Anak Bukan Miniatur Orang Dewasa
A
A
A
Tren yang ada saat ini orang tua berlomba-lomba mendandani si buah hati layaknya orang dewasa. Padahal, hal ini akan berpengaruh pada perkembangannya kelak.
Amelia tampak sibuk mendandani putri semata wayangnya, Mazaya. Dia memakaikan kemeja lengan panjang berwarna putih dan rok pendek oranye cerah berbahan kain. Tak lupa menyanggul rambutnya. Terakhir sebuah kalung menjuntai di dada Mazaya.
“Saya biasa dandanin Mazaya kalau mau ke mal. Anaknya juga suka kok,” kata Amelia. Padahal, usia bocah tersebut belum genap 4 tahun. Bukan hanya Amelia yang senang mendandani anak layaknya orang dewasa. Saat ini di dunia maya, khususnya instagram , para ibu seakan berlomba mengunggah foto terbaru sang anak mengenakan pakaian yang stylish.
Psikolog Ratih Ibrahim melihat fenomena ini berkembang lantaran pengaruh media seperti internet dan televisi. Ketika melihat ada satu anak yang gaya busananya disukai orang lain dan menjadi populer, orang tua lain pun mengikuti hal tersebut. Ratih menilai jika sang anak bergaya modis sesuai usianya, hal itu tidak masalah.
“Tapi kalau orang tua sengaja mendandani anaknya seperti orang dewasa, itu yang saya tidak setuju,” kata ibu dua anak itu. Padahal, orang tua harus ingat bahwa anak bukanlah miniatur orang dewasa. Karena itu, sepantasnya anak tetap diperlakukan sebagaimana peran mereka sebagai anak.
Menurut Ratih, jika orang tua tidak sadar ketika mereka terus-menerus mendandani anak dengan aneka busana, apalagi yang selalu baru, hal tersebut bisa memicu perilaku konsumtif anak di masa depan. Anak dapat terus menuntut agar permintaannya dituruti. Pendiri Conseling and Development Center PT Personal Growth ini memaparkan, mendandani anak agar terlihat modis juga harus dilakukan secara sederhana.
“Yang orang tua pikirkan tentang konsep sederhana itu diidentikkan dengan dandan seadanya, tidak terawat, kusam, dan tidak rapi. Salah, bukan begitu. Kalau kebersihan, kesehatan, dan kerapian dijaga, itu sebenarnya juga sudah cukup,” kata Ratih.
Sementara itu, Profesor Psikiatri dan Psikoterapi dari Universitas Goetinge Jerman Borwin Bandelow, dilansir The Sun Daily, mengatakan bahwa orang dewasa yang mengutamakan status serta simbol seperti senang mengenakan busana mahal cenderung menerapkannya kepada si anak.
Dalam prosesnya, orang tua ini mengaplikasikan hasrat mereka kepada anak yang berujung pada mini me atau diri saya dalam versi kecil. “Hal ini bisa berdampak negatif terhadap perkembangan pribadi anak,” kata Bandelow. Lebih jauh, Bandelow memaparkan, anak yang selalu berpenampilan modis kurang tertarik untuk bermain kotor-kotoran atau memanjat pohon, misalnya. Ke depan mereka juga akan selektif memilih teman berdasarkan penampilan.
Sri noviarni
Amelia tampak sibuk mendandani putri semata wayangnya, Mazaya. Dia memakaikan kemeja lengan panjang berwarna putih dan rok pendek oranye cerah berbahan kain. Tak lupa menyanggul rambutnya. Terakhir sebuah kalung menjuntai di dada Mazaya.
“Saya biasa dandanin Mazaya kalau mau ke mal. Anaknya juga suka kok,” kata Amelia. Padahal, usia bocah tersebut belum genap 4 tahun. Bukan hanya Amelia yang senang mendandani anak layaknya orang dewasa. Saat ini di dunia maya, khususnya instagram , para ibu seakan berlomba mengunggah foto terbaru sang anak mengenakan pakaian yang stylish.
Psikolog Ratih Ibrahim melihat fenomena ini berkembang lantaran pengaruh media seperti internet dan televisi. Ketika melihat ada satu anak yang gaya busananya disukai orang lain dan menjadi populer, orang tua lain pun mengikuti hal tersebut. Ratih menilai jika sang anak bergaya modis sesuai usianya, hal itu tidak masalah.
“Tapi kalau orang tua sengaja mendandani anaknya seperti orang dewasa, itu yang saya tidak setuju,” kata ibu dua anak itu. Padahal, orang tua harus ingat bahwa anak bukanlah miniatur orang dewasa. Karena itu, sepantasnya anak tetap diperlakukan sebagaimana peran mereka sebagai anak.
Menurut Ratih, jika orang tua tidak sadar ketika mereka terus-menerus mendandani anak dengan aneka busana, apalagi yang selalu baru, hal tersebut bisa memicu perilaku konsumtif anak di masa depan. Anak dapat terus menuntut agar permintaannya dituruti. Pendiri Conseling and Development Center PT Personal Growth ini memaparkan, mendandani anak agar terlihat modis juga harus dilakukan secara sederhana.
“Yang orang tua pikirkan tentang konsep sederhana itu diidentikkan dengan dandan seadanya, tidak terawat, kusam, dan tidak rapi. Salah, bukan begitu. Kalau kebersihan, kesehatan, dan kerapian dijaga, itu sebenarnya juga sudah cukup,” kata Ratih.
Sementara itu, Profesor Psikiatri dan Psikoterapi dari Universitas Goetinge Jerman Borwin Bandelow, dilansir The Sun Daily, mengatakan bahwa orang dewasa yang mengutamakan status serta simbol seperti senang mengenakan busana mahal cenderung menerapkannya kepada si anak.
Dalam prosesnya, orang tua ini mengaplikasikan hasrat mereka kepada anak yang berujung pada mini me atau diri saya dalam versi kecil. “Hal ini bisa berdampak negatif terhadap perkembangan pribadi anak,” kata Bandelow. Lebih jauh, Bandelow memaparkan, anak yang selalu berpenampilan modis kurang tertarik untuk bermain kotor-kotoran atau memanjat pohon, misalnya. Ke depan mereka juga akan selektif memilih teman berdasarkan penampilan.
Sri noviarni
(ars)