Melihat Keunikan Desa Wisata Soya

Minggu, 14 Desember 2014 - 08:21 WIB
Melihat Keunikan Desa Wisata Soya
Melihat Keunikan Desa Wisata Soya
A A A
AMBON - Bila Anda berada di kota Ambon, datangilah juga Desa Wisata Soya atau "Negeri Soya" , demikian sebutan lain bagi kawasan yang berada 4 KM dari pusat kota Ambon ini. Pesona alam dataran tinggi menjadi pemikat utamanya, selain bangunan-bangunan tua dan keramahan warganya.

Bagi orang Indonesia, negeri Soya bersuhu cukup sejuk. Kawasan yang berada di dataran tinggi Sirimau ini diberkahi oleh suhu udara 20 hingga 30 derajad celcius.

Untuk mendatanginya para penyuka jalan-jalan bisa menggunakan ojek yang banyak di sudut-sudut kota Ambon. Negeri Soya dan ibukota provinsi Maluku tersebut di hubungkan oleh jalanan mulus yang berliku.

Soya berbatasan dengan kawasan Passo dan Hutumury di bagian timurnya. Sedangkan di bagian barat, negeri ini berbatasan dengan Halatay. Kawasan Ema dan Naku menjadi tetangga negeri Soya di bagian selatannya. Sementara perairan teluk Ambon menjadi pagar negeri Soya di bagian utaranya.

Landscape Soya dipenuhi oleh kontur perbukitan yang subur. Tanah-tanahnya di tumbuhi oleh vegetasi pala, cengkeh dan beragam buah-buahan. Topografinya pegunungannya juga menjadikan kawasan ini di huni oleh hutan yang cukup lebat. Lereng gunung Sirimau sendiri adalah sumber air bagi alur sungai yang mengalir ke pantai Passo ataupun ke teluk Ambon.

Pemukim lokal soya adalah warga yang religius dan ramah. Kawasan penghasil buah salak dan durian ini juga dihuni oleh masyarakat yang menjadikan gotong-royong sebagai bagian dari kehidupan mereka. Kearifan lokal seperti kain gandong, naik baileo, cuci air dan mendaki ke puncak sirimau yang merupakan titis budaya turun temurun masih di pelihara dengan baik hingga sekarang.

Soya juga banyak menyimpan rekam kejadian masa lalu. Di tahun 1605 armada Steven van der Hagen melabuhkan kapal-kapal VOC di pelabuhan Hanipopu. Tentara-tentara yang dibawanya lalu menyerang Portugis dan berhasil menduduki benteng Victoria.

Oleh pendeta-pendeta Protestan, kekuasaan kolonial VOC juga di perkuat oleh aktivitas penginjilan yang banyak merubah penganut Katolik menjadi Protestan.

Lewat kekuasaan tak terbatas yang dimiliknya, VOC juga mengangkat pendeta-pendeta dari warga masyarakat setempat. Beberapa diantaranya adalah Lazarus Hitijahubessy. Pendeta Lazarus yang dikirim ke kawasan soya untuk melakukan penginjilan di sana.

Peristiwa ini terjadi di tahun 1817. Seperti yang juga terjadi dengan proses penyebaran agama di belahan lain Indonesia, nilai-nilai ajaran Kristiani juga berbaur dengan budaya asli negeri soya. Ini bisa dilihat dari prosesi pesta bulan Desember, cuci negeri, rapat negeri, kain gandong, caci air dan sebagainya.

Di Negeri Soya juga terbangun sebuah gereja Protestan yang keindahan bangunannya kerap dinikmati para pelancong yang berkunjung ke Ambon. Bangunan sederhana yang diperkirakan dibangun pada tahun 1546 tersebut memberi andil yang cukup besar bagi penginjilan di kawasan ini.

Gereja tua tersebut pernah di perluas dan di renovasi menjadi bangunan permanen oleh Stephanus Jacob Rehatta di tahun 1876. Renovasi kedua dilakukan kembali saat Leonard Lodiwijk Rehatta memerintah di tahun 1927.

Pemerintah Indonesia juga pernah memugarnya di tahun 1966. Kerusuhan di Ambon yang terjadi pada tahun 2002 sempat meratakan gereja Protestan ini, namun telah dibangun kembali hingga bisa dinikmati sampai saat ini.

Lokasi gereja tua berarsitektur Eropa ini berada di puncak sebuah bukit. Sayangnya, bagian dalam bangunan bersejarah tersebut tidak bisa dinikmati oleh para wisatawan. Selain itu gereja tersebut hanya dibuka pada saat ibadah berlangsung.

Legenda Putri Raja Soya juga menjadi kisah rakyat yang memperkaya khazanah negeri ini. Kisah tersebut telah dituturkan dari generasi satu ke generasi berikutnya. Luhu, demikian nama sang putri raja tersebut. Kecantikannya telah memikat hati seorang perwira militer Belanda. Namun, sang ayah tak menyetujuinya.

Luhu pun bunuh diri. Arwahnya yang tidak tenang kerap menculik para pria sebagai suami atau juga anak-anak yang dulu pernah didambakannya semasa hidup. Bila ditemukan, korbannya sudah dalam keadaan meninggal atau bila masih hidup, sang korban di kuasai oleh alam bawah sadarnya.

Untuk menyadarkan korban yang masih hidup, Raja Soya memberinya air untuk diminum. Namun setelah sembuh, sang korban tak akan lagi pernah ingat akan kejadian yang pernah menimpanya. Air penyembuh ini berada di dalam sebuah tempayan yang berlokasi di ketinggian Sirimau.

Persisnya sekitar 500 meter dari gereja tua di Soya. Untuk ke sana para pengunjung jalan-jalan harus menapaki anak-anak tangga dari gereja. Air suci tersebut hanya diambil pada setiap bulan Desember tiba dalam sebuah gelaran adat. Masyarakat meyakini bila air tersebut diambil tanpa izin dari sesepuh adat maka sesuatu yang buruk bakal menimpanya.

Di desa Wisata Soya juga bisa di saksikan Baeleo. Bangunan ini adalah tempat bertemunya warga jika sebuah prosesi adat akan digelar. Tempatnya di tandai dengan barisan batu berukuran besar yang berada di sana.

Batu-batu ini adalah tempat duduk para leluhur yang dulunya mendirikan desa. Baeleo juga adalah lokasi penyelanggaraan upulanite, yaitu sebuah upacara persembahan kepada dewa langit.

Bila menaiki puncak Sirimau dari Soya, maka akan bisa ditemui tanaman Gadihu yang menghiasi perjalanan. Warga sekitar meyakini bahwa tanaman tersebut mampu melindungi diri dari pengaruh-pengaruh roh jahat.
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5395 seconds (0.1#10.140)