Cara Praktis Membacem
A
A
A
Ingin masak apa hari ini? Jika bosan dengan varian menu yang itu-itu saja, sesekali coba deh memasak sesuatu yang berbeda, misalnya bacem. Olahan yang lebih sering hadir saat acara-acara khusus saja ini ternyata sangat mudah dan praktis membuatnya. Anda tentu tahu bacem.
Lazimnya bacem ditemukan pada olahan tempe, tahu, dan daging ayam. Bacem terbilang jarang terhidang di meja makan rumahrumah tangga karena dianggap menu yang memerlukan waktu lama untuk dimasak dan memiliki proses kerja yang tidak mudah. Tak ayal, jenis hidangan ini lebih sering kita temukan hanya di acaraacara khusus sebagai pendamping nasi tumpeng, misalnya.
Bacem merupakan hidangan autentik Indonesia, namun lebih populer di wilayah Jawa, khususnya Solo dan Yogyakarta. Tidak mengherankan, asal-usul namanya saja memang diambil dari bahasa Jawa, “membacem” yang berarti “merendam”. Bacem saat ini bukan lagi berupa kata benda yang merujuk pada salah satu makanan, melainkan sudah menjadi kata kerja.
Sesuai arti yang ditulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata “membacem” berarti merendam (tahu, tempe, atau bahan makanan lain) dengan bumbu dan merebusnya dalam tempat yang tertutup sampai airnya habis.
“Jadi, kalau kita ditanya mau masak apa? Jawabnya, ngebacem. Atau, tempe ini mau diapakan? Dibacem,” ujar pengamat kuliner Odilia Winneke dalam acara peluncuran Bango Bumbu Bacem di Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut Odilia, hidangan bacem terbilang istimewa karena bumbu yang digunakan serta teknik mengolahnya sangat spesifik.
“Selain itu, bacem turut hadir di salah satu hidangan kebanggaan bangsa, yaitu nasi tumpeng, yang melambangkan harapan, kesejahteraan, dan kemakmuran. Bacem adalah bagian dari susunan unik nasi tumpeng yang dilakukan berdasarkan diversifikasi pangan, kelengkapan, keseimbangan menu, kelezatan, dan kesejahteraan spiritual. Semakin jelas, bacem adalah sebuah hidangan autentik yang patut kita banggakan dan lestarikan,” ujar Odilia.
Pada bacem yang terasa dominan adalah cita rasa manis. Ya, hidangan ini memang memiliki bumbu dasar gula jawa atau gula aren ditambah bawang merah, bawang putih, plus sedikit ketumbar. Kemunculan menu ini juga ada sejarahnya. Odilia mengungkapkan, pada abad ke-19, di tanah Jawa terjadi peristiwa tanam paksa berupa pohon tebu. Pabrik gula pun banyak didirikan di kawasan Jawa Tengah.
Alhasil, bahan baku makanan yang murah dan mudah didapat di wilayah tersebut saat itu adalah gula pasir. Rempahnya hanya berupa ketumbar yang juga termasuk rempah berharga murah. Ketumbar yang digunakan hanya sedikit karena wilayah Jawa memang terbilang “miskin” rempah, kecuali di kawasan pesisirnya yang menjadi pusat perdagangan pada masa lalu.
Untuk membuat bacem, Odilia menyebutkan, api yang digunakan tidak boleh besar. Pasalnya, bacem memang termasuk proses pembuatan masakan dengan teknik slow cooking . Teknik memasak ini bertujuan agar air tidak cepat menguap dan bumbu bisa meresap lebih baik ke dalam bahan baku. “Jadi, prosesnya memang sangat lama. Zaman dulu memasaknya pun di kuali tanah liat agar gula kelapanya lebih terasa,” kata Odilia.
Bacem umumnya ditemukan pada olahan tempe, tahu, dan daging ayam. Padahal, hampir semua bahan dasar makanan bisa dibuat bacem. Di Solo, misalnya, ada yang namanya sandwich bacem. Burung puyuh, burung dara, dan kepala kambing sebenarnya bisa juga loh dibacem. Beberapa rumah makan di Jawa Tengah dan Yogyakarta ada yang menghidangkannya.
Juru masak kenamaan Sisca Soewitomo tak menampik, membuat bacem memang cukup ribet. Bahanbahan harus digerus, lalu dimasak dengan api kecil sehingga lama matangnya dan menghabiskan bahan bakar. Belum lagi tahap-tahap yang harus dilalui saat memasak, seperti mengulek bumbu dan menyangrai, yang bisa memakan waktu tidak sedikit.
“Memang, membuat bacem memerlukan perhatian dan ketelatenan khusus karena kelezatannya sangat tergantung pada takaran bumbu yang pas serta teknik pengolahan yang tepat. Ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan, mulai memilih dan menakar bumbu, proses menyangrai ketumbar, mengulek bumbu halus, mengungkep bahan dan bumbu dalam kurun waktu yang cukup, hingga proses menggoreng sehingga tahu, tempe, atau bahan makanan lain matang sempurna dan berwarna cantik,” kata Sisca pada kesempatan yang sama.
“Dulu, awalnya bacem menggunakan bumbu bawang merah, bawang putih, jinten, ketumbar, dan gula merah. Yang membuat lama itu, jinten dan ketumbarnya harus disangrai dulu, baru diulek. Belum lagi ketika harus mengupas bawang. Kalau tidak tahu tekniknya, air mata bisa bercucuran, membuat kita jadi malas bikin. Ditambah apinya harus kecil, yang berarti lambat matangnya, menghabiskan gas.
Namun, di zaman sekarang, kita sudah sangat terbantu dengan adanya alat-alat memasak seperti blender, termasuk bumbu-bumbu praktis yang tersedia di pasaran,” lanjut Sisca. Sisca termasuk yang bergembira melihat banyaknya bumbu praktis di pasaran, semisal bumbu bacem ini. Dengan bumbu tersebut, waktu memasak jadi bisa dipangkas dan tak terlalu memerlukan usaha ekstra.
“Jadi, kita bisa membuat tempe, tahu, atau ayam bacem ini dalam jumlah banyak sekaligus, lalu disimpan di kulkas. Kapan-kapan tinggal digoreng. Kalau daging mau cepat empuk, bisa dipresto dulu. Hati ayam dan jeroan juga bisa dibacem,” sebut Sisca. Ketika menggunakan bumbu siap pakai, Sisca mengatakan, teknik memasak yang diterapkan tetap sama.
Hanya, persiapan memasaknya sekarang menjadi lebih praktis. Satu tips dari Sisca ketika ingin memasak bacem, bahan baku entah tempe, tahu, ataupun ayam, harus terendam semua di dalam air yang sudah diberi bumbu. Tujuannya agar bumbu lebih meresap ke semua bagian bahan. Cara memasaknya, Sisca menyebutkan, hangatkan air, tidak perlu sampai mendidih, lalu masukkan bumbu.
Cicipi dulu rasanya. Kalau sudah dirasa pas, baru masukkan bahan bakunya. Masak hingga bahan baku tadi berubah warna menjadi gelap dan air menyusut. “Ini sudah jadi bacem. Digoreng lagi boleh, tapi sebentar saja. Tidak digoreng lagi pun tidak apa-apa. Menu ini bisa buat bekal sekolah anak,” tutur Sisca.
Titi s apridawaty
Lazimnya bacem ditemukan pada olahan tempe, tahu, dan daging ayam. Bacem terbilang jarang terhidang di meja makan rumahrumah tangga karena dianggap menu yang memerlukan waktu lama untuk dimasak dan memiliki proses kerja yang tidak mudah. Tak ayal, jenis hidangan ini lebih sering kita temukan hanya di acaraacara khusus sebagai pendamping nasi tumpeng, misalnya.
Bacem merupakan hidangan autentik Indonesia, namun lebih populer di wilayah Jawa, khususnya Solo dan Yogyakarta. Tidak mengherankan, asal-usul namanya saja memang diambil dari bahasa Jawa, “membacem” yang berarti “merendam”. Bacem saat ini bukan lagi berupa kata benda yang merujuk pada salah satu makanan, melainkan sudah menjadi kata kerja.
Sesuai arti yang ditulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata “membacem” berarti merendam (tahu, tempe, atau bahan makanan lain) dengan bumbu dan merebusnya dalam tempat yang tertutup sampai airnya habis.
“Jadi, kalau kita ditanya mau masak apa? Jawabnya, ngebacem. Atau, tempe ini mau diapakan? Dibacem,” ujar pengamat kuliner Odilia Winneke dalam acara peluncuran Bango Bumbu Bacem di Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut Odilia, hidangan bacem terbilang istimewa karena bumbu yang digunakan serta teknik mengolahnya sangat spesifik.
“Selain itu, bacem turut hadir di salah satu hidangan kebanggaan bangsa, yaitu nasi tumpeng, yang melambangkan harapan, kesejahteraan, dan kemakmuran. Bacem adalah bagian dari susunan unik nasi tumpeng yang dilakukan berdasarkan diversifikasi pangan, kelengkapan, keseimbangan menu, kelezatan, dan kesejahteraan spiritual. Semakin jelas, bacem adalah sebuah hidangan autentik yang patut kita banggakan dan lestarikan,” ujar Odilia.
Pada bacem yang terasa dominan adalah cita rasa manis. Ya, hidangan ini memang memiliki bumbu dasar gula jawa atau gula aren ditambah bawang merah, bawang putih, plus sedikit ketumbar. Kemunculan menu ini juga ada sejarahnya. Odilia mengungkapkan, pada abad ke-19, di tanah Jawa terjadi peristiwa tanam paksa berupa pohon tebu. Pabrik gula pun banyak didirikan di kawasan Jawa Tengah.
Alhasil, bahan baku makanan yang murah dan mudah didapat di wilayah tersebut saat itu adalah gula pasir. Rempahnya hanya berupa ketumbar yang juga termasuk rempah berharga murah. Ketumbar yang digunakan hanya sedikit karena wilayah Jawa memang terbilang “miskin” rempah, kecuali di kawasan pesisirnya yang menjadi pusat perdagangan pada masa lalu.
Untuk membuat bacem, Odilia menyebutkan, api yang digunakan tidak boleh besar. Pasalnya, bacem memang termasuk proses pembuatan masakan dengan teknik slow cooking . Teknik memasak ini bertujuan agar air tidak cepat menguap dan bumbu bisa meresap lebih baik ke dalam bahan baku. “Jadi, prosesnya memang sangat lama. Zaman dulu memasaknya pun di kuali tanah liat agar gula kelapanya lebih terasa,” kata Odilia.
Bacem umumnya ditemukan pada olahan tempe, tahu, dan daging ayam. Padahal, hampir semua bahan dasar makanan bisa dibuat bacem. Di Solo, misalnya, ada yang namanya sandwich bacem. Burung puyuh, burung dara, dan kepala kambing sebenarnya bisa juga loh dibacem. Beberapa rumah makan di Jawa Tengah dan Yogyakarta ada yang menghidangkannya.
Juru masak kenamaan Sisca Soewitomo tak menampik, membuat bacem memang cukup ribet. Bahanbahan harus digerus, lalu dimasak dengan api kecil sehingga lama matangnya dan menghabiskan bahan bakar. Belum lagi tahap-tahap yang harus dilalui saat memasak, seperti mengulek bumbu dan menyangrai, yang bisa memakan waktu tidak sedikit.
“Memang, membuat bacem memerlukan perhatian dan ketelatenan khusus karena kelezatannya sangat tergantung pada takaran bumbu yang pas serta teknik pengolahan yang tepat. Ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan, mulai memilih dan menakar bumbu, proses menyangrai ketumbar, mengulek bumbu halus, mengungkep bahan dan bumbu dalam kurun waktu yang cukup, hingga proses menggoreng sehingga tahu, tempe, atau bahan makanan lain matang sempurna dan berwarna cantik,” kata Sisca pada kesempatan yang sama.
“Dulu, awalnya bacem menggunakan bumbu bawang merah, bawang putih, jinten, ketumbar, dan gula merah. Yang membuat lama itu, jinten dan ketumbarnya harus disangrai dulu, baru diulek. Belum lagi ketika harus mengupas bawang. Kalau tidak tahu tekniknya, air mata bisa bercucuran, membuat kita jadi malas bikin. Ditambah apinya harus kecil, yang berarti lambat matangnya, menghabiskan gas.
Namun, di zaman sekarang, kita sudah sangat terbantu dengan adanya alat-alat memasak seperti blender, termasuk bumbu-bumbu praktis yang tersedia di pasaran,” lanjut Sisca. Sisca termasuk yang bergembira melihat banyaknya bumbu praktis di pasaran, semisal bumbu bacem ini. Dengan bumbu tersebut, waktu memasak jadi bisa dipangkas dan tak terlalu memerlukan usaha ekstra.
“Jadi, kita bisa membuat tempe, tahu, atau ayam bacem ini dalam jumlah banyak sekaligus, lalu disimpan di kulkas. Kapan-kapan tinggal digoreng. Kalau daging mau cepat empuk, bisa dipresto dulu. Hati ayam dan jeroan juga bisa dibacem,” sebut Sisca. Ketika menggunakan bumbu siap pakai, Sisca mengatakan, teknik memasak yang diterapkan tetap sama.
Hanya, persiapan memasaknya sekarang menjadi lebih praktis. Satu tips dari Sisca ketika ingin memasak bacem, bahan baku entah tempe, tahu, ataupun ayam, harus terendam semua di dalam air yang sudah diberi bumbu. Tujuannya agar bumbu lebih meresap ke semua bagian bahan. Cara memasaknya, Sisca menyebutkan, hangatkan air, tidak perlu sampai mendidih, lalu masukkan bumbu.
Cicipi dulu rasanya. Kalau sudah dirasa pas, baru masukkan bahan bakunya. Masak hingga bahan baku tadi berubah warna menjadi gelap dan air menyusut. “Ini sudah jadi bacem. Digoreng lagi boleh, tapi sebentar saja. Tidak digoreng lagi pun tidak apa-apa. Menu ini bisa buat bekal sekolah anak,” tutur Sisca.
Titi s apridawaty
(ars)