awards 2019.
Di 2019, perancang busana dari 43 negara dan wilayah mendaftarkan diri dengan harapan karya mereka dapat lolos proses penilaian dan ditampilkan di panggung sebagai finalis World of WearableArt Awards. Para perancang busana yang karyanya menjadi finalis memiliki latar belakang yang bervariasi. Baik itu perancang busana profesional, maupun bukan profesional yang bekerja di bidang fashion, seni, kostum dan teater juga mahasiswa dan kontestan perdana.
Tahun ini, sebanyak 115 desainer finalis dihadapkan pada enam tantangan desain yang kemudian dijadikan pertunjukan busana enam dunia. Tiga tema tetap yang selalu dipakai setiap tahunnya adalah Aotearoa - sebutan suku Māori untuk New Zealand, Avant - garde yang berarti hal yang baru dan tidak biasa, serta terbuka. Tiga tema lainnya adalah tema baru di 2019, yaitu mitos, transformasi, dan putih.
Juri WOW 2019 diantaranya pendiri WOW dan juri tetap Dame Suzie Moncrieff, perancang busana inovatif Auckland James Dobson dari label pakaian Jimmy D, dan pemahat multimedia terkenal Gregor Kregar.
Selain itu, beberapa penghargaan juga dinilai oleh CEO dan Direktur Kreatif Weta Workshop Sir Richard Taylor, aktivis mode dan Co-Founder The Residency Experience di Los Angeles B. Akerlund, serta ketua tim Creative Intelligence + Conceptrice Cirque du Soleil Melissa Thompson.
“Setiap tahun kami dihadapkan pada busana-busana luar biasa, dan setiap tahun penilaian menjadi semakin sulit karena banyaknya karya yang hebat. Begitu juga tahun ini, saya sangat terkesima dengan luasnya cakupan material yang digunakan, tingkat kesulitan dan orisinalitas desain. Bagi saya, pengalaman ini sangat berarti karena saya dapat melihat panggung yang penuh dengan wearable art terbaik dari seluruh dunia. Acara ini juga diadakan untuk mengapresiasi usaha yang amat keras dalam pembuatan karya-karya luar biasa tersebut,” tutup Dame Susie Moncrieff.
Sementara, pertunjukan World of WearableArt Award diadakan di TSB Arena, Wellington dari 26 September sampai 13 Oktober.
Prestasi itu bukan yang pertama, tetapi kedua kalinya desainer kenamaan Indonesia yang karyanya dikenakan banyak selebritis internasional itu mendapatkan penghargaan kelas dunia ini sejak kemenangannya di 2017.
Di WOW 2019, Rinaldy harus bersaing ketat. Apalagi ada 108 finalis di kompetisi WOW 2019. Busana tersebut adalah karya 115 desainer yang berasal dari 22 negara dan wilayah untuk memenangkan satu dari 34 penghargaan dan hadiah sebesar NZ$180,000.
Sementara, penghargaan yang didapat Rinaldy adalah Supreme WOW Award, Avant-Garde Section Award, dan International Design Award: Asia. Semua penghargaan tersebut didapat dari busana rancangannya yang diberi nama The Lady Warrior.
Dalam menciptakan The Lady Warrior, Rinaldy terinspirasi pejuang yang menurutnya paling tangguh, yaitu para perempuan. The Lady Warrior bukan menggambarkan kekuatan fisik, tapi kekuatan dalam diri yang dimiliki seorang anak perempuan, istri dan ibu.
"Saya menggunakan berbagai macam bahan untuk merepresentasikan elemen-elemen berbeda The Lady Warrior. Saya menggunakan kertas daur ulang yang dibuat menjadi tali dan kemudian ditenun erat. Ini merupakan simbol kemanusiaan dan kekuatan dalam diri yang dibangun dari pengalaman perempuan - mereka dilahirkan sebagai sosok yang rentan tapi pengalaman hidup mereka membuatnya kuat," kata Rinaldy.
Pendiri World of WearableArt yang juga merupakan juri tetap kompetisi ini, Dame Suzie Moncrieff mengatakan The Lady Warrior merupakan busana yang dideskripsikan oleh para juri sebagai metamorfosis luar biasa dari bahan organik yang rapuh menjadi sesuatu yang sangat indah. Dengan membangun keseimbangan dan bentuk yang sempurna, serta didukung dengan keahlian apik, The Lady Warrior menggambarkan harmoni antara kerapuhan yang memesona dan kekuatan yang halus.
"Para juri sangat menyukai penggunaan teknik tenun tradisional untuk membuat bahan yang sangat kontemporer," ujar Dame. (Baca juga: BTS Bertekad Tetap Beredar di Dunia Musik Selama 10 Tahun ).
Selama tiga minggu setiap tahunnya, kompetisi wearable art yang tersohor di dunia ini menampilkan karya finalis dengan pertunjukkan teatrikal spektakuler di ibukota New Zealand, Wellington. Sekitar 60.000 pengunjung dari dalam dan luar negeri akan hadir untuk menyaksikan acara tahunan World of WearableArt Awards 2019.
Di 2019, perancang busana dari 43 negara dan wilayah mendaftarkan diri dengan harapan karya mereka dapat lolos proses penilaian dan ditampilkan di panggung sebagai finalis World of WearableArt Awards. Para perancang busana yang karyanya menjadi finalis memiliki latar belakang yang bervariasi. Baik itu perancang busana profesional, maupun bukan profesional yang bekerja di bidang fashion, seni, kostum dan teater juga mahasiswa dan kontestan perdana.
Tahun ini, sebanyak 115 desainer finalis dihadapkan pada enam tantangan desain yang kemudian dijadikan pertunjukan busana enam dunia. Tiga tema tetap yang selalu dipakai setiap tahunnya adalah Aotearoa - sebutan suku Māori untuk New Zealand, Avant - garde yang berarti hal yang baru dan tidak biasa, serta terbuka. Tiga tema lainnya adalah tema baru di 2019, yaitu mitos, transformasi, dan putih.
Juri WOW 2019 diantaranya pendiri WOW dan juri tetap Dame Suzie Moncrieff, perancang busana inovatif Auckland James Dobson dari label pakaian Jimmy D, dan pemahat multimedia terkenal Gregor Kregar.
Selain itu, beberapa penghargaan juga dinilai oleh CEO dan Direktur Kreatif Weta Workshop Sir Richard Taylor, aktivis mode dan Co-Founder The Residency Experience di Los Angeles B. Akerlund, serta ketua tim Creative Intelligence + Conceptrice Cirque du Soleil Melissa Thompson.
“Setiap tahun kami dihadapkan pada busana-busana luar biasa, dan setiap tahun penilaian menjadi semakin sulit karena banyaknya karya yang hebat. Begitu juga tahun ini, saya sangat terkesima dengan luasnya cakupan material yang digunakan, tingkat kesulitan dan orisinalitas desain. Bagi saya, pengalaman ini sangat berarti karena saya dapat melihat panggung yang penuh dengan wearable art terbaik dari seluruh dunia. Acara ini juga diadakan untuk mengapresiasi usaha yang amat keras dalam pembuatan karya-karya luar biasa tersebut,” tutup Dame Susie Moncrieff.
Sementara, pertunjukan World of WearableArt Award diadakan di TSB Arena, Wellington dari 26 September sampai 13 Oktober.
(tdy)