Ubah Emosi Negatif Menjadi Positif, Begini Caranya!

Kamis, 02 April 2020 - 12:31 WIB
Ubah Emosi Negatif Menjadi Positif, Begini Caranya!
Ubah Emosi Negatif Menjadi Positif, Begini Caranya!
A A A
JAKARTA - Ada kalanya kita mengalami perasaan tak menyenangkan seperti cemas, sedih, ataupun malu. Perasaan seperti itu membuat emosi menjadi negatif. Tapi, kita bisa lho mengubah emosi negatif itu menjadi positif.

Psikolog asal Inggris, Perpetua Neo mengatakan, memang sering kali kita merasa seperti dikuasai oleh emosi negatif sehingga menjadi bad mood dan uring-uringan. Bahkan yang parah, perasaan tak menyenangkan itu kerap membuat kita berpikir tidak logis, lalu mengambil kesimpulan yang justru bisa memperparah keadaan.

Jangan biarkan itu terjadi. Sebab, sejatinya Anda sangat mampu mengontrol emosi negatif, bahkan mengubahnya menjadi sesuatu yang positif.

Berikut lima jenis emosi yang kerap dianggap negatif dan bagaimana Anda bisa memanfaatkannya untuk sesuatu yang positif, seperti dikutip dari laman Insider.

1. Kemarahan
Biasanya seseorang akan marah ketika merasakan sesuatu yang tidak adil. Menurut Neo, kalangan muda umumnya lebih mudah tersulut kemarahan. Semakin tua, sifat emosional itu pun akan berkurang. Tidak salah bila Anda marah, asal diekspresikan dengan cara-cara yang wajar.

"Kemarahan adalah "bahan bakar" yang bagus untuk menciptakan sense of justice. Jadi, tanya pada diri sendiri, apa yang dirasa tidak adil untuk Anda? Jika itu memang betul sebuah ketidakadilan, lantas apa yang bisa Anda lakukan?" kata Neo.

Jadi, kemarahan yang dikelola secara baik bisa membentuk motivasi Anda untuk mengubah ketidakadilan menjadi adil.

2. Kecemasan
Rasa cemas yang muncul dalam diri seseorang selalu mengajarkan orang itu kapan harus mundur dari situasi bernuansa konflik. Itu sebenarnya reaksi alamiah dari dalam tubuh kita. Saat tahu ada konflik, otomatis kita akan merespons dan melawannya. Ada semacam peringatan bahwa kita tengah ada dalam bahaya.

Namun, reaksi tersebut sekarang sudah merambah ke kehidupan modern. Kita merasa cemas, padahal di depan sana tak ada situasi yang membahayakan sekali.

"Tubuh kita tidak dikondisikan untuk menghadapi sumber kecemasan semacam itu. Parahnya, kita juga sering tidak menggunakan nalar. Jadi, yang terjadi pada otak kita adalah, terus saja membiarkan kecemasan itu muncul. Kalau sudah begini, Anda harus bertanya pada diri sendiri, apakah kecemasan ini akan membuat perubaan pada kehidupan Anda? Apa yang ada dalam diri Anda yang harus dihindari, yang membuat Anda merasa kesusahan dan takut?" beber Neo.

Sering kali kecemasan itu disebabkan oleh hal-hal yang menjadi obsesi Anda sendiri. Misalnya, tak mau memiliki hubungan asmara yang buruk. Padahal, ketika rasa cemas muncul, sebenarnya tubuh Anda sedang memberi tahu agar Anda segera keluar dari situasi tersebut.

"Ketika rasa panik menyerang, hal apa yang terpikir pertama kali di kepala Anda? Cari tahu, karena pikiran inilah yang sedang ingin disampaikan oleh tubuh kepada Anda. Bahwa "saya merasa tidak aman, saya terjebak". Itu mencerminkan apa yang sedang terjadi," terang Neo.

Kecemasan, selama itu bukan "penyakit" yang sangat mempengaruhi kehidupan Anda, bisa kok memberikan cahaya perubahan.

3. Cemburu
Cemburu adalah jenis emosi yang rumit. Tapi, pada dasarnya itu sebuah isyarat untuk Anda bertanya pada diri sendiri, "apakah saya tak bahagia berada dalam situasi tersebut?"

"Kita umumnya akan merasa cemburu pada orang yang kurang lebih mirip dengan diri kita. Jadi Anda bisa sangat cemburu, katakanlah pada teman ketimbang Bill Gates, karena kalian memiliki latar belakang yang sama dan berpikir seharusnya Anda pun berada pada posisi yang sama dengan teman tersebut," beber Neo.

Kalau Anda merasa cemburu bukan berarti Anda jahat. Tapi, perasaan itu berpotensi menciptakan kebencian. Cara terbaik untuk mengatasi kecemburuan adalah dengan kejujuran. Tanya pada diri sendiri, bagaimana Anda bisa mencapai posisi yang Anda maui itu?

"Jika Anda cemburu pada teman gara-gara unggahan status di media sosial dia, misalnya, apakah Anda bisa bersikap obyektif tanpa berharap sesuatu yang jelek akan menimpa teman Anda itu? Ingat, mungkin saja orang tersebut memiliki kelemahan dan tidak selalu hidupnya sempurna," kata Neo.

4. Rasa Bersalah
Rasa bersalah terkadang suka dikaitkan dengan empati. Perasaan itu muncul saat Anda harus melakukan sesuatu tapi tak bisa, atau gagal mengambil tindakan. Jadi, rasa bersalah sering kali terkait dengan sesuatu yang dirasa menjadi kewajiban Anda.

"Ketika gagal melakukan sesuatu, tanya pada diri Anda, apakah rasa bersalah itu menandakan bahwa Anda harus mengubah satu hal dalam hidup? Atau, justru mungkin hal tersebut mengisyaratkan bahwa Anda sudah berbuat terlalu banyak. Bagaimana Anda menggambarkan rasa bersalah seperti ini?" beber Neo.

Kalau Anda merasa bersalah terus, tanya lagi pada diri sendiri, kenapa. Sebab, tak mungkin Anda mampu menolong semua orang. Jadi jangan bebankan perasaan seperti itu pada diri Anda sendiri.

"Intinya bertanya pada diri, di mana saya merasakan sudah terlalu banyak memberi, dari mana itu datangnya? Sering kali perasaan bersalah berhubungan dengan Anda yang tak mampu menjaga diri sendiri. Jadi, introspeksi, apakah Anda memang sudah berempati pada diri sendiri?" ujar Neo.

5. Malu
Salah menempatkan rasa malu bisa berbahaya lho. Dalam banyak kasus, rasa malu yang berlebihan justru bisa menciptakan karakteristik manusia yang buruk, karena perasaan tersebut mendorong penderitanya untuk membangun kebencian yang mendalam pada diri mereka, dan secara tegas menciptakan proteksi bagi diri sendiri.

Neo mengatakan, rasa malu adalah soal memahami identitas diri. Ketika rasa malu muncul, artinya itu saat yang tepat untuk menguji Anda tentang bagaimana Anda melihat diri sendiri.

Rasa malu dapat membantu kita mundur sebentar dan melihat cara lain tanpa perlu menyerang diri sendiri. Misalnya dengan memperjuangkan kesehatan mental atau hubungan dengan orang lain.

Rasa malu, kata Neo, juga berarti pengampunan. Sebab, sering kali kita justru tak bisa memaafkan diri sendiri, makanya jadi malu terus.
(tsa)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4019 seconds (0.1#10.140)