Saatnya Peduli Human Trafficking
A
A
A
PEDULI dengan perdagangan manusia, ECPAT Indonesia (End Child Prostitution, Child Pornography and Trafficking of Children for Sexual Purposes) bekerja sama dengan kelompok siswa-siswa SMA yang tergabung dalam Klub
Sosial bernama FACT CLUB (Fight Against Child Trafficking Club) dari Jakarta Intercultural School (JIS) menggelar konser seni bertajuk ”ACT (Anti-Child Trafficking)”. Konser yang diadakan pada Jumat (23/1) tersebut bertujuan meningkatkan kepedulian serta memotivasi siswa-siswi, orang tua, dan masyarakat dalam memerangi perdagangan manusia.
Bersamaan dengan konser ini, dilakukan juga penggalangan dana untuk membantu anak dan remaja korban perdagangan dan eksploitasi seksual anak demi terciptanya peer-to-peer action yang mengedepankan kepedulian terhadap masa depan nasib anak negeri ini. Konser tersebut dihadiri kurang lebih 400 pengunjung dari berbagai kalangan, termasuk siswa-siswi JIS, orang tua murid, dan pengunjung lainnya.
Konser menyuguhkan 18 penampilan dari lima sekolah, termasuk JIS, Mentari, Raffles, BSJ (British School Jakarta), dan Sekolah Pelita Harapan. Konser amal ini juga didukung oleh beberapa organisasi sosial yang berkaitan dengan hak asasi manusia, termasuk Rumah Faye, Save The Children, dan Aksi-2015.
Presiden FACT CLUB Beatrice Louise Tan yang juga menjabat sebagai Presiden Tolong Anak-Anak (TAA), payung organisasi SMA di JIS yang membawahi kurang lebih 40 klub siswa yang berfokus pada pelayanan sosial masyarakat Indonesia, mengatakan tujuan utama kegiatan ini adalah meningkatkan kepedulian dan partisipasi siswa-siswi JIS untuk memerangi perdagangan manusia serta meningkatkan aktivitas sosial dalam berbagai klub dan proyek sosial yang terdapat di JIS.
Dalam satu tahun terakhir, FACT CLUB telah melakukan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap perdagangan manusia. Beatrice mengatakan, sebagai siswa di JIS, mereka diajarkan untuk peka terhadap permasalahan sosial di lingkungan sekitar.
Salah satu hal yang menjadi perhatian utama FACT CLUB adalah tingginya angka perdagangan manusia di Indonesia, terutama wanita dan anakanak. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus perdagangan anak mengalami peningkatan pada kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir dari 410 kasus pada 2010 meningkat menjadi 480 kasus pada 2011 dan menjadi 673 pada 2012.
Koordinator ECPAT Indonesia Achmad Sofian mengatakan, ada berbagai faktor melatarbelakangi situasi ini. Misalnya tingginya tingkat kemiskinan, rendahnya pendidikan, budaya ingin cepat kaya, dan minimnya peluang untuk bekerja. ”Budaya konsumtif yang tinggi di kalangan remaja yang terus mengemuka saat ini juga menjadi faktor pemicu, selain maraknya jaringan kriminal lintas negara yang beroperasi di Indonesia,” ucap Ahmad.
Pada 2013, penelitian ECPAT Indonesia menemukan 150.000 anak Indonesia yang dilacurkan dan diperdagangkan untuk tujuan seksual. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia antara 1972-2008, tercatat lebih dari 13.703 anak korban eksploitasi seksual di daerah-daerah tujuan wisata di 40 desa di 6 provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Hingga saat ini, ECPAT Indonesia telah menangani 29 kasus kejahatan seksual terhadap anak, mulai dari proses di kepolisian hingga di pengadilan.
Iman Firmansyah
Sosial bernama FACT CLUB (Fight Against Child Trafficking Club) dari Jakarta Intercultural School (JIS) menggelar konser seni bertajuk ”ACT (Anti-Child Trafficking)”. Konser yang diadakan pada Jumat (23/1) tersebut bertujuan meningkatkan kepedulian serta memotivasi siswa-siswi, orang tua, dan masyarakat dalam memerangi perdagangan manusia.
Bersamaan dengan konser ini, dilakukan juga penggalangan dana untuk membantu anak dan remaja korban perdagangan dan eksploitasi seksual anak demi terciptanya peer-to-peer action yang mengedepankan kepedulian terhadap masa depan nasib anak negeri ini. Konser tersebut dihadiri kurang lebih 400 pengunjung dari berbagai kalangan, termasuk siswa-siswi JIS, orang tua murid, dan pengunjung lainnya.
Konser menyuguhkan 18 penampilan dari lima sekolah, termasuk JIS, Mentari, Raffles, BSJ (British School Jakarta), dan Sekolah Pelita Harapan. Konser amal ini juga didukung oleh beberapa organisasi sosial yang berkaitan dengan hak asasi manusia, termasuk Rumah Faye, Save The Children, dan Aksi-2015.
Presiden FACT CLUB Beatrice Louise Tan yang juga menjabat sebagai Presiden Tolong Anak-Anak (TAA), payung organisasi SMA di JIS yang membawahi kurang lebih 40 klub siswa yang berfokus pada pelayanan sosial masyarakat Indonesia, mengatakan tujuan utama kegiatan ini adalah meningkatkan kepedulian dan partisipasi siswa-siswi JIS untuk memerangi perdagangan manusia serta meningkatkan aktivitas sosial dalam berbagai klub dan proyek sosial yang terdapat di JIS.
Dalam satu tahun terakhir, FACT CLUB telah melakukan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap perdagangan manusia. Beatrice mengatakan, sebagai siswa di JIS, mereka diajarkan untuk peka terhadap permasalahan sosial di lingkungan sekitar.
Salah satu hal yang menjadi perhatian utama FACT CLUB adalah tingginya angka perdagangan manusia di Indonesia, terutama wanita dan anakanak. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus perdagangan anak mengalami peningkatan pada kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir dari 410 kasus pada 2010 meningkat menjadi 480 kasus pada 2011 dan menjadi 673 pada 2012.
Koordinator ECPAT Indonesia Achmad Sofian mengatakan, ada berbagai faktor melatarbelakangi situasi ini. Misalnya tingginya tingkat kemiskinan, rendahnya pendidikan, budaya ingin cepat kaya, dan minimnya peluang untuk bekerja. ”Budaya konsumtif yang tinggi di kalangan remaja yang terus mengemuka saat ini juga menjadi faktor pemicu, selain maraknya jaringan kriminal lintas negara yang beroperasi di Indonesia,” ucap Ahmad.
Pada 2013, penelitian ECPAT Indonesia menemukan 150.000 anak Indonesia yang dilacurkan dan diperdagangkan untuk tujuan seksual. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia antara 1972-2008, tercatat lebih dari 13.703 anak korban eksploitasi seksual di daerah-daerah tujuan wisata di 40 desa di 6 provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Hingga saat ini, ECPAT Indonesia telah menangani 29 kasus kejahatan seksual terhadap anak, mulai dari proses di kepolisian hingga di pengadilan.
Iman Firmansyah
(ftr)