Khawatir Jadi Ibu Terbaik?
A
A
A
Beberapa waktu yang lalu saya mendapat hadiah notebook (buku catatan) dari putri sulung saya, Taruli. Saya memang pecinta notesbook, dan Taruli tahu itu.
Di dalam “notebook” tersebut, Taruli menggambarkan seorang anak dengan kata-kata: The Best Mom is You. Who’s make me like this, Strong Girl. Who’s make me to be a success people. Thank’s Mom. Saya terharu, mengharu biru dengan kata-kata tersebut. Tapi, hal yang wajar kan seorang anak begitu mencintai ibunya. Bangga akan ibunya. Kalau pun ada anak yang tidak mencintai ibunya, mungkin bisa dikatakan mirip dengan cerita legenda, Malin Kundang.
Tapi saya agak kurang percaya diri dengan anugerah yang diberikan Taruli, The Best Mom.Khawatir, benarkah saya bisa menjadi Ibu yang terbaik buat anak-anak? Apakah layak saya dikatakan sebagai The Best Mom? Apa yang telah saya lakukan? Untuk anak-anak, keluarga, suami, dan mungkin juga untuk lingkungan dan negara.
Ternyata saya tidak sendiri. Banyak perempuan, terutama yang telah berkeluarga dan mempunyai anak (khususnya teman-teman perempuan saya), merasa tidak percaya diri ketika mendapat anugerah The Best Mom, Ibu Terbaik. Bahkan dari anak dan keluarganya sendiri. Banyak yang merasa, belum bisa menjadi Ibu Terbaik. Masih banyak kekurangan.
Ada yang merasa belum pantas, karena bekerja di kantor tidak punya banyak waktu untuk anak-anak, kurang memperhatikan anak dan suami. Tak sedikit juga, ibu atau istri yang lebih banyak beraktivitas di rumah, merasa kurang canggih, kurang update informasi, kurang bersosialisasi sehingga merasa ketinggalan jaman dan bukan ibu yang terbaik.
Intinya, perempuan merasa kurang layak sebagai Ibu Terbaik karena dirinya sendiri. Bukan karena siapa-siapa. Bukan lingkungan, suami, atau pun anak. Di era yang teknologi informasi semakin canggih, mengapa kita harus khawatir tidak bisa menjadi perempuan atau ibu terbaik?
Mengapa masih ada yang sibuk mencari identitas diri dengan mengkotak-kotakkan antara perempuan bekerja di kantor dan perempuan yang bekerja di rumah? Mengapa perempuan masih berasyik masyuk dengan label Ibu Terbaik ketika bisa menyusui, memasak, dan membesarkan anak sendiri tanpa bantuan orang lain, semisal pekerja rumah tangga atau baby sitter?
Saya tak mau berpolemik dengan hal tersebut. Buat saya, perempuan masa kini sudah tidak perlu khawatir tidak bisa menjadi Ibu Terbaik. Berbagai informasi bisa kita cari dan dimanfaatkan. Berbagai pengalaman orang lain, bisa kita jadikan contoh atau ambil manfaatnya. Namun utamanya, saya ingin menjadi Ibu terbaik dengan menghargai diri saya sendiri!
Melakukan segala sesuatunya karena memang keinginan sendiri, bukan karena ingin dianggap baik oleh orang lain. Bukan karena ingin dihargai orang lain. Ketika menjadi Ibu Terbaik karena tuntutan orang lain, karena ingin mendapatkan apresiasi, bukankah langkah akan menjadi semakin berat?
Demi anak, suami dan keluarga saja sudah menjadi tanggungjawab moral, apalagi demi sebentuk pencitraan. Menurut saya, menjadi ibu terbaik itu dikembalikan ke diri masingmasing, bukan bisa atau tidak bisa.
Indah julianti
Co Founder Kumpulan Emak Blogger Dewan Pembina di Ilmu Berbagi Foundation www.ilmuberbagi.com
Di dalam “notebook” tersebut, Taruli menggambarkan seorang anak dengan kata-kata: The Best Mom is You. Who’s make me like this, Strong Girl. Who’s make me to be a success people. Thank’s Mom. Saya terharu, mengharu biru dengan kata-kata tersebut. Tapi, hal yang wajar kan seorang anak begitu mencintai ibunya. Bangga akan ibunya. Kalau pun ada anak yang tidak mencintai ibunya, mungkin bisa dikatakan mirip dengan cerita legenda, Malin Kundang.
Tapi saya agak kurang percaya diri dengan anugerah yang diberikan Taruli, The Best Mom.Khawatir, benarkah saya bisa menjadi Ibu yang terbaik buat anak-anak? Apakah layak saya dikatakan sebagai The Best Mom? Apa yang telah saya lakukan? Untuk anak-anak, keluarga, suami, dan mungkin juga untuk lingkungan dan negara.
Ternyata saya tidak sendiri. Banyak perempuan, terutama yang telah berkeluarga dan mempunyai anak (khususnya teman-teman perempuan saya), merasa tidak percaya diri ketika mendapat anugerah The Best Mom, Ibu Terbaik. Bahkan dari anak dan keluarganya sendiri. Banyak yang merasa, belum bisa menjadi Ibu Terbaik. Masih banyak kekurangan.
Ada yang merasa belum pantas, karena bekerja di kantor tidak punya banyak waktu untuk anak-anak, kurang memperhatikan anak dan suami. Tak sedikit juga, ibu atau istri yang lebih banyak beraktivitas di rumah, merasa kurang canggih, kurang update informasi, kurang bersosialisasi sehingga merasa ketinggalan jaman dan bukan ibu yang terbaik.
Intinya, perempuan merasa kurang layak sebagai Ibu Terbaik karena dirinya sendiri. Bukan karena siapa-siapa. Bukan lingkungan, suami, atau pun anak. Di era yang teknologi informasi semakin canggih, mengapa kita harus khawatir tidak bisa menjadi perempuan atau ibu terbaik?
Mengapa masih ada yang sibuk mencari identitas diri dengan mengkotak-kotakkan antara perempuan bekerja di kantor dan perempuan yang bekerja di rumah? Mengapa perempuan masih berasyik masyuk dengan label Ibu Terbaik ketika bisa menyusui, memasak, dan membesarkan anak sendiri tanpa bantuan orang lain, semisal pekerja rumah tangga atau baby sitter?
Saya tak mau berpolemik dengan hal tersebut. Buat saya, perempuan masa kini sudah tidak perlu khawatir tidak bisa menjadi Ibu Terbaik. Berbagai informasi bisa kita cari dan dimanfaatkan. Berbagai pengalaman orang lain, bisa kita jadikan contoh atau ambil manfaatnya. Namun utamanya, saya ingin menjadi Ibu terbaik dengan menghargai diri saya sendiri!
Melakukan segala sesuatunya karena memang keinginan sendiri, bukan karena ingin dianggap baik oleh orang lain. Bukan karena ingin dihargai orang lain. Ketika menjadi Ibu Terbaik karena tuntutan orang lain, karena ingin mendapatkan apresiasi, bukankah langkah akan menjadi semakin berat?
Demi anak, suami dan keluarga saja sudah menjadi tanggungjawab moral, apalagi demi sebentuk pencitraan. Menurut saya, menjadi ibu terbaik itu dikembalikan ke diri masingmasing, bukan bisa atau tidak bisa.
Indah julianti
Co Founder Kumpulan Emak Blogger Dewan Pembina di Ilmu Berbagi Foundation www.ilmuberbagi.com
(bbg)