Hotel Bujet Masih Diminati Wisatawan Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Hotel ramah anggaran menjadi akomodasi yang diminati wisatawan (traveller) di Indonesia sepanjang tahun lalu. Keterjangkauan biaya menjadi alasan utama (54%), disusul lokasi yang strategis (41%), dan banyaknya program potongan harga/promosi (39%).
Airy, perusahaan Accommodation Network Operator (ANO), menyampaikan temuan tersebut melalui laporan terbaru bertajuk Airy Budget Travel Insight 2020, yang mengungkap kebiasaan bepergian masyarakat Indonesia serta penggunaan akomodasi (hotel) bujet. Slow traveling diprediksi kian digemari pada 2020 ini.
Berkolaborasi dengan YouGov Research, studi Airy ini juga mengungkap bahwa sebelum memilih hotel, traveller Indonesia memberi pertimbangan cukup besar pada standar kebersihan sebuah akomodasi (39%) serta nyaman-tidaknya kamar yang tersedia (36%).
VP Marketing Airy Ika Paramita mengatakan, aktivitas bepergian masyarakat Indonesia semakin tumbuh, yang berbanding lurus dengan kian meningkatnya kebutuhan akomodasi perjalanan. Dengan keterjangkauan harga menjadi faktor kunci dalam menentukan properti inap, Airy melihat bahwa traveller Indonesia tergolong bijak dalam berwisata. Terlebih, meski dengan anggaran terbatas, mereka memberi porsi prioritas yang cukup besar pada faktor lokasi, standar kebersihan, dan kenyamanan kamar.
“Airy optimis bahwa bisnis hospitality, khususnya ranah hotel bujet di Indonesia, masih sangat potensial. Airy siap menjawab kebutuhan segmen ini dengan menghadirkan lebih dari 2.000 properti dan 35.000 kamar yang tersebar di lebih dari 100 kota di Indonesia,” papar Ika dalam keterangan tertulis.
Menguatkan studi ini, riset internal Airy juga mendapati bahwa market Indonesia bersedia mengeluarkan rata-rata biaya akomodasi sebesar Rp100.000-Rp300.000 per malam.Selain bahasan tentang alasan pemilihan budget accommodation, Airy Budget Travel Insight 2020 juga mendapati beberapa poin menarik.
Pertama, sepanjang 2019, mayoritas perjalanan ramah anggaran di Indonesia, yakni sekitar 87%, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan relaksasi diri (leisure trip). Sementara berwisata bersama keluarga/family trip (70%) dan bepergian untuk urusan pekerjaan/business trip (48%) menjadi tipe perjalanan kedua dan ketiga terbanyak.
Kedua, secara khusus temuan Airy juga menyorot kalangan milenial yang menjadi kelompok usia dominan di Indonesia. Sebanyak 30% wisatawan milenial masih gemar menjalankan backpacking trip. Ini sesuai dengan karakter mereka yang adventurous dan cenderung menjadikan kegiatan traveling sebagai aktivitas untuk menghilangkan stres.
Selain itu, staycation semakin dilirik. Dengan para milenial yang saat ini berada di posisi manajerial, tekanan profesi bisa berpengaruh pada kepenatan diri. Menginap singkat di tengah kota dirasa membantu mereka mendapatkan waktu rileks. Ini tampak dari sekitar 20% milenial yang meminati eskapisme akhir pekan/weekend getaway.
Poin ketiga, Airy mengelompokkan gaya berlibur masyarakat Indonesia ke dalam tiga tipe.
Tipe satu yaitu wisatawan cermat/meticulous traveller dengan ciri utama melakukan pemesanan tiket pesawat empat minggu (bahkan lebih) dari tanggal keberangkatan dan reservasi kamar hotel 3-4 minggu sebelumnya. Tipe ini bersedia melakukan riset perbandingan harga kamar dan hotel secara detail demi menemukan harga terbaik, bahkan rela menunggu promosi. Mereka juga sudah menyusun rencana perjalanan liburan secara komplet. Meticulous traveller biasanya lebih memprioritaskan waktu berwisata bersama keluarga.
Tipe dua, wisatawan terjadwal/scheduled traveller. Mereka membuat perencanaan perjalanan 1-2 pekan sebelum bepergian. Untuk durasi berwisata yang pendek, tipe ini lebih mengutamakan reservasi akomodasi terlebih dahulu, baru kemudian memilih moda transportasi. Sedangkan untuk periode bepergian yang panjang, mereka mengutamakan moda transportasi dulu, lalu hotel. Dari segi komposisi, traveller tipe ini terdiri atas 60% pria dan 40% wanita, serta melakukan wisata bersama teman.
Tipe tiga, wisatawan spontan/spontaneous traveller (mayoritas pria, 70%), yang sering kali bepergian tanpa ada perencanaan khusus, malah terkesan impulsif tergantung momen dan lingkungan di sekitar mereka. Tipe ini biasanya memesan akomodasi inap sehari sebelum keberangkatan, dan tidak memiliki rancangan perjalanan sama sekali. Spontaneous traveller cenderung memilih staycation dan bepergian sendiri.
Poin temuan selanjutnya, pada 2020, slow travelling mulai populer. Menyorot tren bepergian 2020, Airy memprediksi bahwa traveller Indonesia bersedia menghabiskan waktu bepergian yang lebih panjang atau slow traveller.
“Masyarakat Indonesia menyadari bahwa travelling bukan lagi untuk memenuhi bucket list berwisata saja. Namun, lebih dari itu, menjadi momen penyegaran diri dan quality time bersama orang-orang terdekat. Karenanya, mereka justru meminati destinasi wisata yang lebih sepi alias bukan yang sedang populer, dan ingin mengeksplorasi tempat-tempat yang selama ini tidak banyak diketahui publik. Karenanya, aktivitas road trip akan bertumbuh, dan kereta menjadi moda yang semakin banyak dipilih untuk berwisata, khususnya di Pulau Jawa,” terang Ika.
Hal itu senada dengan temuan Booking.com, bahwa 51% traveller mau berganti tujuan wisatanya ke lokasi yang lebih tidak terkenal.
Airy, perusahaan Accommodation Network Operator (ANO), menyampaikan temuan tersebut melalui laporan terbaru bertajuk Airy Budget Travel Insight 2020, yang mengungkap kebiasaan bepergian masyarakat Indonesia serta penggunaan akomodasi (hotel) bujet. Slow traveling diprediksi kian digemari pada 2020 ini.
Berkolaborasi dengan YouGov Research, studi Airy ini juga mengungkap bahwa sebelum memilih hotel, traveller Indonesia memberi pertimbangan cukup besar pada standar kebersihan sebuah akomodasi (39%) serta nyaman-tidaknya kamar yang tersedia (36%).
VP Marketing Airy Ika Paramita mengatakan, aktivitas bepergian masyarakat Indonesia semakin tumbuh, yang berbanding lurus dengan kian meningkatnya kebutuhan akomodasi perjalanan. Dengan keterjangkauan harga menjadi faktor kunci dalam menentukan properti inap, Airy melihat bahwa traveller Indonesia tergolong bijak dalam berwisata. Terlebih, meski dengan anggaran terbatas, mereka memberi porsi prioritas yang cukup besar pada faktor lokasi, standar kebersihan, dan kenyamanan kamar.
“Airy optimis bahwa bisnis hospitality, khususnya ranah hotel bujet di Indonesia, masih sangat potensial. Airy siap menjawab kebutuhan segmen ini dengan menghadirkan lebih dari 2.000 properti dan 35.000 kamar yang tersebar di lebih dari 100 kota di Indonesia,” papar Ika dalam keterangan tertulis.
Menguatkan studi ini, riset internal Airy juga mendapati bahwa market Indonesia bersedia mengeluarkan rata-rata biaya akomodasi sebesar Rp100.000-Rp300.000 per malam.Selain bahasan tentang alasan pemilihan budget accommodation, Airy Budget Travel Insight 2020 juga mendapati beberapa poin menarik.
Pertama, sepanjang 2019, mayoritas perjalanan ramah anggaran di Indonesia, yakni sekitar 87%, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan relaksasi diri (leisure trip). Sementara berwisata bersama keluarga/family trip (70%) dan bepergian untuk urusan pekerjaan/business trip (48%) menjadi tipe perjalanan kedua dan ketiga terbanyak.
Kedua, secara khusus temuan Airy juga menyorot kalangan milenial yang menjadi kelompok usia dominan di Indonesia. Sebanyak 30% wisatawan milenial masih gemar menjalankan backpacking trip. Ini sesuai dengan karakter mereka yang adventurous dan cenderung menjadikan kegiatan traveling sebagai aktivitas untuk menghilangkan stres.
Selain itu, staycation semakin dilirik. Dengan para milenial yang saat ini berada di posisi manajerial, tekanan profesi bisa berpengaruh pada kepenatan diri. Menginap singkat di tengah kota dirasa membantu mereka mendapatkan waktu rileks. Ini tampak dari sekitar 20% milenial yang meminati eskapisme akhir pekan/weekend getaway.
Poin ketiga, Airy mengelompokkan gaya berlibur masyarakat Indonesia ke dalam tiga tipe.
Tipe satu yaitu wisatawan cermat/meticulous traveller dengan ciri utama melakukan pemesanan tiket pesawat empat minggu (bahkan lebih) dari tanggal keberangkatan dan reservasi kamar hotel 3-4 minggu sebelumnya. Tipe ini bersedia melakukan riset perbandingan harga kamar dan hotel secara detail demi menemukan harga terbaik, bahkan rela menunggu promosi. Mereka juga sudah menyusun rencana perjalanan liburan secara komplet. Meticulous traveller biasanya lebih memprioritaskan waktu berwisata bersama keluarga.
Tipe dua, wisatawan terjadwal/scheduled traveller. Mereka membuat perencanaan perjalanan 1-2 pekan sebelum bepergian. Untuk durasi berwisata yang pendek, tipe ini lebih mengutamakan reservasi akomodasi terlebih dahulu, baru kemudian memilih moda transportasi. Sedangkan untuk periode bepergian yang panjang, mereka mengutamakan moda transportasi dulu, lalu hotel. Dari segi komposisi, traveller tipe ini terdiri atas 60% pria dan 40% wanita, serta melakukan wisata bersama teman.
Tipe tiga, wisatawan spontan/spontaneous traveller (mayoritas pria, 70%), yang sering kali bepergian tanpa ada perencanaan khusus, malah terkesan impulsif tergantung momen dan lingkungan di sekitar mereka. Tipe ini biasanya memesan akomodasi inap sehari sebelum keberangkatan, dan tidak memiliki rancangan perjalanan sama sekali. Spontaneous traveller cenderung memilih staycation dan bepergian sendiri.
Poin temuan selanjutnya, pada 2020, slow travelling mulai populer. Menyorot tren bepergian 2020, Airy memprediksi bahwa traveller Indonesia bersedia menghabiskan waktu bepergian yang lebih panjang atau slow traveller.
“Masyarakat Indonesia menyadari bahwa travelling bukan lagi untuk memenuhi bucket list berwisata saja. Namun, lebih dari itu, menjadi momen penyegaran diri dan quality time bersama orang-orang terdekat. Karenanya, mereka justru meminati destinasi wisata yang lebih sepi alias bukan yang sedang populer, dan ingin mengeksplorasi tempat-tempat yang selama ini tidak banyak diketahui publik. Karenanya, aktivitas road trip akan bertumbuh, dan kereta menjadi moda yang semakin banyak dipilih untuk berwisata, khususnya di Pulau Jawa,” terang Ika.
Hal itu senada dengan temuan Booking.com, bahwa 51% traveller mau berganti tujuan wisatanya ke lokasi yang lebih tidak terkenal.
(tsa)