Perilaku Pola Asuh dan Pola Makan Belum Memadai di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Menyambut hari gizi nasional yang akan diselenggarakan pada 25 Januari 2015, Millenium Challenge Account—Indonesia (MCA—Indonesia) meluncurkan hasil riset formatif mengenai gizi yang telah dilakukan pada September-Oktober 2014.
Penelitian tersebut menjelaskan begitu banyak keluarga yang belum menerapkan perilaku yang memadai terutama dalam hal pola makan, pola asuh, dan sanitasi yang cukup pada anak untuk mendukung pertumbuhan dan masa depan anak itu sendiri.
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor apa saja yang ikut berkontribusi dalam perilaku yang berkaitan dengan gizi, termasuk mengenai sanitasi dan praktik higienitas seperti air bersih," ungkap Minarto, Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stunting (PKGBM) MCA-Indonesia pada konferensi pers di Jakarta (23/1/2015).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa praktik pola makan, pola asuh, dan sanitasi yang kurang optimal yang telah dimulai jauh sejak sebelum anak dilahirkan.
Menurut survei, sebanyak 43% dari ibu hamil mengaku bahwa mereka mengonsumsi makanan kurang dari tiga kali per harinya, dan 35% makan lebih sedikit pada trimester pertama.
"Selain itu sebanyak 55% dari responden tidak memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama usia anak dengan alasan yang beragam, seperti ASI tidak keluar, ibu bekerja, atau bayi diasuh orang lain," lanjut Minarto.
Tak hanya itu, dari sejumlah responden anak berusia 6—23 bulan, 62% nya hanya mengonsumsi 1-2 kelompok makanan sehari. Padahal asupan ideal anak adalah 4 kelompok makanan sehari. Hal ini tentu dapat memberikan dampak kekurangan gizi pada anak.
"Kekurangan gizi akan berdampak pada persoalan penyakit saat dewasa, baik penyakit menular hingga penyakit yang tidak menular,” ujar Dr. Hadiat MA selaku Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat.
Masalah kurang gizi ini tentu akan mengakibatkan dampak lain, yakni stunting. Stunting bukanlah hanya masalah tinggi badan namun adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, sejak ibu mengandung sang anak.
"Saat ini Indonesia berada di peringkat 5 dunia yang memiliki penduduk yang terkena stunting. Pertumbuhan stunting di Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 36,8% dan pada 2013 mencapai sebesar 37,2%" papar Minarto.
Dia juga menambahkan, agar anak-anak tidak menderita stunting, pastikan bahwa asupan gizi cukup, kemudian jaga agar anak tidak sering sakit. Sanitasi, gizi, dalam pencegahan stunting merupakan sarat utama yang dapat mencegah stunting.
Penelitian tersebut menjelaskan begitu banyak keluarga yang belum menerapkan perilaku yang memadai terutama dalam hal pola makan, pola asuh, dan sanitasi yang cukup pada anak untuk mendukung pertumbuhan dan masa depan anak itu sendiri.
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor apa saja yang ikut berkontribusi dalam perilaku yang berkaitan dengan gizi, termasuk mengenai sanitasi dan praktik higienitas seperti air bersih," ungkap Minarto, Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stunting (PKGBM) MCA-Indonesia pada konferensi pers di Jakarta (23/1/2015).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa praktik pola makan, pola asuh, dan sanitasi yang kurang optimal yang telah dimulai jauh sejak sebelum anak dilahirkan.
Menurut survei, sebanyak 43% dari ibu hamil mengaku bahwa mereka mengonsumsi makanan kurang dari tiga kali per harinya, dan 35% makan lebih sedikit pada trimester pertama.
"Selain itu sebanyak 55% dari responden tidak memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama usia anak dengan alasan yang beragam, seperti ASI tidak keluar, ibu bekerja, atau bayi diasuh orang lain," lanjut Minarto.
Tak hanya itu, dari sejumlah responden anak berusia 6—23 bulan, 62% nya hanya mengonsumsi 1-2 kelompok makanan sehari. Padahal asupan ideal anak adalah 4 kelompok makanan sehari. Hal ini tentu dapat memberikan dampak kekurangan gizi pada anak.
"Kekurangan gizi akan berdampak pada persoalan penyakit saat dewasa, baik penyakit menular hingga penyakit yang tidak menular,” ujar Dr. Hadiat MA selaku Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat.
Masalah kurang gizi ini tentu akan mengakibatkan dampak lain, yakni stunting. Stunting bukanlah hanya masalah tinggi badan namun adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, sejak ibu mengandung sang anak.
"Saat ini Indonesia berada di peringkat 5 dunia yang memiliki penduduk yang terkena stunting. Pertumbuhan stunting di Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 36,8% dan pada 2013 mencapai sebesar 37,2%" papar Minarto.
Dia juga menambahkan, agar anak-anak tidak menderita stunting, pastikan bahwa asupan gizi cukup, kemudian jaga agar anak tidak sering sakit. Sanitasi, gizi, dalam pencegahan stunting merupakan sarat utama yang dapat mencegah stunting.
(alv)