Pakistan yang Berkesan
A
A
A
SELAMA satu minggu pada Desember, saya berkunjung ke empat kota di Pakistan, yaitu Karachi, Lahore, Gujranwala, dan Islamabad. Kunjungan ini menjadi salah satu perjalanan yang paling berkesan buat saya. Pakistan tak seseram yang orang bayangkan.
Pesawat Thai Aiways TG 341 dari Bangkok mendarat mulus di Jinnah International Airport Karachi tepat pada pukul 23.00 waktu setempat. Sebelum penumpang turun, pramugari mengucapkan selamat datang di Kota Karachi, Pakistan.
Dia juga menyebutkan, selama di bandara penumpang dilarang untuk memotret. Bergegas saya pergi ke bagian imigrasi. Di sini hanya ada empat orang warga negara asing yang mengantre, tiga warga negara Tiongkok dan saya sendiri. Ada perasaan waswas ketika itu karena banyaknya petugas berseragam yang membawa senjata api.
Sebelum berangkat ke Pakistan, selama wawancara visa, petugas konsuler di Kedutaan Besar Pakistan di Seoul memberikan contact person, termasuk nomor telepon sewaktu-waktu yang bisa saya hubungi jika saya memerlukan bantuan. Dua wartawan dari News 5 Pakistan yang baru saya kenal di pesawat juga memberikan saran yang sama.
Setelah selesai mengambil bagasi, saya langsung menghubungi petugas yang akan membawa saya ke hotel Movenpick tempat menginap di Kota Karachi. Kolega saya sudah memberikan kartu telepon lokal yang bisa saya pakai sewaktu-waktu jika saya mengalami kesulitan. Penjagaan masuk di hotel sangat ketat dan berlapis-lapis. Sopir hotel mengatakan, saya harus berhati-hati selama di Karachi.
Walaupun suasana cukup aman, jika hendak pergi keluar pastikan bahwa ada orang lokal yang bersama saya. Karachi adalah kota terbesar di Pakistan dan menjadi salah satu kota terpadat di dunia. Ada kurang lebih 23 juta orang yang tinggal di sana. Kebanyakan orang datang ke Kota Karachi karena 70% ekonomi Pakistan berada di sini. Kota Karachi adalah kota pelabuhan.
Semua perdagangan dari semua negara masuk dari kota ini. Selain pelabuhan, saya sempatkan juga berkunjung ke pasar tradisional dan Jinnah Mausoleum, makam Muhammad Ali Jinnah, pendiri Pakistan. Dalam sejarahnya, Pakistan merdeka pada 1947 dari Inggris. Hanya, Pakistan dulunya adalah bagian dari India.
Lahore: Kota Taman dan Pelajar
Setelah tiga hari di Karachi saya melanjutkan pergi ke Kota Lahore dengan naik pesawat selama dua jam. Lahore dikenal sebagai kota taman dan pelajar di Pakistan. Pemandangan dan perasaan yang berbeda saya dapatkan dan rasakan ketika sampai di bandara Lahore. Kota ini tidak semrawut seperti Karachi. Tampak juga pembangunan gedung-gedung baru di sana.
Mr Ghazali yang mendampingi saya menjelaskan, Kota Lahore sangat kental dengan budaya dan menjadi kota terbesar kedua di Pakistan. Hari pertama di kota ini, saya mengunjungi Lahore Museum yang kaya sejarah Pakistan. Saya perhatikan bahwa tidak ada turis di sini. Saya hanya satu-satunya orang asing yang berkunjung. Sejak kasus terorisme menyebar dan banyaknya tudingan bahwa teroris berasal dari negeri ini, tidak banyak lagi orang yang mau berkunjung ke Pakistan.
Orang-orang merasa takut, kata Mr Ghazali. Kalaupun ada yang mau berkunjung, biasanya mereka akan pergi ke Lahore yang sangat indah dan aman. Di depan Lahore Museum, saya sempatkan untuk berfoto dengan petugas keamanan yang memegang senjata. Saya minta izin kepada beliau untuk meminjam senjata ketika tiba-tiba semua petugas berteriak melarang saya membawa senjata.
Di Indonesia kadang-kadang kita memang suka “bermain-main” dengan senjata, tetapi di sini akan lain ceritanya. Mereka memerintahkan saya untuk mengembalikan senjata kepada petugas. Tampak jelas ada rasa ketakutan di wajah petugas tersebut. Setiap orang yang bersenjata diberikan mandat untuk tidak meminjamkan senjatanya. Setelah berkeliling kota, saya kemudian menikmati wisata kuliner Kota Lahore.
Kalau di Karachi saya biasa makan nasi biryani, di sini saya makan gosht karahi yang terbuat dari ayam dan mutton serta kebab. Selain itu, saya juga sangat menikmati budaya minum teh. Teh dalam bahasa Urdu adalah chai . Teh yang dicampur dengan susu dan dihidangkan dengan kue manis ini memang sangat enak. Setiap hari saya bisa minum sampai enam gelas. Mr Ghazali menjelaskan, orang Lahore adalah penikmat makanan.
Pada hari kedua di Lahore, saya mengunjungi dan memberikan presentasi tentang pendidikan Korea Selatan di University of Engineering and Technology dan GC University Lahore. Kedua universitas ini adalah universitas terbaik di Pakistan.Bangunan kampus GC University Lahore adalah salah satu bangunan yang paling indah di Pakistan.
Kampus tertua di Pakistan yang berdiri pada 1864 adalah cikal-bakal pendidikan tinggi di Pakistan. Selain berkunjung di kampus, saya juga menjalankan salat Jumat di sebuah masjid di Pakistan. Salat Jumat di sini sedikit berbeda dengan di Korea Selatan atau Indonesia. Mereka tidak punya jam khusus untuk salat Jumat.
Setiap masjid mempunyai jadwal tersendiri antara pukul 13.00 sampai 15.00. Saat ini Pakistan adalah negara muslim dengan jumlah umat Islam terbesar kedua setelah Indonesia. Penduduk Pakistan mencapai 190 juta jiwa.
Penulis : Ony Jamhari
Kontributor Koran SindoTinggal di Korea
Pesawat Thai Aiways TG 341 dari Bangkok mendarat mulus di Jinnah International Airport Karachi tepat pada pukul 23.00 waktu setempat. Sebelum penumpang turun, pramugari mengucapkan selamat datang di Kota Karachi, Pakistan.
Dia juga menyebutkan, selama di bandara penumpang dilarang untuk memotret. Bergegas saya pergi ke bagian imigrasi. Di sini hanya ada empat orang warga negara asing yang mengantre, tiga warga negara Tiongkok dan saya sendiri. Ada perasaan waswas ketika itu karena banyaknya petugas berseragam yang membawa senjata api.
Sebelum berangkat ke Pakistan, selama wawancara visa, petugas konsuler di Kedutaan Besar Pakistan di Seoul memberikan contact person, termasuk nomor telepon sewaktu-waktu yang bisa saya hubungi jika saya memerlukan bantuan. Dua wartawan dari News 5 Pakistan yang baru saya kenal di pesawat juga memberikan saran yang sama.
Setelah selesai mengambil bagasi, saya langsung menghubungi petugas yang akan membawa saya ke hotel Movenpick tempat menginap di Kota Karachi. Kolega saya sudah memberikan kartu telepon lokal yang bisa saya pakai sewaktu-waktu jika saya mengalami kesulitan. Penjagaan masuk di hotel sangat ketat dan berlapis-lapis. Sopir hotel mengatakan, saya harus berhati-hati selama di Karachi.
Walaupun suasana cukup aman, jika hendak pergi keluar pastikan bahwa ada orang lokal yang bersama saya. Karachi adalah kota terbesar di Pakistan dan menjadi salah satu kota terpadat di dunia. Ada kurang lebih 23 juta orang yang tinggal di sana. Kebanyakan orang datang ke Kota Karachi karena 70% ekonomi Pakistan berada di sini. Kota Karachi adalah kota pelabuhan.
Semua perdagangan dari semua negara masuk dari kota ini. Selain pelabuhan, saya sempatkan juga berkunjung ke pasar tradisional dan Jinnah Mausoleum, makam Muhammad Ali Jinnah, pendiri Pakistan. Dalam sejarahnya, Pakistan merdeka pada 1947 dari Inggris. Hanya, Pakistan dulunya adalah bagian dari India.
Lahore: Kota Taman dan Pelajar
Setelah tiga hari di Karachi saya melanjutkan pergi ke Kota Lahore dengan naik pesawat selama dua jam. Lahore dikenal sebagai kota taman dan pelajar di Pakistan. Pemandangan dan perasaan yang berbeda saya dapatkan dan rasakan ketika sampai di bandara Lahore. Kota ini tidak semrawut seperti Karachi. Tampak juga pembangunan gedung-gedung baru di sana.
Mr Ghazali yang mendampingi saya menjelaskan, Kota Lahore sangat kental dengan budaya dan menjadi kota terbesar kedua di Pakistan. Hari pertama di kota ini, saya mengunjungi Lahore Museum yang kaya sejarah Pakistan. Saya perhatikan bahwa tidak ada turis di sini. Saya hanya satu-satunya orang asing yang berkunjung. Sejak kasus terorisme menyebar dan banyaknya tudingan bahwa teroris berasal dari negeri ini, tidak banyak lagi orang yang mau berkunjung ke Pakistan.
Orang-orang merasa takut, kata Mr Ghazali. Kalaupun ada yang mau berkunjung, biasanya mereka akan pergi ke Lahore yang sangat indah dan aman. Di depan Lahore Museum, saya sempatkan untuk berfoto dengan petugas keamanan yang memegang senjata. Saya minta izin kepada beliau untuk meminjam senjata ketika tiba-tiba semua petugas berteriak melarang saya membawa senjata.
Di Indonesia kadang-kadang kita memang suka “bermain-main” dengan senjata, tetapi di sini akan lain ceritanya. Mereka memerintahkan saya untuk mengembalikan senjata kepada petugas. Tampak jelas ada rasa ketakutan di wajah petugas tersebut. Setiap orang yang bersenjata diberikan mandat untuk tidak meminjamkan senjatanya. Setelah berkeliling kota, saya kemudian menikmati wisata kuliner Kota Lahore.
Kalau di Karachi saya biasa makan nasi biryani, di sini saya makan gosht karahi yang terbuat dari ayam dan mutton serta kebab. Selain itu, saya juga sangat menikmati budaya minum teh. Teh dalam bahasa Urdu adalah chai . Teh yang dicampur dengan susu dan dihidangkan dengan kue manis ini memang sangat enak. Setiap hari saya bisa minum sampai enam gelas. Mr Ghazali menjelaskan, orang Lahore adalah penikmat makanan.
Pada hari kedua di Lahore, saya mengunjungi dan memberikan presentasi tentang pendidikan Korea Selatan di University of Engineering and Technology dan GC University Lahore. Kedua universitas ini adalah universitas terbaik di Pakistan.Bangunan kampus GC University Lahore adalah salah satu bangunan yang paling indah di Pakistan.
Kampus tertua di Pakistan yang berdiri pada 1864 adalah cikal-bakal pendidikan tinggi di Pakistan. Selain berkunjung di kampus, saya juga menjalankan salat Jumat di sebuah masjid di Pakistan. Salat Jumat di sini sedikit berbeda dengan di Korea Selatan atau Indonesia. Mereka tidak punya jam khusus untuk salat Jumat.
Setiap masjid mempunyai jadwal tersendiri antara pukul 13.00 sampai 15.00. Saat ini Pakistan adalah negara muslim dengan jumlah umat Islam terbesar kedua setelah Indonesia. Penduduk Pakistan mencapai 190 juta jiwa.
Penulis : Ony Jamhari
Kontributor Koran SindoTinggal di Korea
(ars)