Dukung Aktivitas Anak

Selasa, 16 Desember 2014 - 11:27 WIB
Dukung Aktivitas Anak
Dukung Aktivitas Anak
A A A
DI ERA kompetisi ini, tidak sedikit anak yang menambah jam belajar seusai sekolah. Akibatnya, waktu bersama keluarga menjadi berkurang. Bagaimana ibu menyikapi kondisi ini?0

Meski masih kelas tiga SD, Nadine, 8, hampir setiap hari selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan usai jam sekolah. Pukul 14.30 sekolah berakhir, tetapi agenda berikutnya sudah menunggu.

Entah itu les renang, balet, hingga mengaji. Alhasil, putri sulung Nadya Mulya ini bisa sampai rumah menjelang magrib. Nadine tidak sendiri. Berdasarkan hasil penelitian BMI Research di tiga kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya), enam dari 10 anak menghabiskan 2-3 jam sehari untuk kegiatan ekstrakurikuler setelah jam sekolah. Kegiatan yang diikuti macammacam, seperti latihan musik, bahasa, atau olahraga,” papar Marketing Manager Oreo Indonesia Ita Karo-Karo Fernandez di acara Oreo Menjadi Mitra Ibu Indonesia dalam Menciptakan Kebersamaan Keluarga di Jakarta (11/12).

Diakui psikolog anak Efnie Indiranie M Psi, di era kompetisi seperti sekarang, tuntutan pendidikan anak pun semakin meningkat. “Jadi, tidak heran anak pulang sekolah setelah mengikuti berbagai kegiatan bisa pulang sore hari seperti orang tuanya,” katanya.

Menghadapi hal ini, ibu selayaknya memberi pendampingan kepada anak, misalnya dengan menemani belajar pada malam hari. “Beri pelukan hangat kepada anak. Ini akan memberikannya safe and secure feeling . Sentuhan ibu mengaktivasi hormon oksitosin atau hormon cinta yang membantu fungsi berpikir anak menjadi lebih baik,” kata Efnie.

Studi tentang pendampingan orang tua kepada anaknya telah banyak dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan mahasiswa Universitas Gunadarma Jakarta-M M Nilam- menyebutkan anak yang didampingi orang tuanya dalam belajar, maka kecakapan majemuknya akan meningkat. Studi lain menyimpulkan motivasi belajar anak juga mengalami peningkatan.

“Hal ini pula yang pada akhirnya dapat memperkuat emotional bonding antaranggota keluarga,” kata Ita yang mengajak para ibu mengunggah momen kebersamaan keluarganya menggunakan tagar #AsyiknyaBersama . Kebersamaan sendiri merupakan bagian dari proses tumbuh kembang anak.

Dalam proses ini, genetik berperan 30% dan sisanya 70% justru lingkungan yang memiliki andil, dalam hal ini keluarga. Menyadari hal ini, Nadya, ibu dari dua anak ini, berupaya secara rutin mengumpulkan anggota keluarganya dalam satu meja makan. “Saat di meja makan, semua gadget ditinggalkan,” kata penulis buku ini.

Bersama kedua putrinya, Nadine dan Nuala, dia juga kerap berakrab ria saat ngeteh bersama. Mereka sangat menikmati momen tersebut dan sangat menantikannya. “Ketika anak dibesarkan dengan suasana bahagia, dia akan tumbuh menjadi anak baik kelak,” sebut Efnie mengomentari kebiasaan Nadya tersebut bersama keluarganya.

Lantas, bagaimana jika sang buah hati berjauhan dengan orang tua, tinggal di asrama misalkan. Efnie menekankan pentingnya kualitas bersama keluarga. Pada akhir pekan saat anak kembali ke rumah, manfaatkan waktu sebaiknya. Jangan lupa seringlah memeluk anak. Upayakan pula berbicara dengan lembut kepada anak karena nada rendah akan lebih masuk ke memori bawah sadarnya.

Adapun bagi anak yang memasuki masa remaja, maka ia cenderung memilih pertemanan ketimbang keluarga. Menurut Efnie, ini adalah hal yang lumrah. Tugas ibu adalah sedapat mungkin berperan sebagai teman sang anak. Misalnya tempat ia bercerita. Tahan diri untuk tidak menginterupsi atau menghakimi ketika ia tengah bercerita.

Untuk itu, ibu juga harus menyelami dunia mereka, serta tahu apa yang menjadi minat anak. Nah yang pasti peran ibu menjadi sangat penting dalam menciptakan ide kreatif untuk menjaga dinamika positif keluarga.

Sri noviarni
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6446 seconds (0.1#10.140)