Shwedagon, Pagoda Tertua di Dunia

Jum'at, 20 Februari 2015 - 09:33 WIB
Shwedagon, Pagoda Tertua...
Shwedagon, Pagoda Tertua di Dunia
A A A
BANYAK orang mengatakan bahwa Myanmar adalah negeri seribu pagoda. Di mana-mana kita akan mudah menjumpai pagoda.

Bahkan, karena saking banyaknya, beberapa orang mengatakan bahwa tidak boleh diizinkan lagi membangun pagoda di Myanmar. Kebanyakan orang Myanmar beragama Buddha. Namun, ada juga yang beragama lain seperti muslim. Umumnya mereka berada di bagian utara perbatasan dengan India. Salah satu pagoda yang menjadi ikon negara ini adalah Pagoda Shwedagon.

Pagoda yang memiliki tinggi kurang lebih 99 meter ini berlokasi di Bukit Singuttara. Orang asing yang masuk perlu membayar 8.000 kyats atau sekitar USD8. Para pengunjung tidak diperkenankan untuk memakai sepatu. Kebesaran dan kemegahan pagoda ini sudah dapat kami rasakan ketika berada di luar.

Bangunan tinggi menjulang berwarna emas sudah terlihat jelas di pintu masuk. Ketika kami sampai di sana, waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Cuaca sedikit mendung kala itu. Ratusan orang, terutama turis, sudah berada di dalam pagoda ketika kami sampai di dalam. Selain itu tampak juga orang lokal dan para biksu Buddha yang datang ke pagoda untuk bersembahyang.

Menurut legenda, Shwedagon adalah pagoda paling suci dan tertua di seluruh dunia. Umurnya mencapai 2.600 tahun. Saya mulai menyusuri Pagoda Shwedagon yang ternyata sangat luas. Patung-patung Buddha di pagoda ini memang begitu indah. Sejarah dan cerita Buddha dapat kita pelajari dari bangunan di sini. Seseorang menanyakan tentang tanggal lahir saya.

Hal ini tidak lain karena saya bisa berdoa di depan patung shio yang ada di sekitar pagoda. Tepat pukul 19.00, lampu-lampu di sekeliling pagoda mulai menyala. Lampu-lampu menyoroti pagoda-pagoda ini dan membuat suasana menjadi sangat indah. Entah mengapa saya merasakan kedamaian di negara ini.

Myanmar yang baru terbuka untuk umum memang sangat berbeda dengan negara-negara di Asia Tenggara yang pernah saya kunjungi. Di sini akses internet sangat terbatas, orang-orang tidak tergesa-gesa dan mereka juga penuh perhatian. Selain itu, di tempat wisata, para pedagang juga tidak pushy menawarkan dagangannya ke pengunjung.

Jika selama ini kita selalu disuguhi berita tentang demonstrasi dan kaum militer yang ada di jalanjalan, hal tersebut tidak saya temukan di sini. Menurut Mr Mo, dulu banyak kaum militer dengan senjata ada di jalan-jalan. Dalam dua tahun terakhir, hal tersebut sudah tidak ada lagi. Ini menandakan bahwa Myanmar sedang bertransisi untuk menjadi negara yang demokratis.

Adapun pemilihan umum Myanmar dijadwalkan akan berlangsung pada akhir tahun 2015. Berkunjung ke pagoda ini juga memberikan energi positif bagi saya, terutama belajar tentang perbedaan dan toleransi antarumat beragama. Hal ini sangat penting karena di Myanmar banyak terdapat etnis yang berbeda.

Permasalahan sering muncul karena banyak orang yang tidak dapat menghargai perbedaan. Pada hari terakhir di Myanmar, saya sempatkan untuk menikmati makan siang di The Thiripyitsaya Sky Bistro.

Restoran ini terletak di lantai 20 di salah satu gedung di pusat Kota Yangon. Di sini kami dapat menikmati panorama Kota Yangon dan melihat keindahan Pagoda Shwedagon dari jauh.
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0911 seconds (0.1#10.140)